Saya memang sudah agak jarang berinteraksi dengan teman-teman yang sudah dewasa namun belum menikah. Circle saya setelah menikah mayoritas adalah orang-orang yang sudah menikah.
Kemarin ketika bertemu dengan teman yang belum menikah, saya agak terkejut mendengar keluhannya. Usianya sudah 30 tahunan. Namun, jangankan menikah, perempuan incaran saja belum ada.
Saya pikir, dia memang belum mau menikah, namun ternyata saya salah. Dia mau menikah, namun dia kesulitan menemukan perempuan yang sesuai harapannya.
Dia sudah ikut beberapa grup perjodohan, namun setiap kali mengajukan proposal dan mencoba membangun komunikasi dengan perempuan yang diinginkan, ujung-ujungnya kandas begitu saja.
Ternyata di antara alasannya adalah mayoritas perempuan yang dia incar memiliki pandangan bahwa pernikahan harus ideal seperti di drama-drama korea. Perempuan-perempuan itu ingin menikah, tapi seperti tidak mau bekerja sama atau berbagi tugas kerumahtanggaan.
Bahasa yang sering diungkapkan perempuan-perempuan yang dia dekati adalah tidak ingin ada patriarki dalam rumah tangganya. Jadi, mereka ingin menikah tapi semua tugas kerumahtanggaan harus dikerjakan pria. Mulai dari cari nafkah hingga urusan domestik.
Mendengar keluhan itu, saya jadi ingat ketika beberapa bulan setelah menikah, saya bertemu teman perempuan yang belum menikah. Waktu itu, usia pernikahan saya baru sekitar tiga bulanan.
Teman perempuan itu bertanya kepada saya apakah sepanjang pernikahan kami pernah bertengkar? Apakah saya sebagai suami juga membantu mencuci piring?
Waktu itu saya berpikir, itu pertanyaan tidak penting. Sebab bagi saya, ketika saya menikah maka saya harus siap menerima kelebihan dan kekurangan pasangan.
Sebagai suami, kalau ada tindakan istri yang tidak cocok, ya cukup diajak diskusi atau diingatkan. Bisa jadi, saya merasa tindakan itu tidak cocok hanya karena saya belum paham maksud dan tujuannya.Â
Lagi pula, saya menikah untuk seumur hidup, bukan sesaat. Jadi, saya harus beradaptasi terhadap setiap perbedaan yang ada di rumah tangga. Tidak perlu diselesaikan dengan emosional. Toh semua bisa dibicarakan dengan baik-baik asal keduanya mau berpikir terbuka dan tulus.