Hal yang sudah jauh berubah, adalah hilangnya sejumlah tahapan adat istiadat Budaya Banjar terkait perkawinan. Misalnya acara Batamat Al-Qur'an. Tempoe doeloe, baik penganten laki-laki atau perempuan, di pagi hari di dahului dengan prosesi Batamat Membaca Al-Qur'an. Tak hanya itu, ada pula acara mandi-mandi, dan sejumlah budaya lainnya, yang sesungguhnya secara value keagamaan dan kemasyarakatan, masih sangat positif.Â
Hilangnya beragam budaya Banjar, terkait pesta perkawinan ini, mengingatkan studi saya dan kawan-kawan saat Studi Magister di UGM, tahun 1990-an. Etnik Banjar itu adaptif dan permisive (?), begitu statement seorang mahasiswa Ilmu Budaya.Â
Waktu itu saya menolak teori itu. Namun, realitas sosial hati ini, teori itu sudah kesampaian. Entah sampai kapan Budaya-budaya Banjar bisa bertaham, hanya warganya yang bisa merasakannya. Jika saja tak ada bentengisasi kebudayaan, tak heran jika pada saatnya Budaya Banjar musnah sama sekali.Â
Oh ya, juzt info ... semangat menulis saya muncul lagi oleh aktor-aktor Kombatan, yang baru saja melakukan "aruh ganal literasi". Mereka bersepakat mendorong literasi untuk kaum melineal, untuk kemajuan bangsa dan negara. Selamat dan sukses semuanya. Ayo kita pertahankan budaya bangsa, untuk Indonesia yang lebih maju, dengan kekayaan khazanah budayanya. Salam ... !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H