Perkembangan teknologi digital telah merombak hampir setiap aspek kehidupan manusia, termasuk sektor pertahanan. Dalam era digitalisasi ini, industri pertahanan menghadapi tantangan baru berupa ancaman siber yang semakin kompleks. Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang besar untuk mengintegrasikan teknologi digital ke dalam strategi pertahanan nasional. Keamanan siber menjadi isu sentral dalam pengelolaan sistem pertahanan modern, menuntut negara untuk tidak hanya melindungi infrastruktur fisik, tetapi juga mengamankan ruang digital yang rentan terhadap serangan.
Transformasi Digital dalam Industri Pertahanan
Digitalisasi telah membawa transformasi besar dalam industri pertahanan. Sistem senjata canggih, seperti drone dan kendaraan militer otonom, kini mengandalkan jaringan internet untuk operasionalnya. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), analitik data, dan Internet of Things (IoT) telah diterapkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem pertahanan. Sebagai contoh, Amerika Serikat mengembangkan proyek seperti Project Maven, yang menggunakan AI untuk menganalisis data video dari drone, mempercepat pengambilan keputusan di medan perang.
Namun, ketergantungan pada teknologi digital ini juga membuka celah bagi aktor jahat. Serangan siber dapat melumpuhkan sistem komunikasi militer, mencuri data rahasia, atau bahkan mengendalikan perangkat keras pertahanan. Dalam konteks ini, keamanan siber bukan hanya pelengkap, tetapi fondasi utama yang harus dibangun dengan kokoh.
Ancaman Siber dan Dampaknya pada Pertahanan
Ancaman siber dalam industri pertahanan sangat beragam, mulai dari serangan phishing, peretasan sistem, hingga serangan ransomware. Salah satu contoh nyata adalah serangan pada sistem pertahanan Estonia pada tahun 2007. Serangan ini, yang diduga dilakukan oleh aktor negara, melumpuhkan jaringan komunikasi, lembaga keuangan, dan infrastruktur vital negara tersebut. Kasus ini menunjukkan bagaimana serangan siber dapat menjadi alat geopolitik yang efektif dan merusak.
Di Indonesia, ancaman serupa juga tidak dapat diabaikan. Infrastruktur pertahanan kita masih rentan terhadap serangan siber, terutama di tengah upaya modernisasi militer. Tahun 2020, Indonesia mengalami kebocoran data besar-besaran yang melibatkan data militer dan keamanan. Peristiwa ini menjadi alarm bagi pentingnya penguatan sistem keamanan siber, khususnya dalam sektor pertahanan.
Peluang di Era Digitalisasi
Meski ancaman siber menjadi perhatian utama, era digitalisasi juga membawa peluang besar bagi industri pertahanan. Salah satu peluang tersebut adalah pengembangan teknologi keamanan siber yang dapat diintegrasikan dengan sistem pertahanan. Teknologi enkripsi, firewall canggih, dan deteksi intrusi berbasis AI adalah beberapa inovasi yang dapat memperkuat perlindungan terhadap serangan siber.
Selain itu, kerjasama internasional dalam bidang keamanan siber menjadi peluang strategis. Misalnya, NATO telah membentuk Cyber Defence Pledge untuk memperkuat kemampuan anggotanya dalam menghadapi ancaman siber. Indonesia dapat belajar dari inisiatif ini untuk membangun kerjasama dengan negara-negara lain, termasuk dalam berbagi teknologi dan pengalaman dalam mengatasi ancaman siber.
Digitalisasi juga memungkinkan efisiensi dalam pengelolaan anggaran pertahanan. Dengan sistem berbasis digital, proses logistik dan pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dapat dilakukan secara lebih efisien, mengurangi potensi pemborosan anggaran. Contohnya adalah penggunaan teknologi blockchain untuk melacak rantai pasokan peralatan militer, memastikan transparansi dan keamanan data.
Membangun Ketahanan Siber yang Kokoh
Untuk menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, industri pertahanan perlu membangun ketahanan siber yang kokoh. Salah satu langkah penting adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidang keamanan siber. Pelatihan intensif bagi personel militer dan teknisi sipil sangat diperlukan untuk memahami teknik-teknik terbaru dalam menghadapi serangan siber.
Selain itu, investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) juga menjadi keharusan. Negara-negara maju seperti Israel telah menunjukkan bagaimana investasi besar dalam R&D dapat menciptakan ekosistem keamanan siber yang kuat. Melalui program seperti Unit 8200, Israel berhasil mengembangkan teknologi keamanan siber yang tidak hanya melindungi sektor militer, tetapi juga sektor sipil.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan letak geografis strategis, memiliki potensi untuk mengembangkan ekosistem keamanan siber yang serupa. Pemerintah dapat mendorong kerjasama antara akademisi, industri, dan lembaga pertahanan untuk menciptakan inovasi lokal yang relevan dengan kebutuhan nasional.
Regulasi dan Kebijakan yang Mendukung
Tidak kalah penting, penguatan keamanan siber dalam industri pertahanan harus didukung oleh regulasi dan kebijakan yang tepat. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang baru disahkan di Indonesia merupakan langkah awal yang baik. Namun, diperlukan aturan yang lebih spesifik untuk mengatur keamanan siber dalam sektor pertahanan, termasuk standar minimum yang harus dipenuhi oleh penyedia teknologi militer.
Selain itu, diplomasi siber juga perlu diperkuat. Indonesia dapat mengambil peran aktif dalam forum internasional, seperti United Nations Group of Governmental Experts on Developments in the Field of Information and Telecommunications, untuk mendorong pengaturan global yang lebih adil dan inklusif dalam menghadapi ancaman siber.
Perbandingan dengan Negara Lain
Dalam menghadapi era digitalisasi, setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam melindungi industri pertahanannya dari ancaman siber. Amerika Serikat, misalnya, memiliki Cyber Command, sebuah unit khusus di bawah Departemen Pertahanan yang fokus pada operasi keamanan siber. Di sisi lain, Singapura, meskipun negara kecil, telah mengembangkan Cyber Security Agency yang menjadi model dalam mengintegrasikan keamanan siber di berbagai sektor, termasuk pertahanan.
Indonesia dapat belajar dari pendekatan-pendekatan ini, terutama dalam hal membangun struktur organisasi yang responsif terhadap ancaman siber. Pendekatan hibrida yang menggabungkan keunggulan sistem Amerika dan Singapura dapat menjadi solusi yang relevan dengan konteks Indonesia.
Menuju Sistem Pertahanan yang Tangguh
Di era digitalisasi, keamanan siber tidak lagi menjadi pelengkap, melainkan inti dari strategi pertahanan. Industri pertahanan harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi, sekaligus membangun sistem yang tangguh terhadap ancaman siber. Melalui investasi dalam teknologi, pengembangan SDM, dan regulasi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan era digitalisasi untuk memperkuat sistem pertahanannya.
Lebih dari itu, pendekatan kolaboratif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik di tingkat nasional maupun internasional, menjadi kunci untuk menghadapi tantangan ini. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, Indonesia tidak hanya mampu melindungi dirinya dari ancaman siber, tetapi juga menjadi pemain yang diperhitungkan dalam ekosistem pertahanan global.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI