Mohon tunggu...
syam surya
syam surya Mohon Tunggu... Dosen - Berpikir Merdeka, Kata Sederhana, Langkah Nyata, Hidup Bermakna Bagi Sesama

Pengajar dan Peneliti ; Multidicipliner, Humaniora. Behaviour Economics , Digital intelligence

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membumikan Pancasila di Era Digital? Belajarlah dari K-Pop "Army"

28 Juni 2020   10:56 Diperbarui: 29 Juni 2020   09:36 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

ARMY tumbuh dari eksponensial jaringan digital. Pada tahun 2018, jumlah klub penggemar K-pop mencapai hingga 89,1 juta. Pada saat ini  ARMY telah menjadi kekuatan global yang melampaui batas identitas dan etnis untuk mendukung aksi sosial kolektifnya BTS. Seorang Youtuber Korea, menganalisis keberhasilan  BTS terutama karena penggunaan "Empat Prinsip" digital-virtual untuk menularkan , yang dikemukakan oleh Jonah Berger, yaitu :

  • Hukum modal sosial, memberikan kesan baik dan positif kepada publik dan meningkatkan kepemilikan penggemar ARMY sebagai orang dalam,
  • Hukum emosi untuk menyentuh hati dan pikiran orang, mengubah emosi yang menguntungkan menjadi tindakan,
  • Hukum publisitas, memelihara fandom dimungkinkan melalui media sosial di dunia digital publik,
  • Hukum penceritaan, berbagi cerita BTS yang menarik dan menarik dengan publik.

Dan yang penting harus dicatat bahwa  keberhasilan utama dari menghubungkan empat hukum adalah dengan "menghubungkan" visi BTS dengan nilai-nilai universal.

Dalam sebuah wawancara, Big Hit Entertainment of BTS membahas apa yang terus-menerus mereka kejar ?  Dan jawabannya adalah  "Memperbanyak Pengaruh Kebaikan Hati" dari penggemar BTS untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Sebagai contoh : Bagaimana para ARMI -- Menolak Gerakan Rasis di Amerika baru-baru ini. Tiga hari setelah BTS berbicara menentang diskriminasi rasial melalui pernyataan di Twitter, kemudian diumumkan pada 6 Juni bahwa kelompok ini telah  menyumbangkan $ 1 juta kepada Gerakan #Black Lives Matter, Dampaknya, setelah berita donasi dari BTS, para ARMY mengikuti jejaknya dan terinspirasi untuk mengambil tindakan lebih besar sendiri. 

Dalam beberapa jam kemudian, #MatchAMillion mulai menjadi tren di seluruh dunia dan  di Twitter karena banyak yang menyebarkan berita mengenai aktifitas penggalangan dana khusus ini. Para "ARMY juga berperan besar mengooptasi tagar #WhiteLivesMatter, dengan menghilangkan tweet rasis dan dengan membanjirinya dengan citra kebaikan terkait K-pop. Ini menunjukkan bahwa "K-pop , telah mengajarkan budaya bertanggung jawab bagi penggemarnya yang didominasi kaum muda-Milenial-Z dan Alpha.

BTS memang memiliki sejarah yang mengangkat suara mereka untuk masalah-masalah sosial kemanusiaan. Dan pengaruh mereka selama bertahun-tahun telah menghasilkan penciptaan fandom, ARMY, yang tahu betul bagaimana menggunakan kekuatannya untuk kebaikan.

Hebatnya para ARMY adalah, mereka yang tidak sekedar meminta "sumbangan" tapi juga membuat kreasi innovatif untuk mengajak orang berperan aktif dalam kegiatan Emphaty,  memberikan "Nilai Manfaat" kemudian menyebarluaskannya melalui konten-kontenyang dikemas dalam bentuk Narasi dan Virtual yang menarik, sehingga menarik banyak perusahaan untuk memasang iklan pada YouTubenya. Pendapatan dari iklan inilah kemudian di donasikan para ARMY untuk menyebarluaskan kebaikan.

Aktivitas Emphati sosial para "ARMY" ini "menyegarkan" dunia internet dan digital, yang biasanya hanya diisi oleh caci maki atau salin ejek antara dua kubu. Kpop ARMY juga telah memberi "lamput terang" - bahwa ehochamber dan algoritma digital mampu membuat sekelompok besar "dikerahkan" untuk satu gerakan sosial sosial, menentang ke tidak adilan serta berani menyuarakan Nilai-Nilai Kemanusiaan.

Lalu bagaimana di Indonesia ?  Alih-alih menggunakan Ruang Digital untuk "Persatuan Indonesia (Unity), di Indonesia "Ruang Digitak" lebih banyak digunakan dengan isu "demokratisasi", kebebasan berekspresi , Apapun!  Sifat Echochamber, dan algoritma telah secara optimal didayagunakan agar seseorang selalu berada dalam satu kelompok kebiasaan/kesenangan/pilihan kliknya termasuk pilihan ideologi dan politiknya. 

Ini membuat mengisolasi diri dan kelompoknya, semakin luas dan terbenam dalam solipsisme moral dan politik (Syam Surya, Kompasiana : 24/06/2020.). Algoritma digital telah sempurna mengelompokkan warga Net dalam Cebong, Kampret, Kadrun, yang kemudian saling kecam, saling ledek dan saling ancam. Jauh sekali dari Nilai Unity For Humanity.  Ada yang dilupakan oleh Warga Net di Indonesia, bahwa Pancasila mengamanahkan Demokratisasi di Indonesia harusnya "dipimpin oleh Hikmah-Hikmah Kebijaksanaan..." . Dengan demikian Demokrasi harusnya membuka ruang dialog dengan siapa pun tanpa memaksakan kebenaran diri masing-masing.

Lalu bagaimana dengan para Youtuber/Influenzer di Indonesia ? laman CNBC (CNBC Indonesia , Lifestyle, 22 May 2020 16:09) menyampaikan bahwa Daftar 10 Youtuber Terkaya RI 2020, memiliki Subscribers (pengikut) mendekati 100 Juta orang. Ini luar biasa!!  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun