Namun, mencapai tahap ini tidaklah mudah. Masih ada banyak regulasi ketat di tingkat internasional terkait ekspor produk-produk pertahanan. Oleh karena itu, strategi diplomasi ekonomi yang mendukung akses pasar harus menjadi bagian dari kebijakan pengembangan industri ini.
3. Tantangan Pendanaan dan Infrastruktur
Pengembangan industri pertahanan kedirgantaraan membutuhkan biaya investasi yang sangat besar. Mulai dari pembangunan infrastruktur produksi hingga pembiayaan riset dan pengembangan (R&D), semuanya memerlukan dukungan finansial yang konsisten dan berkelanjutan. Namun, anggaran pertahanan yang terbatas sering kali menjadi penghalang utama.Â
Mengandalkan dana pemerintah saja tidak cukup untuk membiayai semua proyek, sehingga dibutuhkan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan investor asing untuk memperkuat pendanaan sektor ini.
Sebagai perbandingan, India telah mengatasi masalah serupa dengan menciptakan skema "Make in India," yang mendorong investasi asing dalam industri pertahanannya. Skema ini membuka peluang bagi perusahaan swasta untuk terlibat langsung dalam produksi peralatan militer dan kedirgantaraan, sekaligus meningkatkan kapasitas industri lokal.
 Indonesia bisa belajar dari pendekatan ini dengan menciptakan iklim investasi yang ramah bagi perusahaan domestik dan asing untuk berinvestasi di sektor pertahanan.
4. Keterbatasan Teknologi dan Sumber Daya Manusia
Meskipun peluang besar terbuka melalui kolaborasi dan transfer teknologi, keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi tetap menjadi tantangan yang signifikan. Saat ini, Indonesia masih menghadapi keterbatasan dalam penguasaan teknologi inti yang diperlukan untuk memproduksi alutsista canggih.Â
Di sisi lain, industri ini membutuhkan tenaga kerja yang sangat terampil, mulai dari insinyur hingga ahli teknologi informasi yang paham akan spesifikasi dan standar militer.
Untuk mengatasi tantangan ini, pengembangan pendidikan dan pelatihan di bidang kedirgantaraan menjadi krusial. Institusi pendidikan dan industri perlu membangun kemitraan yang kuat guna menghasilkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi di bidang pertahanan.Â
Misalnya, Prancis bekerja sama dengan universitas-universitas lokal dan membangun program magang di perusahaan besar seperti Airbus. Pendekatan serupa bisa diterapkan di Indonesia untuk mempercepat proses pengembangan keahlian.