Memiliki anak tentu bukan sesuatu yang bisa diwujudkan. Selain karena sudah tidak memiliki suami, Mbok Hamidah juga telah menopause dan telah dinyatakan mandul sejak muda. Namun, memiliki kehidupan yang lebih baik, tempat tinggal yang paling tidak berkipas angin, tentu masih bisa diusahakan.
Sejak itu ia berusaha lebih keras. Ia memulung lebih pagi, lebih jauh, dan lebih malam pulangnya. Mbok Hamidah pun kini mulai menabung. Ia mengurangi makan agar keinginannya segera tercapai. Ia akan mencicil mengubah hidupnya. Hal pertama yang ingin ia lakukan adalah membeli kipas angin.
Namun, hari itu cuaca sangat terik. Sementara perut Mbok Hamidah kosong. Keringat dingin mengalir deras membasahi kulit keriputnya.
Hari itu, ia memulung di depan rumah oren itu lagi. Ia menemukan banyak barang bekas yang bernilai jual cukup mahal.
Tiba-tiba mata Mbok Hamidah berkunang-kunang. Lalu secara mendadak gelap. Mbok Hamidah merasa seperti berada di sebuah rumah mewah yang sejuk. Di atas terdapat kipas angin menyala. Di telinganya, suara derik kipas itu terasa merdu.
Dari pintu, Pak Tarno berjalan mendekati Mbok Hamidah. Wajahnya bercahaya dan berseri-seri. Tampak lebih muda dengan diliputi senyum ceria.
Pak Tarno mendekati telinga Mbok Hamidah dan berbisik, "Bangunlah, Hamidah! Impianmu sudah tercapai. Tinggal di rumah berkipas angin dan makanan dilayani oleh perempuan muda."
Belum sempat menjawab, bayangan suaminya itu langsung hilang. Suara itu berganti suara perempuan. Perlahan Mbok Hamidah membuka mata.
"Ayo dimakan dulu buburnya, Mbok," ujar perempuan muda berpakaian serba putih itu.
"Mbok ditemukan pingsan oleh seseorang. Sekarang Mbok ada di Puskesmas. Ayo makan buburnya, saya suapin biar Mbok segera sehat," tambah perempuan itu sambil menyodorkan sendok berisi bubur ke mulut Mbok Hamidah.
K313, 29 September 2022