Krisis moneter Asia pada 1997-1998 menjadi bukti nyata kerentanan ekonomi yang terlalu terbuka dan bergantung pada modal asing. Ketika modal asing keluar dari Indonesia secara besar-besaran, nilai tukar rupiah anjlok, dan ekonomi nasional terpuruk dalam resesi yang mendalam. Akibatnya, Orde Baru berakhir dengan gejolak sosial dan politik, dan Indonesia memasuki era reformasi.
Era Reformasi: Demokratisasi Ekonomi dan Desentralisasi
Era Reformasi yang dimulai pada 1998 membawa perubahan signifikan dalam ideologi politik dan ekonomi Indonesia. Di bawah era ini, terjadi pergeseran besar dalam cara negara mengelola ekonomi, di mana demokratisasi dan desentralisasi menjadi fokus utama. Prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas mulai diperkenalkan dalam proses pengambilan kebijakan ekonomi.
Di sisi lain, desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat ke daerah juga berdampak besar terhadap pengelolaan ekonomi. Pada masa ini, pemerintah daerah diberi otonomi untuk mengelola anggaran dan kebijakan ekonomi di wilayah masing-masing, dengan harapan bahwa kebijakan yang lebih dekat dengan rakyat akan lebih efektif dalam mengatasi masalah ketimpangan dan kemiskinan.
Namun, era reformasi juga diwarnai dengan tantangan dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan ekonomi dan peran negara dalam mengatur pasar. Di satu sisi, Indonesia terus melanjutkan keterbukaan ekonomi dan berpartisipasi aktif dalam perdagangan internasional. Di sisi lain, peran negara dalam mengatur sektor-sektor strategis tetap kuat, terutama dalam hal mengendalikan harga bahan bakar, listrik, dan pangan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Kebijakan populis juga muncul kembali dalam berbagai pemerintahan pasca-reformasi. Sebagai contoh, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Kartu Indonesia Sehat adalah manifestasi dari upaya pemerintah untuk melindungi kelompok miskin dalam ekonomi yang semakin liberal. Kebijakan ini mencerminkan perpaduan antara ekonomi pasar bebas dan intervensi negara yang terinspirasi dari ideologi kesejahteraan sosial.
Pancasila sebagai Fondasi Sistem Ekonomi Indonesia
Meskipun terdapat perubahan ideologi politik yang memengaruhi kebijakan ekonomi di setiap era, Pancasila tetap menjadi fondasi utama sistem ekonomi Indonesia. Ideologi Pancasila menekankan keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, dan negara dalam pembangunan ekonomi. Prinsip ini tercermin dalam berbagai kebijakan yang mengatur peran negara sebagai pelindung rakyat sekaligus membuka ruang bagi sektor swasta untuk berkembang.
Penerapan Pancasila dalam sistem ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa negara tidak semata-mata menganut satu ideologi ekonomi tertentu, melainkan mengadopsi pendekatan yang fleksibel dan pragmatis. Di satu sisi, Indonesia mengakui pentingnya pasar bebas dan investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi di sisi lain, negara juga tetap memegang kendali atas sektor-sektor strategis demi memastikan pemerataan kesejahteraan.
Pengaruh ideologi politik dalam pembentukan sistem ekonomi Indonesia sangat jelas terlihat sepanjang sejarahnya. Mulai dari nasionalisme dan sosialisme pada era Orde Lama, liberalisasi ekonomi di bawah Orde Baru, hingga demokratisasi dan desentralisasi pada era reformasi, ideologi politik yang dianut oleh penguasa mempengaruhi arah kebijakan ekonomi negara. Namun, di tengah berbagai perubahan ideologi politik, Pancasila tetap menjadi dasar yang memandu pembangunan ekonomi Indonesia, menekankan keseimbangan antara peran negara, pasar, dan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan bersama.
Sejarah Indonesia mengajarkan bahwa tidak ada satu ideologi yang sempurna dalam mengelola ekonomi. Keberhasilan suatu kebijakan ekonomi sangat bergantung pada bagaimana ideologi tersebut diadaptasi dengan kondisi lokal dan dinamika global. Dengan terus mengacu pada prinsip-prinsip Pancasila, Indonesia dapat menghadapi tantangan ekonomi di masa depan dengan kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan.