Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id- www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Monetisasi Dekarbonisasi (17) : Peluang Indonesia dari Kolaborasi Lintas Sektor dan Negara

25 Juni 2024   05:47 Diperbarui: 25 Juni 2024   05:56 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Dekarbonisasi, atau upaya mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya, merupakan tantangan global yang memerlukan kerjasama yang luas antara berbagai sektor dan negara. Mengatasi tantangan ini memerlukan investasi besar dan inovasi teknologi. Namun, dengan pendekatan yang tepat, tantangan tersebut dapat diubah menjadi peluang ekonomi yang signifikan. Kolaborasi lintas sektor dan lintas negara memainkan peran penting dalam memonetisasi dekarbonisasi, memungkinkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan global.

1. Kolaborasi Lintas Sektor: Mendorong Inovasi dan Efisiensi

Tantangan: Dekarbonisasi memerlukan transformasi mendasar dalam cara berbagai sektor ekonomi beroperasi, dari energi dan transportasi hingga manufaktur dan pertanian.

Peluang Monetisasi:

  • Inovasi Teknologi: Kolaborasi antara sektor teknologi, energi, dan transportasi dapat mempercepat pengembangan solusi inovatif seperti kendaraan listrik, sistem energi terbarukan, dan teknologi penangkapan karbon. Misalnya, kemitraan antara perusahaan teknologi dan otomotif telah menghasilkan kendaraan listrik yang lebih efisien dan terjangkau, membuka pasar baru dan menciptakan nilai ekonomi.
  • Efisiensi Energi: Sektor industri dapat bekerjasama dengan sektor energi untuk meningkatkan efisiensi energi melalui penerapan teknologi pintar dan otomatisasi. Ini tidak hanya mengurangi emisi tetapi juga mengurangi biaya operasional, meningkatkan profitabilitas jangka panjang.
  • Ekosistem Bisnis: Kolaborasi antara perusahaan besar dan startup inovatif dapat menciptakan ekosistem bisnis yang dinamis, mendorong pengembangan produk dan layanan baru yang mendukung dekarbonisasi. Misalnya, banyak perusahaan energi besar yang berinvestasi dalam startup teknologi bersih untuk mempercepat transisi energi.

2. Kolaborasi Lintas Negara: Memperluas Skala dan Dampak

Tantangan: Perbedaan regulasi, teknologi, dan kapasitas ekonomi antara negara-negara dapat menjadi hambatan dalam upaya global untuk dekarbonisasi.

Peluang Monetisasi:

  • Transfer Teknologi: Negara-negara maju dapat berbagi teknologi rendah karbon dengan negara berkembang melalui program kemitraan dan investasi bersama. Ini tidak hanya membantu negara berkembang mengurangi emisi tetapi juga membuka pasar baru bagi perusahaan teknologi di negara maju. Contohnya, program inisiatif energi bersih yang didukung oleh negara-negara G7 telah membantu negara-negara berkembang mengadopsi teknologi energi terbarukan.
  • Pendanaan Internasional: Kolaborasi lintas negara dapat memobilisasi dana internasional untuk proyek-proyek dekarbonisasi. Mekanisme seperti Green Climate Fund (GCF) menyediakan pembiayaan untuk proyek iklim di negara-negara berkembang, menciptakan peluang bagi investor dan penyedia teknologi global.
  • Standar Global: Pembentukan standar global untuk emisi karbon dan efisiensi energi melalui kesepakatan internasional seperti Perjanjian Paris dapat menciptakan level playing field yang mendorong inovasi dan investasi di seluruh dunia. Standar ini memastikan bahwa investasi dalam teknologi hijau memiliki pasar yang luas dan stabil.

3. Kasus Sukses: Kolaborasi Lintas Sektor dan Lintas Negara

Uni Eropa dan Energi Terbarukan: Uni Eropa (UE) telah menjadi contoh sukses dalam monetisasi dekarbonisasi melalui kolaborasi lintas sektor dan lintas negara. Melalui inisiatif seperti European Green Deal, UE telah menetapkan target ambisius untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050. Inisiatif ini melibatkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil di seluruh negara anggota.

  • Investasi dalam R&D: UE telah menginvestasikan miliaran euro dalam penelitian dan pengembangan teknologi energi terbarukan melalui program Horizon 2020 dan Horizon Europe. Ini mendorong inovasi di sektor energi dan memperkuat posisi Eropa sebagai pemimpin global dalam teknologi hijau.
  • Proyek Transnasional: Proyek seperti North Sea Wind Power Hub, yang melibatkan beberapa negara Eropa, menunjukkan bagaimana kolaborasi lintas negara dapat menghasilkan solusi energi yang efisien dan skalabel. Proyek ini bertujuan untuk menghubungkan ladang angin lepas pantai di Laut Utara dengan jaringan listrik Eropa, meningkatkan kapasitas energi terbarukan dan stabilitas jaringan.

Asia Tenggara dan Kendaraan Listrik: Di Asia Tenggara, kolaborasi lintas sektor dan lintas negara juga mulai menunjukkan hasil yang menjanjikan. Indonesia, misalnya, telah bekerjasama dengan perusahaan otomotif dari Jepang dan Korea Selatan untuk mengembangkan industri kendaraan listrik (EV).

  • Investasi Asing: Perusahaan seperti Toyota dan Hyundai telah berinvestasi dalam pembangunan pabrik EV di Indonesia. Ini tidak hanya membantu mengurangi emisi transportasi tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kemampuan manufaktur lokal.
  • Inisiatif Pemerintah: Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai insentif untuk menarik investasi dalam sektor EV, termasuk keringanan pajak dan dukungan infrastruktur pengisian daya. Langkah-langkah ini mempercepat adopsi EV dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Kolaborasi lintas sektor dan lintas negara adalah kunci untuk memonetisasi dekarbonisasi secara efektif. Melalui inovasi teknologi, efisiensi energi, transfer teknologi, pendanaan internasional, dan pembentukan standar global, tantangan transisi menuju ekonomi rendah karbon dapat diubah menjadi peluang ekonomi yang signifikan. Kisah sukses dari Uni Eropa dan Asia Tenggara menunjukkan bahwa dengan kerjasama yang erat dan strategi yang tepat, dekarbonisasi tidak hanya dapat mengurangi emisi tetapi juga menciptakan nilai ekonomi yang berkelanjutan. Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan pendekatan ini, mempercepat transisi energi, dan meningkatkan kesejahteraan nasional.

Success Story: Monetisasi dari Dekarbonisasi Melalui Kolaborasi Lintas Sektor dan Lintas Negara

Dekarbonisasi adalah tantangan global yang memerlukan kerjasama lintas sektor dan lintas negara untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dan menguntungkan secara ekonomi. Beberapa inisiatif global telah menunjukkan bahwa kolaborasi semacam ini tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga memonetisasi upaya dekarbonisasi, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Berikut adalah beberapa kisah sukses yang menunjukkan bagaimana kolaborasi lintas sektor dan lintas negara telah berhasil memonetisasi dekarbonisasi.

1. North Sea Wind Power Hub: Kolaborasi Eropa untuk Energi Terbarukan

Tantangan: Negara-negara di sekitar Laut Utara menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi yang berkelanjutan sambil mengurangi emisi karbon. Membangun infrastruktur energi terbarukan yang efisien dan terintegrasi menjadi prioritas utama.

Solusi: Negara-negara seperti Denmark, Jerman, Belanda, dan Inggris berkolaborasi dalam proyek North Sea Wind Power Hub. Proyek ini melibatkan pembangunan hub tenaga angin lepas pantai yang akan menghubungkan ladang angin di Laut Utara dengan jaringan listrik di seluruh Eropa.

Hasil:

  • Skalabilitas dan Efisiensi: Kolaborasi ini memungkinkan pembangunan infrastruktur energi angin dengan skala besar dan efisiensi yang tinggi, mengurangi biaya produksi energi terbarukan.
  • Pengurangan Emisi: Proyek ini diproyeksikan akan mengurangi emisi karbon secara signifikan dengan menggantikan pembangkit listrik berbasis fosil.
  • Keuntungan Ekonomi: Proyek ini menciptakan lapangan kerja di sektor energi terbarukan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang terlibat. Perusahaan lokal dan regional mendapatkan kontrak untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, menghasilkan keuntungan ekonomi langsung dan tidak langsung.
  • Teknologi dan Inovasi: Proyek ini juga mendorong inovasi teknologi dalam desain dan pengoperasian ladang angin lepas pantai, memberikan keuntungan kompetitif bagi industri teknologi energi terbarukan di Eropa.

2. Tesla-Panasonic Partnership: Kolaborasi Lintas Sektor dalam Kendaraan Listrik

Tantangan: Tesla menghadapi tantangan dalam memproduksi baterai kendaraan listrik (EV) yang efisien dan terjangkau, yang menjadi kunci dalam upaya dekarbonisasi sektor transportasi.

Solusi: Tesla menjalin kemitraan dengan Panasonic, perusahaan teknologi asal Jepang, untuk membangun Gigafactory di Nevada, AS. Pabrik ini dirancang untuk memproduksi baterai lithium-ion dalam skala besar, mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi.

Hasil:

  • Pengurangan Biaya: Kemitraan ini berhasil menurunkan biaya produksi baterai, membuat kendaraan listrik lebih terjangkau bagi konsumen.
  • Peningkatan Produksi: Gigafactory memungkinkan Tesla meningkatkan produksi kendaraan listrik secara signifikan, membantu mengurangi emisi dari sektor transportasi.
  • Lapangan Kerja: Pabrik ini menciptakan ribuan lapangan kerja di AS, baik secara langsung di pabrik maupun di industri pendukung lainnya.
  • Inovasi Teknologi: Kolaborasi ini mendorong inovasi dalam teknologi baterai dan manufaktur, memberikan Tesla dan Panasonic keunggulan kompetitif di pasar global.

3. RE100 Initiative: Kolaborasi Lintas Sektor untuk Energi Terbarukan

Tantangan: Perusahaan besar menghadapi tekanan untuk mengurangi jejak karbon mereka tetapi seringkali kekurangan sumber daya atau keahlian untuk mengembangkan strategi energi terbarukan sendiri.

Solusi: RE100 adalah inisiatif global yang mengumpulkan perusahaan-perusahaan besar berkomitmen untuk menggunakan 100% energi terbarukan. Inisiatif ini melibatkan perusahaan dari berbagai sektor, termasuk teknologi, manufaktur, dan layanan keuangan.

Hasil:

  • Peningkatan Permintaan: Komitmen kolektif dari perusahaan besar meningkatkan permintaan global untuk energi terbarukan, mendorong investasi dan penurunan biaya.
  • Skalabilitas: Kolaborasi lintas sektor ini memungkinkan perusahaan kecil dan menengah untuk bergabung dan mendapatkan keuntungan dari skala ekonomi yang lebih besar.
  • Keuntungan Ekonomi: Perusahaan yang bergabung dengan RE100 melaporkan penghematan biaya energi dalam jangka panjang dan peningkatan reputasi merek, yang berdampak positif pada nilai saham dan daya saing.
  • Dampak Lingkungan: Inisiatif ini telah mengurangi emisi karbon secara signifikan, mendukung target global untuk memitigasi perubahan iklim.

4. Belt and Road Initiative (BRI): Kolaborasi Lintas Negara untuk Infrastruktur Hijau

Tantangan: Belt and Road Initiative (BRI) yang dipimpin oleh China bertujuan untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan konektivitas antara Asia, Eropa, dan Afrika. Namun, ada kekhawatiran bahwa proyek ini bisa meningkatkan emisi karbon jika tidak dirancang secara berkelanjutan.

Solusi: China mulai memfokuskan BRI pada pembangunan infrastruktur hijau, termasuk proyek energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya dan angin. Kolaborasi dengan negara-negara mitra dan perusahaan multinasional difokuskan pada teknologi hijau dan investasi dalam proyek-proyek yang mendukung dekarbonisasi.

Hasil:

  • Investasi Hijau: Proyek BRI hijau menarik investasi besar dalam infrastruktur energi terbarukan, menciptakan peluang bisnis bagi perusahaan global dan lokal.
  • Pengurangan Emisi: Proyek ini membantu negara-negara mitra mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi emisi karbon.
  • Peningkatan Kapasitas: Pembangunan infrastruktur hijau di bawah BRI meningkatkan kapasitas energi terbarukan di negara-negara berkembang, membantu mereka mencapai target iklim internasional.
  • Penciptaan Lapangan Kerja: Proyek-proyek ini menciptakan lapangan kerja di sektor konstruksi dan teknologi, memberikan manfaat ekonomi bagi negara-negara peserta.

Kolaborasi lintas sektor dan lintas negara adalah kunci untuk memonetisasi dekarbonisasi secara efektif. Melalui contoh-contoh sukses seperti North Sea Wind Power Hub, kemitraan Tesla-Panasonic, inisiatif RE100, dan Belt and Road Initiative, kita melihat bagaimana tantangan transisi dapat diubah menjadi peluang ekonomi yang signifikan. Dengan strategi yang tepat, kolaborasi ini tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga menciptakan lapangan kerja, mendorong inovasi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Indonesia dapat belajar dari kisah-kisah sukses ini dan mengimplementasikan strategi serupa untuk memanfaatkan potensi dekarbonisasi sebagai pendorong ekonomi yang kuat.

Peluang Indonesia Melakukan Monetisasi dari Dekarbonisasi Melalui Kolaborasi Lintas Sektor dan Lintas Negara

Indonesia, sebagai negara berkembang dengan ekonomi yang dinamis, memiliki peluang besar untuk memonetisasi upaya dekarbonisasi melalui kolaborasi lintas sektor dan lintas negara. Dengan sumber daya alam yang melimpah dan posisi strategis di Asia Tenggara, Indonesia dapat memanfaatkan kemitraan global dan teknologi inovatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sambil mengurangi emisi karbon. Berikut adalah beberapa peluang yang dapat diambil Indonesia dalam monetisasi dekarbonisasi.

1. Pengembangan Energi Terbarukan

Kolaborasi Lintas Negara

  • Transfer Teknologi: Indonesia dapat menjalin kemitraan dengan negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, dan Korea Selatan untuk transfer teknologi dalam energi terbarukan. Misalnya, teknologi panel surya dan turbin angin dapat diadopsi dengan cepat melalui kerjasama ini, seperti yang telah dilakukan dengan perusahaan-perusahaan dari negara tersebut.
  • Investasi Asing: Memfasilitasi investasi asing langsung (FDI) dalam proyek-proyek energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan biomassa. Perusahaan global seperti Google dan Apple yang berkomitmen terhadap energi bersih dapat diundang untuk berinvestasi dalam infrastruktur energi terbarukan di Indonesia.

Kolaborasi Lintas Sektor

  • Kemitraan dengan Sektor Swasta: Mengajak perusahaan-perusahaan besar di sektor energi, teknologi, dan keuangan untuk berkolaborasi dalam proyek energi terbarukan. Contohnya, kerjasama antara PLN (Perusahaan Listrik Negara) dengan perusahaan teknologi seperti Tesla untuk membangun infrastruktur baterai penyimpanan energi yang dapat mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan.
  • Inovasi dan R&D: Mendorong kemitraan antara universitas, lembaga penelitian, dan industri untuk mengembangkan solusi teknologi inovatif yang dapat meningkatkan efisiensi energi terbarukan dan mengurangi biaya.

2. Kendaraan Listrik (EV) dan Infrastruktur

Kolaborasi Lintas Negara

  • Kemitraan dengan Produsen Kendaraan: Mengundang produsen kendaraan listrik global seperti Tesla, BYD, dan Hyundai untuk mendirikan pabrik perakitan kendaraan listrik di Indonesia. Ini tidak hanya mengurangi impor kendaraan tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan transfer pengetahuan.
  • Pendanaan dan Insentif: Bekerjasama dengan lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank untuk menyediakan pendanaan dan insentif bagi pengembangan infrastruktur EV seperti stasiun pengisian daya dan jaringan distribusi listrik yang cerdas.

Kolaborasi Lintas Sektor

  • Transportasi Publik Hijau: Kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah untuk mengembangkan transportasi publik berbasis listrik, seperti bus listrik dan kereta api berbasis energi terbarukan.
  • Ecosystem EV: Mengembangkan ekosistem EV yang terintegrasi dengan dukungan dari sektor teknologi informasi untuk pengembangan aplikasi dan sistem manajemen pengisian daya yang efisien.

3. Manajemen Sumber Daya Alam dan Kehutanan

Kolaborasi Lintas Negara

  • Program REDD+: Mengikuti program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang didukung oleh PBB. Melalui program ini, Indonesia dapat menerima kompensasi finansial untuk upaya konservasi hutan dan pengurangan emisi dari deforestasi.
  • Kerjasama Bilateral: Menjalin kerjasama bilateral dengan negara-negara yang memiliki keahlian dalam manajemen hutan berkelanjutan, seperti Norwegia, yang telah mendukung proyek REDD+ di Indonesia dengan dana hibah.

Kolaborasi Lintas Sektor

  • Ekowisata Berkelanjutan: Mengembangkan ekowisata berkelanjutan dengan melibatkan sektor swasta, masyarakat lokal, dan pemerintah daerah. Hal ini dapat menciptakan sumber pendapatan baru sambil menjaga kelestarian lingkungan.
  • Pertanian Berkelanjutan: Mempromosikan pertanian berkelanjutan melalui kerjasama dengan sektor agribisnis untuk mengadopsi praktik-praktik pertanian yang rendah emisi dan ramah lingkungan.

4. Pengelolaan Limbah dan Daur Ulang

Kolaborasi Lintas Negara

  • Teknologi Pengelolaan Limbah: Bekerjasama dengan negara-negara yang memiliki teknologi maju dalam pengelolaan limbah, seperti Swedia dan Jepang, untuk mengadopsi sistem daur ulang dan pengelolaan limbah yang efisien.
  • Pendanaan Proyek: Mengakses dana internasional seperti dari Global Environment Facility (GEF) untuk proyek pengelolaan limbah dan daur ulang yang dapat mengurangi emisi metana dari tempat pembuangan akhir.

Kolaborasi Lintas Sektor

  • Kemitraan dengan Industri: Mengajak perusahaan besar di sektor manufaktur dan konsumsi untuk berinvestasi dalam fasilitas daur ulang dan sistem pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.
  • Pendidikan dan Kesadaran: Bekerjasama dengan lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang pentingnya daur ulang dan pengurangan limbah.

Indonesia memiliki peluang besar untuk memonetisasi dekarbonisasi melalui kolaborasi lintas sektor dan lintas negara. Dengan memanfaatkan teknologi dan investasi asing, serta membangun kemitraan yang kuat antara sektor publik dan swasta, Indonesia dapat mengembangkan ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan. Keberhasilan dalam upaya ini tidak hanya akan mengurangi emisi karbon tetapi juga menciptakan lapangan kerja, menarik investasi, dan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di kancah global. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat memimpin dalam transisi menuju ekonomi hijau dan menjadi contoh bagi negara-negara berkembang lainnya.

Daftar Pustaka

  1. Asian Development Bank (ADB). (2018). Electric Vehicles: Literature Review of Technology Costs and Carbon Emissions. Retrieved from ADB.
  2. European Commission. (2019). Clean Energy for All Europeans. Retrieved from European Commission.
  3. Global Commission on the Economy and Climate. (2018). Unlocking the Inclusive Growth Story of the 21st Century: Accelerating Climate Action in Urgent Times. Retrieved from New Climate Economy.
  4. Global Environment Facility (GEF). (2021). Investing in Our Planet: GEF Annual Report 2020. Retrieved from GEF.
  5. International Energy Agency (IEA). (2019). Offshore Wind Outlook 2019. Retrieved from IEA.
  6. International Renewable Energy Agency (IRENA). (2019). Renewable Energy and Jobs -- Annual Review 2019. Retrieved from IRENA.
  7. Ministry of Energy and Mineral Resources (Indonesia). (2020). Indonesia Energy Outlook 2020. Retrieved from ESDM.
  8. North Sea Wind Power Hub Consortium. (2019). Building the North Sea Wind Power Hub: The Vision and the Challenges. Retrieved from North Sea Wind Power Hub.
  9. Norwegian Ministry of Climate and Environment. (2018). Norway's International Climate and Forest Initiative. Retrieved from Norwegian Government.
  10. Panasonic Corporation. (2020). Sustainability Data Book 2020. Retrieved from Panasonic.
  11. RE100. (2020). Annual Report 2020: Going 100% Renewable -- and Beyond. Retrieved from RE100.
  12. Tesla, Inc. (2020). Impact Report 2020. Retrieved from Tesla.
  13. United Nations Environment Programme (UNEP). (2020). Emissions Gap Report 2020. Retrieved from UNEP.
  14. United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). (2020). REDD+ Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation. Retrieved from UNFCCC.
  15. World Bank. (2020). The Role of the Private Sector in Climate Change Adaptation: New Opportunities and Challenges. Retrieved from World Bank.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun