Kebijakan impor yang dilakukan secara terus-menerus bisa membuat Indonesia bergantung pada beras luar negeri. Hal ini berisiko mengancam kemandirian pangan dan memperlemah sektor pertanian, yang pada akhirnya memengaruhi stabilitas ekonomi nasional.
4. Meningkatkan Risiko Keuangan bagi Petani:Â
Petani yang sudah mengeluarkan biaya untuk produksi -- mulai dari pupuk, benih, hingga perawatan -- akan merugi jika harga gabah terlalu rendah akibat persaingan dengan beras impor. Kerugian ini bisa menyebabkan kesulitan finansial dan bahkan mengakibatkan utang bagi sebagian petani.
5. Ancaman pada Kesejahteraan Petani:
Dengan harga jual gabah yang rendah, pendapatan petani semakin menipis, sehingga kesejahteraan mereka ikut terancam. Jika berlarut-larut, kebijakan impor ini bisa meningkatkan angka kemiskinan di kalangan petani dan mengurangi jumlah tenaga kerja di sektor pertanian.
Adanya fenomena seperti yang terjadi di Sukabumi, dimana petani lebih memilih berjoget  dan meninggalkan sawah, merupakan hal yang wajar karena mereka akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan lebih mudah dan juga lebih cepat.
Aksi joget petani itu hanya sebagian kecil dari upaya tak menariknya lagi bertani di negeri ini. Karena itu, tidak mengherankan apabila banyak lahan pertanian berubah fungsi menjadi perumahan, lokasi wisata, ataupun industri lainnya.
Secara keseluruhan, kebijakan impor beras harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena bisa berdampak signifikan pada petani lokal. Pemerintah perlu mencari keseimbangan antara menjaga ketahanan pangan dan melindungi keberlangsungan hidup petani nasional.
Kalaulah memang pemerintah ingin Indonesia kembali berswasembada pangan, khususnya beras, sebaiknya tinggalkan kebijakan impor beras, dan alihkan segenap kekuatan untuk terus ketersediaan pangan nasional dari petani lokal, dengan tentu saja pemerintah tidak hanya terus membuka lahan pertanian, pemerintah juga harus membuat kebijakan yang mensejahterakan kehidupan para petani lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H