Legenda Modern: "Legenda Cinta yang Terpahat dalam Waktu"
Tema: Diamond Wedding Opa Tjiptadinata Effendi dan Oma Roselina Tjiptadinata
Prolog: Fajar yang Tak Pernah Pudar
Dalam sebuah dunia yang tak tersentuh oleh perubahan zaman, berdirilah sepasang jiwa yang menentang arus waktu. Opa Tjiptadinata Effendi dan Oma Roselina Tjiptadinata adalah sepasang berlian yang tak pernah pudar kilauannya. Pernikahan mereka, yang melangkah memasuki usia ke-60 tahun, bagaikan sebuah epik yang diukir dalam batu karang kokoh. Inilah legenda tentang cinta yang bertahan, bukan hanya dari waktu, tetapi dari segala badai kehidupan yang mencoba merobohkannya.
Cinta mereka bukan cinta yang biasa. Ia bukan kisah tentang bunga mawar yang cepat layu, bukan pula seperti air sungai yang mengalir diam-diam. Cinta mereka bagaikan gunung; tumbuh perlahan namun tegak, terpahat dalam waktu. Setiap detik, setiap langkah, menjadi bagian dari ukiran besar yang tak lekang oleh masa.
Bab 1: Awal Mula dalam Cahaya Purnama
Di sebuah desa yang jauh dari hingar bingar kota, di bawah cahaya purnama yang menyinari lembut, Tjiptadinata muda bertemu dengan Roselina. Pertemuan itu sederhana, namun terukir dalam sanubari. Tjiptadinata, dengan pandangan penuh ketenangan dan tekad, memandang Roselina, seorang wanita dengan senyuman yang mampu menundukkan badai. Dalam senyuman itu, Tjiptadinata tahu bahwa hidupnya tak akan pernah sama lagi.
Narator:
"Ada pertemuan yang dikehendaki oleh takdir,
Yang takkan pernah terhapus dari ingatan.
Tatapan pertama adalah permulaan,
Namun cinta yang lahir, akan terpahat dalam hati."
Hari demi hari berlalu, dan di bawah pohon beringin tua, Tjiptadinata berjanji pada Roselina. Bukan janji yang ringan, bukan janji yang mudah. Ia berjanji bahwa apa pun yang terjadi, ia akan selalu berdiri di sampingnya, dalam tawa dan tangis, dalam terang dan gelap. Dan janji itu, lebih kuat dari rantai baja, mulai terukir dalam jiwa mereka.
Bab 2: Badai yang Menguji, Badai yang Menguatkan
Tidak ada legenda yang lengkap tanpa ujian, dan cinta mereka tak terkecuali. Di tahun-tahun pertama pernikahan, badai datang menghampiri. Ekonomi yang terpuruk, ketidakpastian hidup, hingga penyakit yang mencoba merenggut kebahagiaan mereka. Namun di setiap tantangan yang datang, Tjiptadinata dan Roselina berdiri teguh, berpegang pada cinta mereka yang telah mereka bangun.
Tjiptadinata (suara dalam renungan):
"Apa pun yang terjadi, kita adalah dua keping dari berlian yang sama. Tidak ada badai yang cukup kuat untuk memecahkan kita."
Roselina:
"Kita mungkin retak, tetapi tidak akan pernah patah. Karena di dalam retakan itu, cinta kita justru menjadi semakin terang."
Ketika penyakit hampir mengalahkan Roselina, Tjiptadinata tidak pernah meninggalkan sisinya. Ia duduk di samping ranjang, setiap hari, memegang tangan Roselina dengan kekuatan yang luar biasa. Cinta itu memberi Roselina kekuatan untuk bangkit. Dalam setiap tetes air mata, dalam setiap napas yang sulit, cinta mereka justru menemukan kekuatan baru. Mereka paham bahwa cinta sejati bukanlah cinta yang sempurna, melainkan cinta yang tetap bertahan meski segala sesuatu di sekelilingnya runtuh.
Bab 3: Cahaya di Tengah Kegelapan
Tahun-tahun berlalu, dan kehidupan memberikan mereka buah dari cinta yang telah mereka tanam. Anak-anak mereka tumbuh dewasa, cucu-cucu mereka datang berlarian di sekitar mereka, membawa tawa dan keceriaan. Namun di tengah kebahagiaan itu, ada kegelapan yang mengintai. Dunia modern yang semakin cepat bergerak, nilai-nilai yang bergeser, dan jarak yang semakin lebar antara generasi.
Namun, di tengah semua itu, Tjiptadinata dan Roselina tetap menjadi cahaya penuntun bagi keluarganya. Mereka tidak pernah mengeluh, tidak pernah menyerah. Dalam setiap nasihat yang mereka berikan, ada bijaksana yang lahir dari perjalanan panjang. Cinta mereka bukan hanya menjadi pelindung bagi mereka sendiri, tetapi juga menjadi benteng bagi keluarga mereka.
Narator:
"Cinta yang sejati adalah cinta yang tidak hanya menerangi jiwa,
Tetapi juga menjadi mercusuar bagi mereka yang mencari arah."
Ketika dunia di luar berubah dengan cepat, ketika teknologi dan modernitas mengubah wajah kehidupan, cinta Tjiptadinata dan Roselina tetap sama. Ia tidak berubah, tidak tergoyahkan oleh arus zaman. Cinta itu tetap seperti gunung, tetap seperti berlian yang memantulkan cahaya meski di tengah kegelapan.
Bab 4: Berlian yang Terpahat dalam Waktu
Di ulang tahun pernikahan mereka yang ke-60, sebuah pesta kecil diadakan. Di sana, di antara teman-teman lama dan keluarga yang berkumpul, Tjiptadinata berdiri dengan gagah. Meski tubuhnya tak lagi sekuat dulu, matanya tetap menyimpan kekuatan yang sama---kekuatan cinta yang tak pernah pudar. Di sampingnya, Roselina tersenyum, senyum yang sama seperti saat mereka pertama kali bertemu di bawah pohon beringin tua.
Tjiptadinata:
"Kepada cinta yang telah kami ukir bersama,
Cinta yang tak lekang oleh waktu.
Ia bukanlah cinta yang mudah,
Namun setiap ujian hanya membuatnya semakin kuat."
Di hadapan mereka, anak-anak, cucu-cucu, dan generasi berikutnya melihat dengan penuh kekaguman. Mereka menyaksikan sepasang manusia yang telah melalui segala badai, namun tetap berdiri tegak. Mereka melihat cinta yang bukan hanya sekadar perasaan, melainkan karya seni yang terukir dalam waktu---sebuah berlian yang tak pernah retak, meski dunia di sekelilingnya terus berubah.
Epilog: Cinta yang Menjadi Legenda
Cinta Opa Tjiptadinata dan Oma Roselina tidak pernah hanya menjadi milik mereka sendiri. Cinta itu telah menjadi bagian dari sebuah legenda, sebuah kisah yang akan terus diceritakan dari generasi ke generasi. Setiap anak dan cucu mereka akan mengenang cinta ini, bukan hanya sebagai kisah romantis, tetapi sebagai pelajaran tentang keteguhan, tentang bagaimana cinta sejati harus terus diperjuangkan.
Narator (menutup dengan suara lembut):
"Cinta yang mereka ukir,
Adalah cinta yang tak pernah pudar.
Ia terukir dalam waktu,
Seperti berlian yang abadi.
Dan dalam setiap kilauan,
Ada cerita tentang keteguhan,
Tentang cinta yang melampaui batas usia,
Tentang cinta yang menjadi legenda."
Legenda cinta Opa Tjiptadinata dan Oma Roselina adalah sebuah pelajaran bahwa cinta sejati bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang bagaimana dua jiwa yang berbeda dapat bersatu, saling melengkapi, dan terus berdiri bersama meski dunia di sekitar mereka berubah. Cinta mereka adalah berlian yang tidak pernah pecah---cahaya yang akan terus bersinar, terpahat dalam waktu.
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H