Rombongan Blogtrip kemudian bergerak ke mesjid Raya Sultan Riau. Berdiri megah tak jauh dari dermaga pelabuhan, mesjid ini tergolong tua dan bersejarah. Dibangun antara tahun 1761-1812, mesjid ini punya bentuk yang unik. Mesjid ini memiliki satu menara serta 7 kubah. Angka ini melambangkan 17 rakaat dalam sholat fardu.Â
[caption caption="Mesjid Sultan Riau yang Keren (foto dokpri)"]
[caption caption="Sudut Lain Mesjid Sultan Riau (foto dokpri)"]
Arsitekturnya yang menarik membuat siapapun yang melintasinya pasti tergoda mampir ke sini. Yang paling mencolok dari mesjid ini adalah warna eksteriornya yang ngejreng. Perpaduan warna kuning terang dan sedikit hijau sebagai aksennya membuat bangunan mesjid ini tampak menonjol dibandingkan bangunan lain di Penyengat.
Mesjid peninggalan kerajaan Riau ini tak seberapa besar ukurannya. Luasnya hanya sekitar 54,4 x 32,2 meter. Di kiri kanan halaman terdapat dua rumah sotoh yang digunakan untuk beristirahat bagi pengunjung serta tempat bermusyawarah. Sedangkan di bagian tengah ada dua balai yang biasa digunakan untuk menaruh makanan saat ada kenduri atau berbuka puasa.
[caption caption="Tempat Wudhu yang Unik (foto dokpri)"]
Bagian dalam mesjid menjadi area terlarang untuk difoto. Di mesjid ini ada dua mushaf Al-Qur'an yang ditulis tangan. Satu mushaf yang ditulis oleh Abdurahman Stambul diletakkan dalam lemari kaca. Sementara satu mushaf lainnya tidak dipertunjukkan kepada umum lantaran dimakan usia sehingga kondisinya tak memungkinkan untuk dipajang.
Oiya, di mesjid ini saya dan beberapa Kompasianer menyempatkan diri untuk shalat sunnah dua rakaat maupun shalat wajib.