Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Randang Bukan Rendang

6 Oktober 2024   21:06 Diperbarui: 6 Oktober 2024   21:10 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antara Modernisasi dan Tradisi

Saat ini, ada tantangan besar yang dihadapi oleh rendang dan randang dalam era modern. Sebagai produk kuliner yang sudah mendunia, rendang terus mengalami inovasi, mulai dari variasi rasa hingga kemasan yang lebih modern. 

Di beberapa restoran internasional, rendang telah dimodifikasi sesuai selera pasar lokal, dengan pengurangan tingkat pedas atau penambahan bahan-bahan baru yang tidak ada dalam resep aslinya.

Di sisi lain, di Payakumbuh dan wilayah lain di Sumatra Barat, randang masih dipertahankan dengan resep dan teknik tradisional yang diwariskan turun-temurun. Di sinilah perbedaan besar terlihat antara randang dan rendang---randang merupakan simbol tradisi yang kuat, sementara rendang adalah hasil dari modernisasi dan globalisasi.

Meski demikian, keduanya dapat hidup berdampingan. Randang dapat tetap menjadi ikon lokal yang mewakili nilai-nilai budaya Minangkabau, sementara rendang bisa terus berkembang sebagai produk kuliner internasional. Yang penting adalah memastikan bahwa keduanya dihormati dan diberikan tempat yang layak dalam perannya masing-masing.

Perdebatan antara "rendang" dan "randang" bukan hanya soal penyebutan, tetapi menyangkut isu yang lebih mendalam terkait budaya, ekonomi, dan diplomasi kuliner. Randang adalah simbol identitas budaya Minangkabau yang harus dijaga dan dihargai, sementara rendang adalah komoditas global yang telah berhasil menembus pasar internasional dan menjadi bagian dari diplomasi kuliner Indonesia.

Melalui strategi city branding, seperti yang dilakukan Payakumbuh, Indonesia dapat memanfaatkan kekuatan kedua istilah ini untuk membangun citra kuliner yang kuat baik di tingkat lokal maupun global. 

Yang paling penting adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara modernisasi dan tradisi, sehingga baik randang maupun rendang dapat terus hidup dan berkembang sesuai dengan zamannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun