Ketika dunia di luar berubah dengan cepat, ketika teknologi dan modernitas mengubah wajah kehidupan, cinta Tjiptadinata dan Roselina tetap sama. Ia tidak berubah, tidak tergoyahkan oleh arus zaman. Cinta itu tetap seperti gunung, tetap seperti berlian yang memantulkan cahaya meski di tengah kegelapan.
Bab 4: Berlian yang Terpahat dalam Waktu
Di ulang tahun pernikahan mereka yang ke-60, sebuah pesta kecil diadakan. Di sana, di antara teman-teman lama dan keluarga yang berkumpul, Tjiptadinata berdiri dengan gagah. Meski tubuhnya tak lagi sekuat dulu, matanya tetap menyimpan kekuatan yang sama---kekuatan cinta yang tak pernah pudar. Di sampingnya, Roselina tersenyum, senyum yang sama seperti saat mereka pertama kali bertemu di bawah pohon beringin tua.
Tjiptadinata:
"Kepada cinta yang telah kami ukir bersama,
Cinta yang tak lekang oleh waktu.
Ia bukanlah cinta yang mudah,
Namun setiap ujian hanya membuatnya semakin kuat."
Di hadapan mereka, anak-anak, cucu-cucu, dan generasi berikutnya melihat dengan penuh kekaguman. Mereka menyaksikan sepasang manusia yang telah melalui segala badai, namun tetap berdiri tegak. Mereka melihat cinta yang bukan hanya sekadar perasaan, melainkan karya seni yang terukir dalam waktu---sebuah berlian yang tak pernah retak, meski dunia di sekelilingnya terus berubah.
Epilog: Cinta yang Menjadi Legenda
Cinta Opa Tjiptadinata dan Oma Roselina tidak pernah hanya menjadi milik mereka sendiri. Cinta itu telah menjadi bagian dari sebuah legenda, sebuah kisah yang akan terus diceritakan dari generasi ke generasi. Setiap anak dan cucu mereka akan mengenang cinta ini, bukan hanya sebagai kisah romantis, tetapi sebagai pelajaran tentang keteguhan, tentang bagaimana cinta sejati harus terus diperjuangkan.
Narator (menutup dengan suara lembut):
"Cinta yang mereka ukir,
Adalah cinta yang tak pernah pudar.
Ia terukir dalam waktu,
Seperti berlian yang abadi.
Dan dalam setiap kilauan,
Ada cerita tentang keteguhan,
Tentang cinta yang melampaui batas usia,
Tentang cinta yang menjadi legenda."
Legenda cinta Opa Tjiptadinata dan Oma Roselina adalah sebuah pelajaran bahwa cinta sejati bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang bagaimana dua jiwa yang berbeda dapat bersatu, saling melengkapi, dan terus berdiri bersama meski dunia di sekitar mereka berubah. Cinta mereka adalah berlian yang tidak pernah pecah---cahaya yang akan terus bersinar, terpahat dalam waktu.