Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jangan 100% Cashless

20 September 2024   08:28 Diperbarui: 20 September 2024   09:02 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman Buruk dengan 100% Cashless: Ketika Digitalisasi Menjadi Bumerang

Teknologi finansial (fintech) dan pembayaran digital kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari belanja online hingga transaksi di warung kopi, pembayaran digital seperti e-wallet dan QR code sudah sangat umum digunakan, terutama di perkotaan. Namun, di tengah optimisme menuju masyarakat yang sepenuhnya cashless, ada sisi lain dari pengalaman ini yang sering kali luput dari perhatian: kesulitan dan risiko yang muncul ketika kita bergantung sepenuhnya pada sistem digital.

Bayangkan ini: seorang teman saya yang tinggal di sebuah kota besar baru-baru ini mengalami kejadian tak terduga ketika sistem cashless yang digunakannya tiba-tiba lumpuh. Saat itu, ia berada di tengah perjalanan bisnis dan, seperti biasa, hanya membawa sedikit uang tunai karena hampir semua transaksi dapat dilakukan secara digital. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Di bandara, sistem e-wallet yang digunakan mendadak bermasalah karena gangguan server. Semua pembayaran dari transportasi hingga makanan tak dapat dilakukan. Dengan saldo digital yang "terkunci", ia terpaksa mencari cara lain, tetapi tidak semua tempat menerima kartu kredit, apalagi uang tunai.

Pengalaman ini mungkin terdengar ekstrem, tetapi kenyataannya banyak orang yang mengalami situasi serupa. Ketika semua sistem bergantung pada teknologi digital, kita rentan terhadap gangguan teknis yang mungkin di luar kendali kita. Berikut adalah beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil dari pengalaman buruk ini, khususnya terkait transisi menuju 100% cashless.

Ketergantungan Berlebihan pada Teknologi

Salah satu masalah terbesar dengan adopsi sistem pembayaran yang sepenuhnya cashless adalah ketergantungan yang berlebihan pada teknologi. Memang benar bahwa transaksi digital menawarkan kemudahan dan efisiensi, namun risiko yang ditimbulkan ketika teknologi mengalami gangguan atau kerusakan tidak bisa diabaikan. Gangguan server, kegagalan jaringan, atau serangan siber bisa menyebabkan sistem cashless tiba-tiba tidak berfungsi.

Dalam skenario di atas, ketika e-wallet atau aplikasi pembayaran digital tidak bisa digunakan, banyak orang merasa terjebak. Mereka tidak bisa membeli kebutuhan pokok, membayar transportasi, atau bahkan mengakses layanan kesehatan yang mendesak. Pada saat-saat seperti ini, uang tunai justru menjadi penyelamat yang sering kali diabaikan dalam dunia yang semakin digital.

Selain itu, ada risiko bahwa tidak semua orang siap atau mampu untuk beradaptasi sepenuhnya dengan sistem digital. Masyarakat pedesaan atau mereka yang tidak terbiasa dengan teknologi bisa merasa tertinggal dan terkucilkan jika dipaksa untuk menggunakan sistem cashless. Ketika segala sesuatu berpindah ke ranah digital, kelompok-kelompok ini berisiko kehilangan akses terhadap layanan ekonomi yang penting.

Kesenjangan Digital dan Inklusi Keuangan

Masalah berikutnya yang kerap muncul dalam masyarakat yang berusaha menjadi 100% cashless adalah kesenjangan digital yang masih lebar di Indonesia. Meskipun kita sering mendengar kabar tentang pertumbuhan pengguna internet dan aplikasi digital, kenyataannya masih ada banyak daerah di Indonesia yang belum memiliki akses internet yang memadai. Infrastruktur digital yang belum merata ini berarti bahwa sebagian masyarakat masih sangat bergantung pada uang tunai untuk kebutuhan sehari-hari.

Masyarakat di wilayah terpencil atau pedesaan sering kali tidak memiliki akses ke layanan keuangan formal, apalagi teknologi pembayaran digital. Menghapus uang tunai dalam transaksi di wilayah ini sama saja dengan memutus akses mereka terhadap ekonomi formal. Alih-alih mendorong inklusi keuangan, kebijakan 100% cashless justru dapat menciptakan ketimpangan yang semakin dalam antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok masyarakat yang melek teknologi dan yang tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun