Mohon tunggu...
syam surya
syam surya Mohon Tunggu... Dosen - Berpikir Merdeka, Kata Sederhana, Langkah Nyata, Hidup Bermakna Bagi Sesama

Pengajar dan Peneliti ; Multidicipliner, Humaniora. Behaviour Economics , Digital intelligence

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membumikan Pancasila di Era Digital? Belajarlah dari K-Pop "Army"

28 Juni 2020   10:56 Diperbarui: 29 Juni 2020   09:36 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pancasila, kembali menjadi " Ramai dan Diperebutkan". Adalah Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP), yang jadi pemicu. 

Alih-alih membuat model pembumian Pancasila yang kreatif guna merebut hati sekitar kurang lebih 130 generasi milenial di negeri ini, untuk mau menjadikan Pancasila sebagai pedoman sikap dan laku hidupnya, beberapa Fraksi di DPR, malah berkeinginan membuat undang-undangan sebagai landasan hukum bagi penyelenggara Negara untuk  "mengatur" Ideologi Pancasila sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.(Rancangan HIP, Hal 96). 

Padahal "Mengatur Pancasila Yang Besar"  Justru  Mengecilkannya.

Pancasila seharusnya milik dan ada dalam jiwa dan darah warga masyarakat, dan bukan hanya milik "Negara" /Penguasa. Wajar kekhawatiran model P4 jaman Orba muncul kembali.

Padahal, bagaimanapun membumikan "Pancasila"  saat ini memiliki tantangan berat, di era Generasi Milenial, generasi Z dan Generasi Alpha ini. Lalu apa tantangan pada Era digital ini untuk Pancasila ?

Pertama  : Era Ke berlimpahan Informasi , selain berkah Informasi yang berlimpah juga membawa masalah. Masalah itu itu terletak pada kredibilitas informasi. Karena setiap orang dapat membuat dan menyebarkan Informasi. Maka ruang publik kita dipenuhi dengan beragam Informasi, dan juga infomasi palsu dan hoax. Dengan keterbukaan informasi, terbukalah juga Informasi untuk Ideologi Transnasional, yang perlahan namun pasti , memasuki ruang-ruang pemikiran dan akal budi para Generasi Milenial.

Kedua : Sifat Ruang Gema Digital dan Algoritma Yang Mengelompokkan. Selain berlimpahnya Informasi, Ini Era pengumpulan Data. Dengan informasi yang "berlimpah" kemudian dengan mudah "digemakan" di dalam media Sosial. Sistem digital kemudian mencatatdan mengelompokkan berdasarkan hobi, Kebiasaan mengeklik,dan  kesukaan akan Informasi tertentu. Maka Era Terbuka ini kemudian menjadi " Sempit dan tertutup",  karena ruang keterbukaan hanya ada pada kelompoknya. Masing-masing kemudian saling mempromosikan termasuk saling menjatuhkan. Ini harus dipahami, karena dunia digital dibangun untuk "komersialisasi produk" dan "mengumpulkan pengikut (Subcribes)" , tujuannya ? memudahkan pemasaran. 

Masalahnya di era keterbukaan Informasi ini yang dipasarkan tidak hanya Produk dan Jasa, akan tetapi juga Ideologi. Maka terbukalah "Pasar Milenial"Indonesia dari produk-produk Ideologi lain dengan segala promosinya.

Ketiga :  Lama Kehidupan Di Depan Layar dan Gambar.

Era digital dipenuhi dengan ribuan Aplikasi dan Gambar, yang menyampaikan beragam kemudahan hidup. Hidup hanya dengan sebuah Jari. Tiap hari Jutaan produk menggoda melalui layar Instagram, Youtube dan Media lainnya, Produk yang sudah Hyperrealita  sudah lebih nyata dan yang ada. Kemudahan, Keindahan, yang terus menggoda adalah juga cara hidup di era Digital. Godaan gaya hidup dan Konsumerisme menjadi tantangan lain bagi para Milenial, untuk hidup di era ini.

Dengan semua karakter digital tersebut, maka Pancasila terbuka untuk "terdiskrupsi",  sehingga harus dicari cara agar Pancasila dapat terus diterima oleh Generasi Milenial. 

Namun demikian di era ke berlimpahan Informasi, kita akan dapat mudah mendapatkan pembelajaran cara untuk membumikan Nilai. Khususnya Nilai--Nilai  Universal Kemanusiaan dan Kebaikan, yang pastinya sesuai dengan Nilai Luhur Pancasila. Salah satunya adalah belajar dari para Para "ARMY"  penggemar K-pop dan pengguna TikTok.

Apa yang dapat dipelajari dari para "ARMY"  penggemar K-pop untuk Membumikan Pancasila ?  dan Bagaimana Kondisi Lingkungan Digital di di Indonesia saat ini  ?

Pertama, Jejaring Untuk Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan.

Kpop dan para ARMY nya telah mampu mengoptimalkan kekuatan Jejaring (Persatuan) untuk menyebarluaskan Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab).

ARMY tumbuh dari eksponensial jaringan digital. Pada tahun 2018, jumlah klub penggemar K-pop mencapai hingga 89,1 juta. Pada saat ini  ARMY telah menjadi kekuatan global yang melampaui batas identitas dan etnis untuk mendukung aksi sosial kolektifnya BTS. Seorang Youtuber Korea, menganalisis keberhasilan  BTS terutama karena penggunaan "Empat Prinsip" digital-virtual untuk menularkan , yang dikemukakan oleh Jonah Berger, yaitu :

  • Hukum modal sosial, memberikan kesan baik dan positif kepada publik dan meningkatkan kepemilikan penggemar ARMY sebagai orang dalam,
  • Hukum emosi untuk menyentuh hati dan pikiran orang, mengubah emosi yang menguntungkan menjadi tindakan,
  • Hukum publisitas, memelihara fandom dimungkinkan melalui media sosial di dunia digital publik,
  • Hukum penceritaan, berbagi cerita BTS yang menarik dan menarik dengan publik.

Dan yang penting harus dicatat bahwa  keberhasilan utama dari menghubungkan empat hukum adalah dengan "menghubungkan" visi BTS dengan nilai-nilai universal.

Dalam sebuah wawancara, Big Hit Entertainment of BTS membahas apa yang terus-menerus mereka kejar ?  Dan jawabannya adalah  "Memperbanyak Pengaruh Kebaikan Hati" dari penggemar BTS untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Sebagai contoh : Bagaimana para ARMI -- Menolak Gerakan Rasis di Amerika baru-baru ini. Tiga hari setelah BTS berbicara menentang diskriminasi rasial melalui pernyataan di Twitter, kemudian diumumkan pada 6 Juni bahwa kelompok ini telah  menyumbangkan $ 1 juta kepada Gerakan #Black Lives Matter, Dampaknya, setelah berita donasi dari BTS, para ARMY mengikuti jejaknya dan terinspirasi untuk mengambil tindakan lebih besar sendiri. 

Dalam beberapa jam kemudian, #MatchAMillion mulai menjadi tren di seluruh dunia dan  di Twitter karena banyak yang menyebarkan berita mengenai aktifitas penggalangan dana khusus ini. Para "ARMY juga berperan besar mengooptasi tagar #WhiteLivesMatter, dengan menghilangkan tweet rasis dan dengan membanjirinya dengan citra kebaikan terkait K-pop. Ini menunjukkan bahwa "K-pop , telah mengajarkan budaya bertanggung jawab bagi penggemarnya yang didominasi kaum muda-Milenial-Z dan Alpha.

BTS memang memiliki sejarah yang mengangkat suara mereka untuk masalah-masalah sosial kemanusiaan. Dan pengaruh mereka selama bertahun-tahun telah menghasilkan penciptaan fandom, ARMY, yang tahu betul bagaimana menggunakan kekuatannya untuk kebaikan.

Hebatnya para ARMY adalah, mereka yang tidak sekedar meminta "sumbangan" tapi juga membuat kreasi innovatif untuk mengajak orang berperan aktif dalam kegiatan Emphaty,  memberikan "Nilai Manfaat" kemudian menyebarluaskannya melalui konten-kontenyang dikemas dalam bentuk Narasi dan Virtual yang menarik, sehingga menarik banyak perusahaan untuk memasang iklan pada YouTubenya. Pendapatan dari iklan inilah kemudian di donasikan para ARMY untuk menyebarluaskan kebaikan.

Aktivitas Emphati sosial para "ARMY" ini "menyegarkan" dunia internet dan digital, yang biasanya hanya diisi oleh caci maki atau salin ejek antara dua kubu. Kpop ARMY juga telah memberi "lamput terang" - bahwa ehochamber dan algoritma digital mampu membuat sekelompok besar "dikerahkan" untuk satu gerakan sosial sosial, menentang ke tidak adilan serta berani menyuarakan Nilai-Nilai Kemanusiaan.

Lalu bagaimana di Indonesia ?  Alih-alih menggunakan Ruang Digital untuk "Persatuan Indonesia (Unity), di Indonesia "Ruang Digitak" lebih banyak digunakan dengan isu "demokratisasi", kebebasan berekspresi , Apapun!  Sifat Echochamber, dan algoritma telah secara optimal didayagunakan agar seseorang selalu berada dalam satu kelompok kebiasaan/kesenangan/pilihan kliknya termasuk pilihan ideologi dan politiknya. 

Ini membuat mengisolasi diri dan kelompoknya, semakin luas dan terbenam dalam solipsisme moral dan politik (Syam Surya, Kompasiana : 24/06/2020.). Algoritma digital telah sempurna mengelompokkan warga Net dalam Cebong, Kampret, Kadrun, yang kemudian saling kecam, saling ledek dan saling ancam. Jauh sekali dari Nilai Unity For Humanity.  Ada yang dilupakan oleh Warga Net di Indonesia, bahwa Pancasila mengamanahkan Demokratisasi di Indonesia harusnya "dipimpin oleh Hikmah-Hikmah Kebijaksanaan..." . Dengan demikian Demokrasi harusnya membuka ruang dialog dengan siapa pun tanpa memaksakan kebenaran diri masing-masing.

Lalu bagaimana dengan para Youtuber/Influenzer di Indonesia ? laman CNBC (CNBC Indonesia , Lifestyle, 22 May 2020 16:09) menyampaikan bahwa Daftar 10 Youtuber Terkaya RI 2020, memiliki Subscribers (pengikut) mendekati 100 Juta orang. Ini luar biasa!!  

Melebihi ARMY sebenarnya , dan ini harusnya sangat bermanfaat untuk menyebarluaskan Nilai-Nilai Kebaikan, Nilai Universal Kemanusiaan termasuk Nilai-Nilai Idiologi Pancasila atau Nilai-Nilai Luhur Universal.  Sayangnya, pada saat ini, umumnya para Youtuber tersebut lebih banyak bercerita tentang "dirinya", Nilai "Aset" nya . Mereka memilih   Digital its Self  (Fucault,1988). Mendorong Ego, sehingga memberi ruang lebih luas untuk menumbuhkan sifat borjuis dan egoisme dalam masyarakat. Mereka mengisolasi dalam kenyamanan dan keamanan ruang pribadinya sendiri yang hedonis lalu membagikan kenyamanan itu untuk menjadi mimpi para pengikutnya.

Padahal Era Digital Its Self juga memungkinkan para "Panutan Digital" tersebut untuk membantu orang lain dengan cara sesuai  tubuh dan jiwa sendiri, pikiran, perilaku, dan cara hidup, mereka namun didedikasikan untuk berperan berbagi Nilai, sehingga memberikan kebaikan untuk orang lain (The Others). Bersyukur ada Almarhum, mas Didi Kempot, yang mampu menggerakkan para SadBoys dan SadGirls, Dan Para AMBYAR Boys/Girls, bergerak memenuhi ajakan Sympahty, dengan menebar kepedulian peduli kepada masyarakat terdampak Pandemi Covid 19. Hanya dalam hitungan menit kitabisa.com pun tidak bisa menampung antusias menyumbang dari para penggemar,

Kedua : Digital Untuk Gotong Royong -- Kedermawanan (Filantropi)

Filantrophy adalah bagian yang semakin penting dari fandom K-pop. Banyak klub penggemar mengumpulkan sumber daya untuk mendukung kegiatan amal. BTS juga mempromosikan UNICEF, bergabung dengannya dalam kampanye Love Myself , yang telah mengumpulkan lebih dari US $ 1,4 juta (dan ini banyak melalui sumbangan langsung dari penggemar). ARMY di Kota London telah mendanai lebih dari 35.000 makanan, yang disebar untuk para "pengangguran". Di Amerika Latin ARMY BTS, memprotes pemerintah Chili pada 2019 dan meningkatkan kesadaran tentang perlunya jalan yang lebih aman di Bangladesh. Aktivisme ini, meskipun tidak dipraktikkan oleh setiap penggemar K-pop, memiliki sejarah panjang. 

Di Korea Selatan, fandom musik terorganisir mulai muncul pada 1980-an dan 90-an. Filantropi penggemar, sekarang umum di Korea di luar musik pop, berakar pada awal 2000-an. pada tahun 2007, memulai gerakan mengumpulkan ribuan kilogram beras untuk amal. Fandom lain telah mendanai implan koklea untuk anak-anak tuli dan, baru-baru ini, upaya COVID-19. 

Di dalam dan di berbagai fandom, kesadaran sosial terus digaungkan melalui beragam jaringan Online yang longgar di Twitter, Instagram, dan media sosial lainnya. Ketika pemimpin kelompok K-pop, yang didukung oleh enam anggota lainnya, berbicara kepada PBB untuk membantu meluncurkan Generation Unlimited, siaran langsung pidato yang menyentuh hati dan ditonton oleh jutaan orang di seluruh dunia, juga tagar yang mendukungnya datang dari seluruh belahan dunia.

Lalu bagaimana di Indonesia : Seperti dikemukakan di atas, media sosial kita masih dipenuhi perpecahan. Hari ini Pancasila juga "menjadi rebutan" saling menunjukkan paling Pancasila. Tagar bukan untuk ajakan kebaikan tapi untuk saling melecehkan. Kita lupa ada nilai- nilai luhur yang kita miliki tapi tidak kita laksanakan. Kpop, ARMY mungkin tidak tahu Pancasila, tapi aktivitas ke gotong royongnya sudah lebih Pancasila dibanding kita.

Ketiga, Kpops dan ARMY - BTS menciptakan "frientimacy untuk akord simpatik"  (Gong-gam dalam bahasa Korea).

 Dengan tidak memedulikan Identitas, Ras, Agama, Para Kpop dan para ARMY , secara terus menerus dan konsisten menyebarkan nilai-nilai Kejujuran dan Kebaikan. Para ARMY berbagi kisah jujur mereka tentang kehidupan sehari-hari. Kejujuran dan keterbukaan itu membunyikan Lonceng "Nurani" dan menyentuh kalbu terdalam para ARMY. Shasta Nelson, penulis, dan pakar terkemuka tentang persahabatan, menyampaikan bahwa BTS mampu membangun "Digital frientimacy"  yang dikemukakan oleh dalam nilai :  

Kepositifan, Konsistensi, dan Kerentanan dengan mengoptimalkan media digital. Menyebarkan sikap positif, kebaikan hati dan interaksi yang jujur serta konsisten dengan penggemar. Para anggota BTS berpikiran terbuka untuk mengungkapkan wajah asli mereka sebagai anak muda di usia awal dua puluhan terlepas dari kerentanan kehidupan negatif.

Alih-alih dihambat oleh Sikap Sebagai Publik Pigure yang selalu Indah seperti banyak di dunia  Selebriti. BTS tidak melakukan itu, mereka mempengaruhi publik secara positif dengan menunjukkan bahwa anggota BTS tidak jauh berbeda dari orang biasa. 

Contoh sederhana bagaimana pada tahun 2018, anggota BTS Jimin mengenakan kemeja yang menggambarkan pemboman atom AS di Jepang. Ini menimbulkan  perdebatan tentang imperialisme dan kekejaman perang, termasuk memperbudak secara seksual para wanita. Banyak penggemar mengungkapkan kemarahannya marah di Twitter. Dan ini mendorong Jimin, menyampaikan penyesalan secara terbuka.

"Saya Kim Namjoon dan juga RM BTS. Saya seorang idola dan saya seorang seniman dari sebuah kota kecil di Korea. Seperti kebanyakan orang, saya telah membuat banyak kesalahan dalam hidup saya. Saya memiliki banyak kesalahan dan saya memiliki lebih banyak ketakutan,... " Ini adalah - Kutipan dari pidato Kim Namjoon ke PBB, 25 September 2018.

Kpop telah masuk dalam politik keberagaman (multikultur) yang elegan, dan ini diikuti oleha sebagian besar penggemarnya, sehingga jutaan fandom global K-pop berpartisipasi aktif dalam gerakan sosial seperti Black Lives Matter.

Bagaimana di Indonesia : Beberapa Youtuber/Tokoh yang sudah menjadi "Panutan" dan diikuti oleh jutaan orang, tentu pernah melakukan beberapa kesalahan yang dipandang tidak etis dan menjadi perbincangan /kritikan warga Net. Alih-alih meminta maaf atau mengklarifikasii kegiatannya dengan jujur, mereka malah mencari dalih pembenaran atas apa yang diakukan dengan pembelaan diri yang masif. Dan hebatnya pembelaan itu dibela dengan membabi buta oleh para Followernya juga.

Keempat :   Peran Pengorganisasi Media.

Dengan puluhan juta Fandom, Kpop media untuk meliputnya secara luas. Ini menjadi lebih efektif dalam menyebarluaskan Nilai-Nilai . Algoritma digital, yang semula terkelompok hanya dalam kelompok penggemar, kemudian menyebar luas ke dalam masyarakat Universal tanpa sekat  Demikian juga peran para Host untuk terus konsisten menyebarkan kebaikan-kebaikan itu.

Di Indonesia , banyak media yang bahkan ikut dalam arus polarisasi tersebut. Media terlibat dalam memprovokasi masyarakat, ikut menyebarkan Hoax dan berada dalam Kelompok. Mungkin @RosianaSilahahi harus lebih banyak menyebarluaskan lagi "Gerakan Symphaty Almarhum Didi Kempot, Juga @NadjwaShihab, lebih banyak bercerita emphaty seperti waktu konser bersama. Mengurangi Narasi yang MemProvokasi, Juga pak @Karni Ilyas,.

Dengan memeriksa pengalaman ARMY fandom BTS tersebut, kita menemukan bahwa jejaringan digital, mempu membuat kemungkinan eksponensial Kebaikan  di dunia digital dan dunia nyata. ARMY Juga menunjukan bahwa mengintegrasikan jaringan dengan visi / Nilai-Nilai Kebaikan dan Nilai Universal Kemanusiaa, memberikan hasil yang sangat Baik, dalam eksponensial yang luar biasa besar.  

Lalu pelajaran apa yang dapat diambil dari aktifitas Kpop ARMY tersebut, dalam Membumikan Pancasila kepada Kalangan Milenial/ Generasi Z  dan generasi Alpha. ?

Pertama : Lupakan UU HIP ! Bangun Gotong Royong Warga

Lupakan Kooptasi Kekuasaan terhadap Pancasila, dan bangun "Gotong Royong Warga". Buka ruang untuk memunculkan banyak aktor / tokoh dari masyarakat sendiri. Kemudian bersama para Influnzer, You Tuber, Para Kreaotor Seni, Komika,  Seniman dan Budayawan.Ajak tokoh masyarakat lokal, dari beragam golongan, etnis dan identitas bangun cara /narasi/alat untuk membumikan Nilai-Nilai Pancasila bagi semua lapisan Masyarakat.

 Ajak mereka dalam dialog konstruktif berdiskusi, untuk memprakarsai, mengembangkan, dan memperluas hubungan antara orang-orang dan bertindak sebagai penenun jaringan dengan tujuan untuk mempengaruhi Indonesia dengan Nilai-Nilai Luhur Indonesia. Untuk Memilih Siapa Tokoh? Mas @Ismail Fahmi, dengan "Drone Emprit" nya , bisa dilibatkan. Hari ini seorang "tokoh berpengaruh" adalah para "tokoh Digital" yang memberi pengaruh banyak kepada para Followernya. Hari ini Data lah yang bicara tentang ketokohan, tidak semata pengakuan.

Biarkan Para Tokoh ini mengembangkan daya kreatifnya, sesuai kebiaan dan caranya sendiri yang telah membuat banyak  orang mengikutinya, Para Tokoh Senior di Dewan Pembina BPIP tentu harus terus memberi arahan , Inspirasi dan Memotivasi.

Membangun dengan narasi-narasi Cerita -- Model Story Telling, animasi-animasi Kreatif, humor-Humor berkualtas yang meninggalkan SARA dan Identitas , juga jauh cara Indoktrinasi.

Kedua " Lepaskan Jerat Birokrasi "

Era Digital dan Generasi Milenial adalah Generasi yang "Agile". Lentur dan Dinamis. Dilandasi daya fikir Inovatif. Kreatif dan Dinamis. Hal ini tidak akan bisa di wadahi oleh organisasi dan struktur yang Birokratis yang statis, lambat dan cenderung tidak mau berubah. Mungkin saatnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, eksekutifnya diisi oleh Kaukus Muda dari semua golongan/suku dan Identitas. 

Ada Kelompok kelompok Kerja Muda. Melibatkan semua Youtuber, Infuenzer, dan banyak insan kreatif  dengan tidak melihat aspirasi politik dan golongannya. Pokja -pokja muda ini harus belajar berdialog secara konstruktif. Lalu promosikan aktiftas mereka di seluruh saluran media sosial.Organisasi pelaksana ini harus keluar dari jebakan Birokrasi. Ia harus sesuai dengan organisasi Milenial, flat tanpa hierarkis dan tanpa birokrasi berbelit, berdaya kreatif dan Luwes.

Dengan demikian ide-ide Pak Jokowi untuk  BPIP dan Romo Benny, dari Pembina BPIP, untuk membumikan Pancasila dalam "kebatinan Digital" akan dapat terlaksana. BPIP mungkin hanya bertindak sebagai "Community Fasilitator dan Enggament."  BPIP  sebagai "fasilitator Gotong Royong Digital Warga".  Isi semua Channel media sosial BPIP, Twitter, Instagram dengan konten--konten yang menarik. Jauh dari kesan menggurui tapi berisi film, Animasi, musik atau apapun . Kembali libatkan para tokoh, seniman, artis budayawan disini. 

Ini adalah membuat Membumikan Pancasila dengan Jalan Kebudayaan, Jalan Digital.

Ketiga : Mengembangkan Visi Membangun Nilai --

Mungkin kalau "Pancasila" masih alergi dibeberapa golongan, tidak perlu selalu disebut. Akan tetapi Nilai-Nilai 5 Sila itu yang terus disebarkan secara eksponensial dalan jejaring digital. Sebarkan nilai-nilai Univesal Kemanusiaan dengan model Kolaboratif -- Partisipasi. Ajak Pengorganisasi Media, untuk juga secara rutin mengangkat thema Nilai-Nilai Kebaikan itu.  Belajar dari ARMY, jejaring yang ada menjadi kekuatan gerakan sosial.

Para Tokoh Senior, berkolaborasi dengan Para Youtuber, Anak-anak muda panutan dari berbagai daerah beragam etis bersama- sama menumbuh kembangkan daya bernalar, bertindak, dan berelasi dengan berbasis Nilai-Nilai Luhur Kemanusiaan.  Dengan model ini anak-aak muda akan terkbat aktif dalam kehidupan yang selaras, bertenggang rasa dengan warga lain yang berbeda agama, keyakinan, tradisi, budaya, dan suku bangsa. Dengan model ini akan menciptakan ruang publik yang adil dan setara untuk mengembangkan diri berbasis Nilai.

Semoga

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun