Kasus Indonesia
Perang dan konflik, baik dalam skala regional maupun internasional, memiliki dampak destruktif yang tidak hanya menghancurkan kehidupan sosial dan keamanan, tetapi juga mengganggu roda perekonomian suatu negara. Indonesia, dengan sejarahnya yang dipenuhi oleh berbagai konflik, tidak terlepas dari ancaman keruntuhan sistem ekonomi yang ditimbulkan oleh kekerasan bersenjata. Meskipun Indonesia saat ini hidup dalam suasana damai, ancaman perang dan konflik internal maupun eksternal masih sangat relevan dalam menguji ketahanan sistem ekonomi negara ini. Dengan menggunakan perspektif teori perbandingan sistem ekonomi, kita dapat memahami bagaimana konflik dapat menyebabkan keruntuhan ekonomi dan mempengaruhi stabilitas jangka panjang suatu negara, termasuk Indonesia.
Dampak Langsung Konflik pada Infrastruktur Ekonomi
Salah satu dampak paling jelas yang ditimbulkan oleh perang adalah kehancuran infrastruktur fisik. Dalam banyak konflik yang terjadi di wilayah Indonesia, seperti konflik Aceh dan Papua, infrastruktur vital seperti jalan, jembatan, pelabuhan, serta fasilitas publik sering kali menjadi sasaran atau rusak sebagai dampak tak langsung dari konflik bersenjata. Kerusakan ini menghambat distribusi barang dan jasa, menurunkan produktivitas ekonomi, dan merusak fondasi dasar dari pembangunan ekonomi. Teori ekonomi klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith menekankan pentingnya efisiensi dalam distribusi sumber daya sebagai kunci pertumbuhan ekonomi (Smith, 1776). Ketika infrastruktur terputus, pasar domestik terganggu, menyebabkan lonjakan harga dan ketidakstabilan yang lebih luas. Sebagai contoh, dalam konflik Aceh, banyak proyek pembangunan dihentikan karena kerusakan infrastruktur yang memutus jalur distribusi (Siapno, 2002).
Pengaruh Ketidakstabilan Politik pada Sistem Ekonomi
Konflik bersenjata tidak hanya mempengaruhi fisik, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan politik yang parah. Ketidakstabilan politik ini berdampak langsung pada sistem ekonomi, di mana investor merasa ragu untuk menanamkan modal karena risiko yang tinggi. Ini tercermin dalam teori Keynesian yang menyatakan bahwa kepercayaan terhadap pemerintah dan sistem politik sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (Keynes, 1936). Ketika Indonesia mengalami pergolakan politik pasca kemerdekaan dan selama konflik regional seperti di Timor Leste, banyak perusahaan multinasional memilih untuk menarik diri dari pasar Indonesia, mengakibatkan kerugian besar dalam investasi asing langsung (FDI). Penurunan kepercayaan investor ini juga berdampak pada sektor swasta yang semakin sulit mendapatkan akses ke kredit atau pinjaman untuk mempertahankan operasi mereka.
Inflasi dan Krisis Moneter Akibat Perang
Konflik bersenjata sering kali memicu terjadinya inflasi yang tak terkendali. Dalam kasus Indonesia, inflasi yang melambung tinggi bisa dilihat dalam beberapa periode konflik besar. Misalnya, pada masa transisi setelah pengunduran diri Presiden Soeharto di tahun 1998, Indonesia mengalami krisis moneter yang sangat parah, salah satu faktornya adalah ketidakstabilan yang ditimbulkan oleh konflik politik dan sosial. Teori monetarisme yang dipopulerkan oleh Milton Friedman menyatakan bahwa inflasi selalu dan di mana saja merupakan fenomena moneter (Friedman, 1963). Ketika perang atau konflik membuat pemerintah mencetak uang dalam jumlah besar untuk membiayai pengeluaran perang, inflasi melonjak. Hal ini juga terlihat di Indonesia pada tahun-tahun awal kemerdekaan, di mana ekonomi terjebak dalam siklus inflasi akibat kebutuhan mendesak untuk mendanai militer dan pembangunan negara baru.
Pelarian Modal dan Dampaknya terhadap Investasi Domestik
Dalam situasi perang atau konflik, pelarian modal merupakan fenomena yang tak terhindarkan. Banyak pemilik modal memilih untuk mengalihkan aset mereka ke negara-negara yang dianggap lebih aman dan stabil secara politik. Fenomena ini terlihat selama pergolakan politik di Indonesia pada tahun 1965-1966, ketika ketidakpastian politik menyebabkan pelarian modal besar-besaran ke luar negeri, memperburuk situasi ekonomi domestik. Teori ekonomi liberal berargumen bahwa stabilitas politik dan kebebasan pasar merupakan faktor utama dalam menjaga iklim investasi (Friedman, 1962). Ketika stabilitas tersebut terancam oleh konflik, modal yang seharusnya berputar di dalam negeri menguap, meninggalkan kekosongan dalam perekonomian yang menyebabkan pengangguran dan stagnasi sektor produktif.
Disintegrasi Sistem Keuangan dan Kejatuhan Perbankan