Contohnya dewasa ini, saya pikir sebuah konten yang dikatakan viral atau tranding itu sebetulnya tidak benar benar viral atau tranding. Maksudnya bagaimana?
Contoh kasusnya, katakanlah ada sebuah video yang sangat viral tentang sepakbola, tapi betapapun viralnya itu,  video tersebut belum tentu akan disebarkan kepada seluruh pengguna media sosial. Video tersebut hanya akan muncul pada orang orang yang memang sering menonton konten konten sepakbola saja. Jika kamu lebih suka menonton konten konten memasak, maka jangan harap akan ada video sepakbola muncul di media sosial mu. Tidak menutup kemungkinan akan ada, hanya saja porsinya akan sangat sedikit.
Jadi saya pikir, media sosial sudah seperti menciptakan bubble bubble tersendiri untuk penggunanya. Konten yang tersaji hanyalah konten konten yang memang terbukti disukai dan diminati oleh pengguna tersebut.
Pertanyaan selanjutnya yang akan tercipta adalah "Bagaimana cara algoritma mengetahui konten seperti apa yang disukai penggunanya?" jawabannya adalah "membaca data behaviour" algoritma akan membaca konten apa saja, yang sering kita tonton dalam waktu yang lama, konten apa saja yang kita like, comment, dan sebagaimana. Maka dengan begitu, algoritma akan membaca jenis konten tersebutlah yang menarik  minat kita, dengan seperti itu maka algoritma akan terus menerus memberikan konten konten serupa atau  sejenis pada kita.
Konten konten yang muncul di media sosial kita, sudah seperti cerminan ketertarikan kita pada hal seperti apa.
Jika sampai disini, kita masih belum menemukan titik bahayanya dimana, mari kita lanjutkan uraian ini.
Dengan cara kerja seperti itu, tentu saja akan sangat berbahaya bagi para penggunanya dan akan cenderung menciptakan polarilasi.
contoh kasusnya dalam tahun politik, katakanlah kamu mempunyai ketertarikan pada calon A, lalu mencoba mencari  informasi positif mengenai calon A tersebut di media sosial, maka konten konten yang akan tersaji hanyalah konten yang memuat sisi positifnya saja , dan akan sangat kecil kemungkinan, algoritma menyajikan konten yang membahas sisi negatifnya.
Contoh kasus lainnya, kita flashback dulu pada beberapa tahun ke belakang.
Dimana saat itu seluruh dunia sedang dilanda pandemi COVID-19,  dan banyak sekali isu isu yang berkembang di media sosial, salah satunya adalah isu yang mengatakan bahwa COVID-19 ini adalah sebuah konspirasi elite global.
Sekarang coba kita bayangkan, betapa akan dibanjirinya media sosial  orang orang yang sebelumnya memang menyukai konten konten konspirasi.