Kpop telah masuk dalam politik keberagaman (multikultur) yang elegan, dan ini diikuti oleha sebagian besar penggemarnya, sehingga jutaan fandom global K-pop berpartisipasi aktif dalam gerakan sosial seperti Black Lives Matter.
Bagaimana di Indonesia : Beberapa Youtuber/Tokoh yang sudah menjadi "Panutan" dan diikuti oleh jutaan orang, tentu pernah melakukan beberapa kesalahan yang dipandang tidak etis dan menjadi perbincangan /kritikan warga Net. Alih-alih meminta maaf atau mengklarifikasii kegiatannya dengan jujur, mereka malah mencari dalih pembenaran atas apa yang diakukan dengan pembelaan diri yang masif. Dan hebatnya pembelaan itu dibela dengan membabi buta oleh para Followernya juga.
Keempat : Â Peran Pengorganisasi Media.
Dengan puluhan juta Fandom, Kpop media untuk meliputnya secara luas. Ini menjadi lebih efektif dalam menyebarluaskan Nilai-Nilai . Algoritma digital, yang semula terkelompok hanya dalam kelompok penggemar, kemudian menyebar luas ke dalam masyarakat Universal tanpa sekat  Demikian juga peran para Host untuk terus konsisten menyebarkan kebaikan-kebaikan itu.
Di Indonesia , banyak media yang bahkan ikut dalam arus polarisasi tersebut. Media terlibat dalam memprovokasi masyarakat, ikut menyebarkan Hoax dan berada dalam Kelompok. Mungkin @RosianaSilahahi harus lebih banyak menyebarluaskan lagi "Gerakan Symphaty Almarhum Didi Kempot, Juga @NadjwaShihab, lebih banyak bercerita emphaty seperti waktu konser bersama. Mengurangi Narasi yang MemProvokasi, Juga pak @Karni Ilyas,.
Dengan memeriksa pengalaman ARMY fandom BTS tersebut, kita menemukan bahwa jejaringan digital, mempu membuat kemungkinan eksponensial Kebaikan  di dunia digital dan dunia nyata. ARMY Juga menunjukan bahwa mengintegrasikan jaringan dengan visi / Nilai-Nilai Kebaikan dan Nilai Universal Kemanusiaa, memberikan hasil yang sangat Baik, dalam eksponensial yang luar biasa besar. Â
Lalu pelajaran apa yang dapat diambil dari aktifitas Kpop ARMY tersebut, dalam Membumikan Pancasila kepada Kalangan Milenial/ Generasi Z Â dan generasi Alpha. ?
Pertama : Lupakan UU HIP ! Bangun Gotong Royong Warga
Lupakan Kooptasi Kekuasaan terhadap Pancasila, dan bangun "Gotong Royong Warga". Buka ruang untuk memunculkan banyak aktor / tokoh dari masyarakat sendiri. Kemudian bersama para Influnzer, You Tuber, Para Kreaotor Seni, Komika, Â Seniman dan Budayawan.Ajak tokoh masyarakat lokal, dari beragam golongan, etnis dan identitas bangun cara /narasi/alat untuk membumikan Nilai-Nilai Pancasila bagi semua lapisan Masyarakat.
 Ajak mereka dalam dialog konstruktif berdiskusi, untuk memprakarsai, mengembangkan, dan memperluas hubungan antara orang-orang dan bertindak sebagai penenun jaringan dengan tujuan untuk mempengaruhi Indonesia dengan Nilai-Nilai Luhur Indonesia. Untuk Memilih Siapa Tokoh? Mas @Ismail Fahmi, dengan "Drone Emprit" nya , bisa dilibatkan. Hari ini seorang "tokoh berpengaruh" adalah para "tokoh Digital" yang memberi pengaruh banyak kepada para Followernya. Hari ini Data lah yang bicara tentang ketokohan, tidak semata pengakuan.
Biarkan Para Tokoh ini mengembangkan daya kreatifnya, sesuai kebiaan dan caranya sendiri yang telah membuat banyak  orang mengikutinya, Para Tokoh Senior di Dewan Pembina BPIP tentu harus terus memberi arahan , Inspirasi dan Memotivasi.
Membangun dengan narasi-narasi Cerita -- Model Story Telling, animasi-animasi Kreatif, humor-Humor berkualtas yang meninggalkan SARA dan Identitas , juga jauh cara Indoktrinasi.
Kedua " Lepaskan Jerat Birokrasi "
Era Digital dan Generasi Milenial adalah Generasi yang "Agile". Lentur dan Dinamis. Dilandasi daya fikir Inovatif. Kreatif dan Dinamis. Hal ini tidak akan bisa di wadahi oleh organisasi dan struktur yang Birokratis yang statis, lambat dan cenderung tidak mau berubah. Mungkin saatnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, eksekutifnya diisi oleh Kaukus Muda dari semua golongan/suku dan Identitas.Â
Ada Kelompok kelompok Kerja Muda. Melibatkan semua Youtuber, Infuenzer, dan banyak insan kreatif  dengan tidak melihat aspirasi politik dan golongannya. Pokja -pokja muda ini harus belajar berdialog secara konstruktif. Lalu promosikan aktiftas mereka di seluruh saluran media sosial.Organisasi pelaksana ini harus keluar dari jebakan Birokrasi. Ia harus sesuai dengan organisasi Milenial, flat tanpa hierarkis dan tanpa birokrasi berbelit, berdaya kreatif dan Luwes.