Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mbok Hamidah

18 Oktober 2022   09:49 Diperbarui: 18 Oktober 2022   09:56 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia pun tidak mau pulang terlalu malam ke gubuknya. Sebelum azan Magrib berkumandang, ia harus sudah tiba di gubuknya. Sebab menurut keyakinannya yang sudah turun temurun dari leluhurnya, menjelang azan Magrib, roh keluarga yang sudah meninggal akan pulang ke rumah masing-masing.

Karena keyakinan itu pula, Mbok Hamidah selalu membuat secangkir kopi setiap sore. "Minumlah kopi ini, Tarno. Mungkin di kuburan kamu tidak menemukan kopi," gumamnya sembari menaruh secangkir kopi panas di meja kecil tempat Pak Tarno biasa duduk.

Semakin hari, rasa rindu Mbok Hamidah ke suaminya semakin besar. Tak ada cara untuk melipur hatinya kecuali memulung. Dengan memulung, ia bisa sedikit melupakan kesedihan dan kerinduannya. Sementara kalau berada di rumah, bayang-bayang Pak Tarno begitu kuat.

Satu hari, Kamis Kliwon, Mbok Hamidah benar-benar dilanda rasa sedih dan rindu yang teramat. Ia pun memutuskan untuk memulung sepanjang hari.

Ia terus berjalan menyusuri pinggiran kali dan masuk ke gang-gang. Ini adalah kali pertama Mbok Hamidah memulung di gang. Sesekali ia gugup sebab takut disangka pencuri.

Di ujung gang, ia melihat rumah warna oren. Di halamannya dipenuhi bunga-bunga. Di depannya terdapat tempat sampah.

Mbok Hamidah yakin, sampah orang kaya pasti banyak barang yang masih bisa dijual. Dengan langkah tertatih-tatih pun, ia segera mendekatinya.

Namun, tiba-tiba ada sesuatu terasa mengalir di darah dan pikiran Mbok Hamidah. Ia melihat seorang perempuan paruh baya duduk santai di teras rumah mewah itu. Seorang perempuan muda datang dari dalam rumah membawa sepiring makanan di tangan kanannya dan segelas susu di tangan kirinya. Rupanya, makanan itu ia suapkan kepada perempuan renta itu.

Pemandangan sore itu selalu terbayang dalam pikiran Mbok Hamidah. Setiap malam, ia pun tak kunjung bisa memejamkan mata hingga larut malam.

"Andai aku punya rumah dan keturunan seperti dia, tentu aku akan lebih bahagia," gumamnya sambil memandangi langit-langit gubuknya yang terbuat dari seng bekas dari memulung.

Bayangan kemewahan hidup itu terus muncul dalam benak Mbok Hamidah. Bahkan telah menyingkirkan bayangan suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun