Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jadikan Survei Kompas sebagai "Warning" agar Tidak Berpuas Diri

27 Maret 2019   09:00 Diperbarui: 27 Maret 2019   09:49 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Prabowo/Tempo.co

Kurang dari sebulan menjelang hari pencoblosan, lembaga-lembaga survei disibukkan dengan merilis hasil survei teranyarnya yang menyangkut elektabilitas capres, tidak terkecuali dengan apa yang dilakukan Litbang Kompas, lembaga penelitian dan pengembangan yang berada di bawah  nama besar Harian Kompas, surat kabar terbesar di Indonesia.

Dari berbagai rilis lembaga survei, capres petahana, Joko Widodo (Jokowi) masih unggul dari Prabowo Subianto, tentu saja dengan selisih elektabilitas yang cukup bervariasi. Jokowi-Ma'ruf masih menempati posisi di atas 50%.

Namun, hal yang dianggap mengejutkan justru datang dari survei yang dirilis Litbang Kompas. Dianggap mengejutkan, karena hasilnya yang begitu berbeda  dengan lembaga-lembaga lainnya. Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf berada di bawah 50%.

Seperti diketahui, survei Litbang Kompas ini digelar pada 22 Februari-5 Maret 2019, yang melibatkan 2.000 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi di Indonesia. Margin of error survei ini plus-minus 2,2 persen dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasilnya, Jokowi-Ma'ruf Amin 49,2% dan Prabowo-Sandi 37,4%, sedangkan 13,4% masih rahasia.

Hasil survei terbaru Litbang Kompas(KOMPAS)
Hasil survei terbaru Litbang Kompas(KOMPAS)

Meskipun elektabilitas Jokowi masih di atas Prabowo, selisih keduanya begitu tipis, ada di kisaran 11,8%.  Dengan kata lain, hasil survei Litbang Kompas ini, menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf menurun, sedangkan elektabilitas Prabowo-Sandi mengalami kenaikan, dari survei sebelumnya.

Tentu saja, hasil survei Litbang Kompas ini menimbulkan kecurigaan. Hasil survei ini dianggap mendukung Prabowo Subianto. Mengkinkah Kompas berpolitik?

Kecurigaan ini bisa muncul lantaran adanya hubungan yang dekat antara Rachmat Pambudy dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. Rachmat Pambudy sendiri adalah suami dari Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Pambudy.

Pihak Litbang Kompas pun membantah jika hasil survei lembaganya tidak kredibel karena adanya faktor kedekatan salah seorang jajaran redaksinya dengan Prabowo. Seperti yang dikatakan Toto Suryaningtyas, Peneliti Litbang Kompas, dirinya menegaskan surveinya akurat.

"Menurut kami, masih cukup akurat. Sebetulnya kami kaget. Tapi sebetulnya angka kami masih di batas margin of error lembaga survei yang lain," ujar Toto dalam diskusi bertajuk 'Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?' di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

Diskusi terkait hasil survei pilpres. (Eva Safitri/detikcom)
Diskusi terkait hasil survei pilpres. (Eva Safitri/detikcom)


Sebagai penulis, saya pun mempercayai bahwa hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas selama ini dikenal begitu akurat, sehingga masyarakat selalu menunggu-nunggu survei dari Harian yang didirikan Jacob Oetama dan PK Ojong ini.

Terlalu bodoh kiranya, jika karena adanya kedekatan pribadi salah seorang jajaran redaksinya, membuat Harian Kompas kehilangan kredibilitasnya yang sudah dibangun sejak lama.

Sebagai salah seorang yang pernah bekerja di lingkungan Kelompok Kompas-Gramedia (KKG), penulis merasa yakin dan mempercayai bahwa survei Litbang Kompas dan juga termasuk Harian Kompas masih berpegang teguh pada prinsip independensi yang dipegangnya selama ini.

Jika kita mau bijak, apapun hasil survei Libang Kompas atau lembaga lainnya, sudah sepatutnya dicermati bahwa segalanya bisa berubah.  Jangan lantas karena hasilnya tidak sesuai dengan keinginan, membuat para pendukung Jokowi-Ma'ruf atau Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf menjadi gelap mata, dan menilai survei Litbang Kompas ini sudah tidak lagi kredibel.

Survei Litbang Kompas ini, sudah sepatutnya dijadikan warning bagi TKN untuk berbenah diri dan bekerja lebih keras dan lebih cerdas lagi. Atau jika penulis mengambil istilah penulis buku "Tuhan dalam Secangkir Kopi" Denny Siregar, lihatlah survei Litbang Kompas sebagai Wake Up call sebagai alarm bahwa pertandingan belum usai, karena begitu banyak kemungkinan terjadi sebelum mencapai finish.


Jokowi pun menilai secara positif hasil survei Litbang Kompas. Baginya, hasil survei Litbang Kompas ini bisa mendorong dan memicu seluruh relawan dan kader untuk bekerja lebih militan lagi. 

Benar, jika beberapa lembaga survei telah  menempatkan pasangan  Jokowi-Ma'ruf lebih unggul dari Prabowo-Sandi. Dan, hal itu jika tidak diwaspadai, justru akan membuat TKN Jokowi-Ma'ruf berpuas diri. Jika TKN Jokowi-Ma'ruf sudah berpuas diri dan sudah merasa menang, itu sama artinya Jokowi-Ma'ruf sudah kalah sebelum pencoblosan. Itu yang harus dihindari.

Salam dan terima kasih!

 sumber:

  1. Detik.com (26/03/2019): "Hasilnya Disorot, Peneliti Litbang Kompas Yakin Surveinya Akurat"
  2. Tagar.id (21/03/2019): "Perlukah Kita Percaya Survei Litbang Kompas?"  
  3. Republika.co.id (21/03/2019: "Reaksi Jokowi, Maruf, dan TKN Atas Survei Litbang Kompas"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun