Terkait urusan domestik, seperti mencuci piring, bagi saya itu bukan hal urgen. Dalam benak saya, kalau ada piring kotor di wastafel, masak harus nunggu istri untuk mencuci. Toh itu bukan sesuatu yang sulit.Â
Apalagi sejak di pondok dulu, kemudian kuliah, saya sudah biasa melakukan semua itu. Memasak, mencuci piring, mencuci baju, dan lain-lain.Â
Namun, ketika menikah saya lebih suka masakan istri. Kemudian demi menghemat waktu dan karena sejumlah kesibukan, kami memilih mencuci baju pakai mesin cuci.Â
Menurut saya, kalau ingin keluarga berjalan harmonis ya kuncinya saling mengerti saja. Kata penghulu saya saat rapak pernikahan, tidak ada yang hebat dalam dunia pernikahan. Semua sama-sama dan terus belajar.
"Kuncinya, jangan lakukan apa yang tidak disukai pasangan. Kalau kamu suka pakai kipas angin, tapi pasanganmu tidak, ya miringkan saja kipasnya," nasihatnya.
Jadi, menurut saya, kalau sama-sama sibuk untuk mencuci baju, ya sudah pakai jasa laundry atau beli mesin cuci. Kalau sedang capek untuk memasak, ya sudah beli saja. Intinya, rumah tangga dibawa santai saja dan utamakan kebahagiaan bersama.
Dari keluhan-keluhan teman saya, saya akhirnya mengerti mengapa belakangan banyak yang takut menikah atau tidak kunjung menikah. Banyak di antara mereka yang termakan iklan dan mengeneralisir ketidakharmonisan beberapa rumah tangga tanpa memahami fakta sebenarnya.
Surabaya, 6 Januari 2025
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H