Orang seringkali menilai kesuksesan hanya berdasarkan materi, sehingga ia akan memandang remeh sesuatu yang lebih rendah daripada itu.Â
Cara pandang yang seperti ini justru akan menggeser kodrat seorang wanita dimana kodrat wanita yang seharusnya adalah menjaga rumah, beralih menjadi wanita karir hanya untuk 'menunjukkan eksistensi diri' di luar, tanpa ada alasan yang mengharuskan.Â
Hal ini menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah karena tidak menghasilkan uang.
Pandangan Masyarakat
Memang susah mengubah pandangan masyarakat yang telah mengakar sekian lama. Wanita yang memilih menjadi ibu rumah tangga dianggap mengikuti budaya patriarki, dianggap tidak berdaya dan rendah karena hidupnya hanya bergantung kepada laki-laki.
Kita bisa lihat contohnya ketika seorang ibu rumah tangga berkumpul bersama teman lamanya dan ditanya "Apa pekerjaan kamu sekarang?".Â
Tak jarang ada sedikit rasa berat dan malu untuk menjawab, "Aku seorang Ibu rumah tangga". Apalagi mereka yang bertanya notabene adalah orang-orang yang sudah bekerja mapan di perusahaan besar.
Ditambah lagi jika kita yang dulunya adalah alumni dari universitas terbaik dan lulus dengan predikat cumlaude, pasti makin ada beban tersendiri untuk menjawab. Rasa berat hati mengakui ini muncul karena masih banyaknya stigma negatif dari kebanyakan orang.Â
"Untuk apa sekolah tinggi-tinggi jika ujung-ujungnya berakhir jadi ibu rumah tangga?!". Seolah mengisyaratkan bahwa menjadi Ibu rumah tangga tidak perlu punya ilmu banyak karena kesehariannya hanya akan di dapur, sumur, dan kasur.
Kemudian di lain sisi, ada lagi orang yang berkomentar, "Enak ya, jadi ibu rumah tangga. Kerjanya cuma di rumah aja. Kalau capek tinggal tidur.Â