Dalam RAPBN 2025, pemerintah menargetkan defisit di kisaran 2,45-2,82 persen terhadap PDB. Ini menunjukkan niat pemerintah untuk tetap menjaga keseimbangan antara belanja negara dan pendapatan. Namun, angka tersebut juga mencerminkan tantangan besar dalam mengendalikan pengeluaran negara tanpa mengorbankan program pembangunan yang sedang berjalan.
Defisit yang mendekati batas maksimal 3 persen menandakan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam pengelolaan fiskal untuk menghindari pelanggaran terhadap aturan fiskal yang ada. Kegagalan dalam menjaga defisit pada level yang aman dapat menimbulkan risiko bagi stabilitas ekonomi, termasuk peningkatan utang negara dan penurunan kepercayaan investor.
2. Faktor Ketidakpastian Ekonomi
Dalam transisi dari pemerintahan Jokowi ke Prabowo, terdapat banyak ketidakpastian yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan fiskal negara. Beberapa faktor ketidakpastian ini meliputi:
a. Kebijakan Ekonomi Prabowo
Kebijakan ekonomi yang akan diadopsi oleh pemerintahan Prabowo masih belum sepenuhnya jelas. Perubahan dalam kebijakan ekonomi dapat berdampak signifikan pada proyeksi pendapatan dan pengeluaran negara. Jika kebijakan baru cenderung lebih ekspansif atau memprioritaskan program-program tertentu, ini dapat meningkatkan tekanan pada anggaran negara.
b. Situasi Ekonomi Global
Kondisi ekonomi global juga berperan penting dalam menentukan stabilitas fiskal Indonesia. Ketidakpastian seperti perang dagang, fluktuasi harga komoditas, dan perubahan kebijakan moneter di negara-negara maju dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan, pada gilirannya, pendapatan negara.
c. Pandemi dan Pemulihan Ekonomi
Meskipun pandemi COVID-19 mulai mereda, dampaknya masih terasa dalam perekonomian. Proses pemulihan ekonomi memerlukan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit. Pemerintah harus mampu mengelola dampak jangka panjang pandemi terhadap sektor-sektor kritis seperti kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan.
3. Kebijakan Fiskal yang Berkelanjutan