Masalah memuncak ketika kepala sekolah mengadakan rapat dengan para guru untuk membahas ekstrakurikuler mana yang akan mendapatkan anggaran tambahan tahun depan. PMR sama sekali tidak disebutkan. Bahkan, salah satu guru usul agar PMR dibubarkan saja dengan alasan sudah tidak relevan. Berita ini sampai ke telinga Kayla dan anggota lainnya. Mereka merasa sangat terpukul.
"Kita harus melakukan sesuatu," kata Kayla dengan tegas. "Kalau tidak, PMR benar-benar akan hilang."
Malam itu, mereka kembali ke sekolah diam-diam untuk menyelidiki ruang arsip di dekat ruang guru. Dengan membawa senter dan keberanian seadanya, mereka memeriksa setiap dokumen yang berkaitan dengan PMR. Awalnya, mereka tidak menemukan apa-apa, hingga Valla menemukan sebuah folder dengan label "PMR 5 Tahun Lalu".
Folder itu berisi laporan tentang sebuah insiden yang melibatkan PMR. Laporan itu menyebutkan bahwa saat simulasi tanggap bencana, salah satu anggota PMR salah memberikan penanganan medis, yang menyebabkan seorang siswa cedera parah. Insiden ini memicu kemarahan orang tua siswa dan membuat pihak sekolah harus menghadapi tuntutan. Akhirnya, pihak sekolah memutuskan untuk mengurangi peran PMR dan mengalihkan perhatian ke ekstrakurikuler lain.
"Jadi ini alasannya?" gumam Felisya. "Mereka takut kejadian ini terulang."
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari luar ruangan arsip. Mereka semua terdiam. Arya mematikan senter, dan mereka menahan napas. Suara itu semakin dekat, lalu berhenti tepat di depan pintu. Setelah beberapa detik hening, pintu arsip terbuka perlahan, dan mereka melihat seorang pria tua berdiri di sana.
"Kalian ngapain di sini?" tanyanya dengan suara berat. Pria itu ternyata Pak Burhan, penjaga sekolah.
Setelah menjelaskan alasan mereka berada di situ, Pak Burhan akhirnya mengungkapkan cerita yang sebenarnya. "PMR dulu adalah kebanggaan sekolah ini. Tapi setelah insiden itu, semua berubah. Kepala sekolah saat itu memutuskan untuk tidak membubarkan PMR, tapi juga tidak memberikan dukungan. Semua demi menjaga nama baik sekolah."
Namun, Kayla tidak menyerah. Ia melihat ini sebagai peluang untuk mengembalikan nama baik PMR. "Kesalahan di masa lalu tidak bisa diubah, tapi kita bisa membuktikan bahwa PMR telah belajar dan menjadi lebih baik," katanya.
Dengan dukungan teman-temannya, Kayla menulis artikel tentang pentingnya peran PMR dalam kesiapsiagaan bencana dan bagaimana mereka ingin memperbaiki citra mereka. Artikel itu juga mengajak siswa lain untuk memberikan kesempatan kedua bagi PMR.
Keesokan harinya, artikel itu diterbitkan di mading sekolah. Tidak disangka, banyak siswa dan guru yang mulai memberikan perhatian lebih pada PMR. Bahkan, kepala sekolah yang baru akhirnya menyediakan dana untuk memperbaiki peralatan mereka dan berjanji untuk mendukung kegiatan mereka ke depannya.