Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Impor Beras dan Dampaknya, Tantangan bagi Petani Lokal dan Ketahanan Pangan Indonesia

31 Oktober 2024   08:30 Diperbarui: 31 Oktober 2024   09:23 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto: Petani Tolak Impor Beras/sumber: koran-jakarta.com

Tak bisa kita abaikan bahwa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara agraris. 

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah dan subur, menjadikannya ideal untuk pertanian.

Dengan sebagian besar wilayahnya berupa lahan sawah dan kebun, Indonesia dikenal sebagai penghasil utama berbagai komoditas pertanian, terutama beras. Beras menjadi makanan pokok bagi mayoritas rakyat Indonesia, dan sudah lama menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. 

Bahkan, tak mengherankan, nasi bisa dihadirkan dalam berbagai hidangan khas Nusantara, seperti nasi goreng, nasi uduk, dan nasi liwet, yang semuanya terbuat dari beras hasil jerih payah para petani. 

Dalam konteks inilah, peran petani menjadi sangat berarti, karena mereka tidak hanya menghidupi diri sendiri, tetapi juga menyediakan kebutuhan pangan bagi seluruh bangsa.

Bertani adalah profesi yang melibatkan kerja keras, kedekatan dengan alam, dan seringkali penuh dengan tantangan. Namun, bagi banyak petani, pekerjaan ini juga bukan hanya soal mencari nafkah, melainkan juga panggilan hati yang membawa kebahagiaan tersendiri.

 Mereka merasa senang dan bangga mengabdikan hidupnya bekerja di sawah setiap hari, meskipun harus berpanas-panasan, menghadapi cuaca yang tidak menentu, dan tantangan yang berat. Bagi para petani, bertani adalah bagian penting dari kehidupan yang memiliki nilai dan makna mendalam.


Petani sedang Panen/sumber: MediaIndonesia.com
Petani sedang Panen/sumber: MediaIndonesia.com
Salah satu alasan utama yang membuat petani senang bertani adalah kecintaan mereka terhadap alam. Bekerja di alam terbuka, dikelilingi oleh hijau pepohonan dan sawah, memberikan ketenangan yang jarang ditemukan dalam pekerjaan lain. Udara segar, suara alam, dan suasana yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan menjadi penghiburan yang berharga bagi petani. Mereka merasakan kedekatan yang dalam dengan tanah dan tumbuhan yang mereka rawat setiap hari, menjadikan pekerjaan ini lebih dari sekadar rutinitas. Setiap langkah dalam bertani, mulai dari menanam hingga memanen, memberi mereka rasa terhubung dengan kehidupan alami yang penuh kedamaian.

Warisan keluarga juga menjadi salah satu alasan mengapa banyak petani merasa bangga dengan profesi ini. Bagi sebagian besar petani, bertani adalah tradisi turun-temurun yang diwariskan oleh orang tua dan leluhur. Mereka merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melanjutkan pengetahuan serta keterampilan bertani yang sudah dipelajari sejak kecil. Melihat hasil panen yang melimpah menjadi kebanggaan tersendiri, karena mereka dapat menjaga tradisi keluarga sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat.

Tidak hanya itu, kepuasan yang didapat dari hasil kerja keras adalah hal yang tidak tergantikan. Bagi para petani, melihat tanaman tumbuh subur dan akhirnya bisa dipanen memberikan rasa bangga dan kepuasan yang mendalam. Mereka merasakan hasil dari setiap tetes keringat yang mereka keluarkan, dan keberhasilan ini membawa kebahagiaan yang nyata. Kontribusi mereka pada ketahanan pangan negara juga menjadi motivasi tersendiri. Setiap butir padi atau sayuran yang dihasilkan memberi manfaat bagi banyak orang, menjadikan pekerjaan mereka berarti bagi masyarakat luas.

Dengan kata lain, bertani mungkin tampak sederhana, tetapi justru dalam kesederhanaan inilah banyak petani menemukan kebahagiaan. Hidup di desa, bekerja di sawah, dan menghabiskan hari-hari mereka dengan rutinitas yang dekat dengan alam memberikan mereka rasa puas yang berbeda. Mereka merasa hidup mandiri, tidak terikat oleh tekanan pekerjaan yang menuntut jam kerja panjang atau tuntutan kantor. Dengan segala tantangan yang ada, para petani tetap teguh dan bangga, karena mereka tahu bahwa pekerjaan mereka adalah bagian penting dalam menjaga kehidupan dan kedaulatan pangan bangsa.

Antisipasi Pemerintah Atasi Pasokan Beras di Dalam Negeri

Begitu dominannya kebutuhan beras sebagai kebutuhan pokok rakyat, membuat pemerintah menetapkan kebijakan impor beras sebagai langkah untuk menjamin kepastian pasokan dalam negeri. Ketika produksi beras lokal tidak mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat atau menghadapi kendala, seperti gagal panen dan cuaca ekstrem, impor menjadi alternatif penting agar stok tetap aman.

Melalui kebijakan ini, pemerintah berupaya memastikan ketersediaan beras yang mencukupi dan terjangkau, sehingga kebutuhan dasar masyarakat dapat terpenuhi dan stabilitas ekonomi terjaga.

Namun, bukan berarti kebijakan impor beras tidak membawa petaka bagi kehidupan petani di negeri ini.

Kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah, disadari atau tidak, dapat membawa sejumlah risiko bagi petani nasional, di antaranya:

1. Penurunan Harga Gabah Lokal:

Masuknya beras impor dalam jumlah besar dapat menyebabkan harga gabah lokal anjlok. Hal ini terjadi karena beras impor yang melimpah membuat permintaan terhadap beras hasil panen petani lokal menurun, sehingga mereka harus menjual dengan harga lebih rendah, yang berdampak pada pendapatan petani.

2. Menurunkan Semangat dan Daya Saing Petani: 

Ketika beras impor membanjiri pasar, petani lokal bisa kehilangan motivasi untuk terus menanam beras, terutama jika hasil panen mereka tidak dihargai dengan layak. Ini bisa berdampak jangka panjang pada produktivitas pertanian nasional dan menurunkan daya saing petani.

3. Ketergantungan pada Impor: 

Kebijakan impor yang dilakukan secara terus-menerus bisa membuat Indonesia bergantung pada beras luar negeri. Hal ini berisiko mengancam kemandirian pangan dan memperlemah sektor pertanian, yang pada akhirnya memengaruhi stabilitas ekonomi nasional.

4. Meningkatkan Risiko Keuangan bagi Petani: 

Petani yang sudah mengeluarkan biaya untuk produksi -- mulai dari pupuk, benih, hingga perawatan -- akan merugi jika harga gabah terlalu rendah akibat persaingan dengan beras impor. Kerugian ini bisa menyebabkan kesulitan finansial dan bahkan mengakibatkan utang bagi sebagian petani.

5. Ancaman pada Kesejahteraan Petani:

Dengan harga jual gabah yang rendah, pendapatan petani semakin menipis, sehingga kesejahteraan mereka ikut terancam. Jika berlarut-larut, kebijakan impor ini bisa meningkatkan angka kemiskinan di kalangan petani dan mengurangi jumlah tenaga kerja di sektor pertanian.

Foto Ilustrasi Aksi Joget Warga Sukabumi/sumber: disway.id
Foto Ilustrasi Aksi Joget Warga Sukabumi/sumber: disway.id

Adanya fenomena seperti yang terjadi di Sukabumi, dimana petani lebih memilih berjoget  dan meninggalkan sawah, merupakan hal yang wajar karena mereka akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan lebih mudah dan juga lebih cepat.

Aksi joget petani itu hanya sebagian kecil dari upaya tak menariknya lagi bertani di negeri ini. Karena itu, tidak mengherankan apabila banyak lahan pertanian berubah fungsi menjadi perumahan, lokasi wisata, ataupun industri lainnya.

Secara keseluruhan, kebijakan impor beras harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena bisa berdampak signifikan pada petani lokal. Pemerintah perlu mencari keseimbangan antara menjaga ketahanan pangan dan melindungi keberlangsungan hidup petani nasional.

Kalaulah memang pemerintah ingin Indonesia kembali berswasembada pangan, khususnya beras, sebaiknya tinggalkan kebijakan impor beras, dan alihkan segenap kekuatan untuk terus ketersediaan pangan nasional dari petani lokal, dengan tentu saja pemerintah tidak hanya terus membuka lahan pertanian, pemerintah juga harus membuat kebijakan yang mensejahterakan kehidupan para petani lokal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun