Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id- www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Financial

Baik-Buruk Defisit APBN

7 Juni 2024   11:00 Diperbarui: 7 Juni 2024   11:00 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bergantung pada satu atau dua sumber penerimaan saja dapat meningkatkan risiko fiskal, terutama jika sumber tersebut rentan terhadap fluktuasi ekonomi. Diversifikasi sumber penerimaan negara, termasuk mengembangkan sumber pendapatan baru seperti pajak dari sektor digital dan pendapatan dari aset negara, dapat memberikan stabilitas yang lebih besar terhadap penerimaan negara.

  1. Pengendalian Pengeluaran

Pengendalian pengeluaran adalah kunci untuk menjaga keseimbangan anggaran. Pemerintah harus fokus pada pengeluaran yang memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan menghapus program-program yang tidak produktif. Evaluasi berbasis kinerja dapat membantu memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan dampak yang positif.

Defisit APBN adalah alat yang bisa memberikan manfaat besar jika dikelola dengan bijaksana, tetapi juga dapat menyebabkan krisis yang parah jika tidak dikelola dengan baik. Kisah-kisah sedih dari Argentina, Yunani, dan Zimbabwe menunjukkan bagaimana defisit anggaran yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kehancuran ekonomi dan sosial. Pelajaran penting yang dapat diambil adalah pentingnya pengelolaan utang yang bijaksana, transparansi dan akuntabilitas fiskal, diversifikasi sumber penerimaan, dan pengendalian pengeluaran. Dengan menerapkan strategi-strategi ini, pemerintah dapat mengelola defisit APBN secara efektif dan mencegah terjadinya krisis ekonomi di masa depan.

Daftar Pustaka

  1. Agncia Brasil. (2005). Bolsa Famlia Program. Braslia: Governo Federal.
  2. Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS.
  3. International Monetary Fund (IMF). (2023). Fiscal Monitor. Washington, D.C.: IMF.
  4. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2023). Laporan Keuangan Negara. Jakarta: Kementerian Keuangan.
  5. Keynes, J. M. (1936). The General Theory of Employment, Interest, and Money. London: Macmillan.
  6. Mankiw, N. G. (2016). Macroeconomics. New York: Worth Publishers.
  7. Reinhart, C. M., & Rogoff, K. S. (2009). This Time is Different: Eight Centuries of Financial Folly. Princeton: Princeton University Press.
  8. Sachs, J. D. (2005). The End of Poverty: Economic Possibilities for Our Time. New York: Penguin Press.
  9. Stiglitz, J. E. (2000). Economics of the Public Sector. New York: W.W. Norton & Company.
  10. Tanzi, V., & Zee, H. H. (2000). "Tax Policy for Emerging Markets: Developing Countries". National Tax Journal, 53(2), 299-322.
  11. World Bank. (2023). Global Economic Prospects. Washington, D.C.: World Bank.
  12. World Bank. (2023). Indonesia Economic Prospects. Washington, D.C.: World Bank.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun