Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Ketika Pernikahan Ditakuti

6 Januari 2025   22:10 Diperbarui: 7 Januari 2025   21:34 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menikah (Unsplash)


Saya memang sudah agak jarang berinteraksi dengan teman-teman yang sudah dewasa namun belum menikah. Circle saya setelah menikah mayoritas adalah orang-orang yang sudah menikah.

Kemarin ketika bertemu dengan teman yang belum menikah, saya agak terkejut mendengar keluhannya. Usianya sudah 30 tahunan. Namun, jangankan menikah, perempuan incaran saja belum ada.

Saya pikir, dia memang belum mau menikah, namun ternyata saya salah. Dia mau menikah, namun dia kesulitan menemukan perempuan yang sesuai harapannya.

Dia sudah ikut beberapa grup perjodohan, namun setiap kali mengajukan proposal dan mencoba membangun komunikasi dengan perempuan yang diinginkan, ujung-ujungnya kandas begitu saja.

Ternyata di antara alasannya adalah mayoritas perempuan yang dia incar memiliki pandangan bahwa pernikahan harus ideal seperti di drama-drama korea. Perempuan-perempuan itu ingin menikah, tapi seperti tidak mau bekerja sama atau berbagi tugas kerumahtanggaan.

Bahasa yang sering diungkapkan perempuan-perempuan yang dia dekati adalah tidak ingin ada patriarki dalam rumah tangganya. Jadi, mereka ingin menikah tapi semua tugas kerumahtanggaan harus dikerjakan pria. Mulai dari cari nafkah hingga urusan domestik.

Mendengar keluhan itu, saya jadi ingat ketika beberapa bulan setelah menikah, saya bertemu teman perempuan yang belum menikah. Waktu itu, usia pernikahan saya baru sekitar tiga bulanan.

Teman perempuan itu bertanya kepada saya apakah sepanjang pernikahan kami pernah bertengkar? Apakah saya sebagai suami juga membantu mencuci piring?

Waktu itu saya berpikir, itu pertanyaan tidak penting. Sebab bagi saya, ketika saya menikah maka saya harus siap menerima kelebihan dan kekurangan pasangan.

Sebagai suami, kalau ada tindakan istri yang tidak cocok, ya cukup diajak diskusi atau diingatkan. Bisa jadi, saya merasa tindakan itu tidak cocok hanya karena saya belum paham maksud dan tujuannya. 

Lagi pula, saya menikah untuk seumur hidup, bukan sesaat. Jadi, saya harus beradaptasi terhadap setiap perbedaan yang ada di rumah tangga. Tidak perlu diselesaikan dengan emosional. Toh semua bisa dibicarakan dengan baik-baik asal keduanya mau berpikir terbuka dan tulus.

Terkait urusan domestik, seperti mencuci piring, bagi saya itu bukan hal urgen. Dalam benak saya, kalau ada piring kotor di wastafel, masak harus nunggu istri untuk mencuci. Toh itu bukan sesuatu yang sulit. 

Apalagi sejak di pondok dulu, kemudian kuliah, saya sudah biasa melakukan semua itu. Memasak, mencuci piring, mencuci baju, dan lain-lain. 

Namun, ketika menikah saya lebih suka masakan istri. Kemudian demi menghemat waktu dan karena sejumlah kesibukan, kami memilih mencuci baju pakai mesin cuci. 

Menurut saya, kalau ingin keluarga berjalan harmonis ya kuncinya saling mengerti saja. Kata penghulu saya saat rapak pernikahan, tidak ada yang hebat dalam dunia pernikahan. Semua sama-sama dan terus belajar.

"Kuncinya, jangan lakukan apa yang tidak disukai pasangan. Kalau kamu suka pakai kipas angin, tapi pasanganmu tidak, ya miringkan saja kipasnya," nasihatnya.

Jadi, menurut saya, kalau sama-sama sibuk untuk mencuci baju, ya sudah pakai jasa laundry atau beli mesin cuci. Kalau sedang capek untuk memasak, ya sudah beli saja. Intinya, rumah tangga dibawa santai saja dan utamakan kebahagiaan bersama.

Dari keluhan-keluhan teman saya, saya akhirnya mengerti mengapa belakangan banyak yang takut menikah atau tidak kunjung menikah. Banyak di antara mereka yang termakan iklan dan mengeneralisir ketidakharmonisan beberapa rumah tangga tanpa memahami fakta sebenarnya.

Surabaya, 6 Januari 2025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun