“saya adalah salah satu pengurus masjid yang membutuhkan tenagakebersihan dan itu tadi adalah caraku mengenalmu, hanya sebatas pura-pura.Apakah anda bersedia?
“Saya tidak mau.”
“Kenapa?”
“Aku tidak pantas. Seandainya kusanggupi lalu bagaimana kataorang-orang nanti, padahal sepanjang hidupku tidak pernah menjamah masjid.Biarlah aku seperti ini.”
“Baiklah, apakah anda tau ulat?”
“Ulat apa?”
“Ulat apa saja.”
“Lalu apa hubungannya?”
“Jika ulat yang begitu menjjikkan sepanjang hidupnya bisamerubah dirinya menjadi makhluk yang terindah. Kenapa anda tidak bisa? Andaadalah manusia yang bermartabat bukan ulat yang tak punya akal dan pikiran.Jangan biarkan umurmu yang tersisa itu terbuang percuma.”
Mirah terdiam tertunduk lesu. Tak biasanya ia mau mendengarperkataan orang lain, tetapi kali ini ia terbius oleh ucapan pria asing itu.Uang senilai sepuluh juta rupiah lebih dari cukup untuk melunasihutang-hutangnya. Tanpa diminta uang itu lalu diserahkan dan Mirah denganberurai air mata menerimanya. Pria itu adalah seorang pengusaha properti, iaingin menebus sebagian dosa-dosanya diwaktu muda. Ia masih ingat betul kala ituia mendatangi apartemen Mirah untuk berhubungan badan, tetapi Mirah mungkinlupa akan hal itu. Entah telah berapa puluh atau bahkan berapa ratus priahidung belang yang pernah menidurinya masih menjadi misteri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H