Selain dari produksi pangan, salah satu hambatan besar dalam ketahanan pangan Indonesia adalah rantai pasokan yang tidak efisien. Banyak hasil pertanian yang hilang atau rusak selama proses distribusi akibat kurangnya manajemen yang baik. Di sini, teknologi blockchain dan big data dari Society 5.0 memainkan peran kunci.
1. Blockchain untuk Transparansi Rantai Pasokan
Teknologi blockchain, yang dikenal karena keandalannya dalam mencatat transaksi, dapat memberikan transparansi dalam setiap langkah rantai pasokan pangan.Â
Dengan memanfaatkan blockchain, setiap produk pangan dapat dilacak mulai dari proses produksi hingga sampai ke tangan konsumen. Ini memungkinkan semua pihak yang terlibat untuk mengetahui asal-usul produk, kualitasnya, serta waktu distribusinya.
Di Indonesia, blockchain dapat membantu petani kecil yang sering kali diabaikan dalam rantai pasokan. Melalui sistem ini, mereka dapat memperoleh akses langsung ke pasar yang lebih luas tanpa harus melewati terlalu banyak perantara.Â
Ini juga mengurangi risiko penipuan, ketidakadilan harga, serta memastikan bahwa konsumen mendapatkan produk pangan yang segar dan berkualitas.
2. Big Data untuk Perencanaan dan Prediksi
Big data memungkinkan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan perencanaan yang lebih baik terkait produksi dan distribusi pangan.Â
Dengan memanfaatkan data historis tentang pola konsumsi, perubahan cuaca, dan permintaan pasar, pemerintah dapat memprediksi kebutuhan pangan nasional secara lebih akurat. Ini membantu dalam memastikan bahwa produksi pangan selalu sesuai dengan kebutuhan, sehingga tidak ada surplus maupun kekurangan yang signifikan.
Di masa lalu, ketergantungan Indonesia pada impor pangan sering kali disebabkan oleh ketidakmampuan untuk memprediksi kebutuhan pangan dalam negeri dengan tepat.Â
Adanya big data, analisis yang lebih cermat dapat dilakukan untuk mengoptimalkan alokasi sumber daya dan memastikan bahwa produksi pangan domestik mencukupi kebutuhan masyarakat.