Sabtu ini, saya berkenalan untuk pertama kalinya dengan sebuah mata kuliah yang cukup berhasil membuat perhatian saya tertuju padanya ( harap maklum, mata kuliah lain sering kali tidak berhasil melakukan ini {sebuah pembenaran untuk saya yang malas} )
mata kuliah itu adalah Sosiolinguistik, sebuah ilmu yang secara pengertian sederhananya adalah ilmu yang mempelajari hubungan sosial dengan bahasa, atau bagaimana konteks sosial mempengaruhi manusia dalam berbahasa.
saya juga tidak terlalu mengerti sebenarnya, kenapa pada saat pertama kali mendengar pemaparan sederhana tentang sosiolinguistik ini, saya merasa begitu langsung tertarik.
seperti mengalami moment "wah menarik sekali ini" dalam kepala.
mungkin momen itu rasanya sama, seperti ketika saya melihat seorang wanita cantik yang baru pertama kali saya jumpai.
semoga ketertarikan sebesar ini, bisa bertahan lama.
Adalah ibu Erni Garliana, dosen yang mengampu mata kuliah ini. Pembawaan beliau dalam menyampaikan dan mengkomunikasikan materi pada mahasiswa, termasuk ke dalam daftar dosen yang saya sukai. tipikal dosen yang bisa meramu "serius" dan "santai" dengan porsi yang tepat ( saya bisa beropini seperti ini, karna masih banyak dosen/guru yang belum mampu melakukan ini )
dan ada satu faktor lain yang berpengaruh sangat besar di balik keberhasilan Ibu Erni dan Sosiolingistiknya mencuri perhatian saya, faktor itu adalah momen "perkenalan dirinya"
Beliau memperkenalkan dirinya dengan secukupnya.
ini mungkin terdengar tidak penting, sepele, dan pujian saya terhadap itu terkesan terlalu dipaksakan, tapi menurut saya sebetulnya "momen perkenalan" memiliki pengaruh atau dampak yang besar.
Banyak dosen atau guru yang pada saat pertemuan pertama, terdengar over dalam memperkenalkan dirinya, yang sebetulnya jika kita cermati, pengetahuan tentang kehidupannya, tidak sepenuhnya penting untuk kita ketahui.
selain malah menciptakan suasana jenuh dan membuang waktu, ada efek lain yang menurut saya lebih merugikan, yaitu, berkurangnya minat belajar mahasiswa terhadap dosen tersebut.
jadi menurut hemat saya, pertemuan pertama antara dosen dan mahasiswa itu merupakan momen yang krusial dan sangat menentukan, apakah dosen tersebut mampu mencuri perhatian dari mahasiswa atau tidak.
Mesti saya pertegas lagi, Ibu Erni Garliana berhasil melakukan tugas tersebut dengan sangat baik.
PERTANYAAN YANG BELUM TERJAWAB
Waktu terus berjalan, bersamaan dengan gelak tawa yang mewarnai diskusi menarik kita ( mahasiswa ) dan Ibu Erni Gerliana mengenai Sosiolinguistik
Menurut materi yang diberikan oleh Ibu Erni Garliana, setidaknya ada 4 faktor sosial yang mempengaruhi kita dalam berbahasa ;
Kelas sosial, Gender, Usia, dan Etnhis.
Terus terang, saya belum sepenuhnya paham mengenai ini, sampai pada akhirnya sesi tanya jawab pun tiba.
Saya tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, dengan melontarkan pertanyaan :
"Kelas sosial disini, meliputi apa saja Bu? apakah sebatas pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan, ekonomi? atau ada hal lain?"
Saya tidak terlalu ingat, bagaimana persisnya Ibu Erni Garliana merespon pertanyaan saya, hanya saja jawaban beliau malah cenderung mengarah pada pengelompokan sosial dari sisi Ethnis.
"Bukannya itu lebih kepada Ethis ya bu?"
saya merespon jawabannya.
"Oh iya, ya"
Timpalnya,
Tentu saja sangat disayangkan, jawaban beliau belum mampu sepenuhnya memuaskan dan mencerahkan pertanyaan saya, sehingga saya harus merelakan kepala saya tetap menampung pertanyaan itu.
Waktu terasa begitu cepat berlalu, dan melumat habis sesi Ibu Erni dan Sosiolinguistiknya. Sungguh, untuk yang kesekian kalinya teori relativitas Enstain terbukti sangat nyata.
Di jalan pulang, tepatnya di atas motor, kepala saya terus dihantui oleh pertanyaan saya sendiri, mencoba menerka apa sebenarnya jawaban yang tepat. Sialnya, bukannya malah mendapat jawaban, kepala saya malah melahirkan pertanyaan yang baru.
kali ini mengenai "gender yang mempengaruhi bahasa" apakah itu benar adanya?
Akhirnya, mau tidak mau saya membawa pulang 2 pertanyaan,
- Kelas sosial seperti apa yang mempengaruhi kita dalam berbahasa?
- Apakah benar Gender memberi pengaruh dalam berbahasa?
Kita akan bahas satu per satu,
KELAS SOSIAL DALAM SOSIOLINGUISTIK.
Pencarian saya di internet, mengantarkan saya pada sebuah makalah yang berjudul
"HUBUNGAN VARIASI BAHASA DENGAN KELOMPOK SOSIAL DAN PEMAKAIAN BAHASA" yang disusun oleh Tangson R. Pangaribuan dari Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.
di sana tertulis,
"..kalau kita berbicara tentang kelas sosial, maka perhatian kita tertuju pada perbedaan sosial berdasarkan parameter tinggi rendahnya kelas sosial itu. widdowson (Pateda, 1987:79) menyatakan ada tiga hal yang membedakan apabila kita memperhatikan suatu masyarakat, yaitu :
- Perbedaan dalam tingkat kesejahteraan dan pendapatan.
- Perbedaan dalam kedudukan ( status )
- Perbedaan dalam kekuasaan."
 Akhirnya, lumayan tercerahkan, hehe.
GENDER MEMPENGARUHI CARA BERBAHASA
Stereotype atau opini yang berkembang, mengatakan bahwa setidaknya wanita lebih teliti, lebih berhati hati, lebih implisit dalam menggunakan bahasa, dibanding dengan pria yang terkesan sangat implusif, anti basa basi, dan to the point dalam berbahasa.
saya memiliki padangan lain mengenai ini, saya kira pelabelan tersebut terkesan terlalu menggeneralisir.
Mengatakan bahwa wanita lebih implisit dalam berbahasa daripada pria, tentu saja secara tidak langsung sama dengan mengatakan bahwa wanita tidak bisa to the point, tegas, dan lugas, padahal kita tidak bisa menutup mata bahwa nyatanya, banyak juga wanita wanita yang bisa bersikap tegas dan lugas dalam berbicara.
Begitu pula dengan Pria, saya kira banyak juga pria pria diluar sana yang memiliki kecenderungan, lebih menggunakan hatinya daripada pikirannya (dalam berbahasa), di samping itu, kita juga bisa menemukan ada pria pria yang lebih berhati hati dalam berbahasa, dibanding dengan segelintir wanita.
Pada intinya, menurut hemat saya, perbedaan pria dan wanita dalam berbahasa terlalu bersifat subjektif dan sangat tergantung pada individu masing masing.
Saya mengerti betul, bahwa para peneliti yang mengemukakan hal ini (gender mempengaruhi bahasa), tentu saja memiliki dasar yang kuat, seperti dari sisi biologis manusia, pembentukan kromosom antara pria dan wanita yang berbeda, dan sebagainya.
Tapi tetap saja, saya berpendapat bahwa 'faktor gender dapat mempengaruhi bahasa', masih sangat bisa diperdebatkan.
Sama seperti rindu yang harus tersampaikan, hasrat yang harus tersalurkan, pertanyaan pun harus tercerahkan. Betapapun penuh dengan tanda tanya, perkenalan saya dengan sosiolinguistik begitu terasa sangat menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H