Mohon tunggu...
Syaifuddin Sayuti
Syaifuddin Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

email : udin.sayuti@gmail.com twitter : @syaifuddin1969 IG: @syaifuddin1969 dan @liburandihotel FB: https://www.facebook.com/?q=#/udinsayuti69 Personal blog : http://syaifuddin.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Serunya Blogtrip di Pulau Bintan

3 November 2015   15:13 Diperbarui: 5 November 2015   15:43 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pasukan Blogtrip Lengkap (foto dokpri)"][/caption]
[/caption]

#Hari ke-1

"Mau gak ke Pulau Bintan Sabtu ini?"

Hmm... Sabtu ini? Wah dua hari lagi dong... mau sih, tapi... kok dadakan?

Sepenggal perbincangan sore dengan admin Kompasiana itu kemudian menjadi awal masuknya saya dalam jajaran 10 Kompasianer yang diundang mengikuti Blogtrip mengeksplor keindahan Bintan Resort.

Sabtu (31/10) saya berangkat ke Pulau Bintan menggunakan pesawat paling pagi Lion Air dengan tujuan Tanjung Pinang. Di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng Jakarta saya bersua Bang Aswi dari Bandung dan Ovi Novianto kompasianer Jakarta. Ini bukan pertemuan dadakan karena kami sudah merancangnya dari grup What'sapp. Sebab secara kebetulan kami mengambil flight yang sama kendati tak pernah janjian sebelumnya.

[caption caption="Di Bandara Raja Haji Fisabilillah Tanjung Pinang (foto dokpri)"]


[/caption]

Tiba di Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) Tanjung Pinang sekitar pukul 10.00 WIB. Saat itu belum ada satupun peserta lain maupun admin Kompasiana yang tiba di bandara. Dalam ittinerary yang dibagikan melalui email panitia menjadikan Bandara sebagai meeting point bagi semua peserta. 

Akhirnya kami bertiga menghabiskan waktu dengan mengobrol ngalor ngidul di mushola. Tak lama kemudian Fadli, Kompasianer asal Pulau Kundur Kepri ikut bergabung. 

Ada 8 orang peserta yang akhirnya berkumpul di Bandara. Selain kami berempat, ada pula Danan, Mahbub, Yunus dan Joko. Sementara pasangan Wahyu dan Cucum langsung menyusul ke tempat makan siang, yang terletak di pusat kota. Selain Kompasianer juga turut dalam rombongan ini adalah teman-teman dari Kompasiana, Kementerian Pariwisata dan perwakilan Ind.travel.

Rombongan kemudian beranjak dari bandara untuk makan siang di sebuah rumah makan Padang.

Pulau Penyengat Nan Memikat

Destinasi pertama yang kami jelajahi adalah Pulau Penyengat. Pulau ini bisa ditempuh dari pelabuhan Sri Bintan Pura di Tanjung Pinang menggunakan taxi air. Ini adalah sejenis kapal motor yang biasa digunakan untuk mengangkut wisatawan dari dan ke Pulau Penyengat. Butuh waktu tempuh sekitar 20 menit untuk sampai di pulau Penyengat.

[caption caption="Di Dermaga Menuju Pulau Penyengat (foto dokpri)"]

[/caption]

Pulau Penyengat sendiri merupakan destinasi wisata penting di Kepulauan Riau. Pulau ini menyimpan kekayaan budaya Melayu nan eksotis. Karena keelokannya, bolehlah disebut pulau ini menjadi bagian Pesona Indonesia.

Untuk menjelajahi Pulau kami menumpang kendaraan Bemor yang merupakan akronim dari Becak bermotor. Namanya saja Becak tapi sesungguhnya ini adalah motor Honda yang dimodifikasi dengan menambahi dua tempat duduk di sisi kiri pengemudi. Acara keliling pulau dengan Bemor ini jadi pengalaman yang ngeri-ngeri sedap. Bukan apa-apa.. pengemudi Bemor membawa kendaraannya dengan 'caranya' sendiri, meliuk-liuk di jalanan sempit, beberapa kali nyaris menyerempet kendaraan sejenis. Wow! 

[caption caption="Danan Wahyu dan Bemor (foto dokpri)"]

[/caption]

Makam Raja Ali Haji adalah salah satu destinasi populer di sini. Makam ini termasuk yang kerap diziarahi oleh pengunjung dari berbagai daerah dan negara. Magnet terbesar dan membuat kompleks pemakaman ini kerap diziarahi adalah makam Raja Ali Haji. Ia adalah seorang sastrawan penting dan terkenal yang menjadi peletak dasar bahasa Melayu di tanah air. Konsep dasar bahasa Melayu itulah yang kemudian ditetapkan sebagai bahasa nasional Indonesia dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1908.

[caption caption="Komplek Makam Raja Ali Haji (foto dokpri)"]

[/caption]

[caption caption="Di sisi Makam Sang Pujangga (foto dokpri)"]

[/caption]

Raja Ali Haji juga terkenal karena karya sastranya ynag indah dan monumental berjudul Gurindam 12. Jangan bingung dengan Gurindam12 karena di bagian dalam makam petikan Gurindam12 ditempelkan pada tembok makam. Sebuah cara yang unik mendokumentasikan sebuah karya monumental agar tetap dikenal dan dikenang generasi kini.

Selain Raja Ali Haji di sini juga dimakamkan ayah,ibu dan keluarga besarnya. Bentuk makamnya berbeda dengan yang pernah saya ketahui di Jawa. Nisan makam  ditutupi kain kuning yang konon merupakan pertanda orang yang dimakamkan adalah keturunan bangsawan. Selain itu tulisan nama jasad yang dimakamkan hanya diberikan bagi keturunan raja. Selebihnya hanya dibungkus dengan kain berwarna kuning. 

[caption caption="Dari Jendela Melihat Dunia (foto dokpri)"]

[/caption]

[caption caption="Sisi Depan Komplek Makam (foto dokpri)"]

[/caption]

Puas berziarah, rombongan Blogtrip bergerak ke sebuah tempat lain yakni rumah adat Riau Kepulauan. Tempat ini selain digunakan untuk memperkenalkan rumah adat Riau juga digunakan sebagai tempat pernikahan. Ada sejumlah pelaminan yang ada di dalam ruangan, kabarnya ini merupakan sisa pernikahan massal yang pernah digelar di tempat ini.

[caption caption="Salah satu sudut Balai Adat Riau (foto dokpri)"]

[/caption]

Rombongan Blogtrip kemudian bergerak ke mesjid Raya Sultan Riau. Berdiri megah tak jauh dari dermaga pelabuhan, mesjid ini tergolong tua dan bersejarah. Dibangun antara tahun 1761-1812, mesjid ini punya bentuk yang unik. Mesjid ini memiliki satu menara serta 7 kubah. Angka ini melambangkan 17 rakaat dalam sholat fardu. 

[caption caption="Mesjid Sultan Riau yang Keren (foto dokpri)"]

[/caption]

[caption caption="Sudut Lain Mesjid Sultan Riau (foto dokpri)"]

[/caption]

Arsitekturnya yang menarik membuat siapapun yang melintasinya pasti tergoda mampir ke sini. Yang paling mencolok dari mesjid ini adalah warna eksteriornya yang ngejreng. Perpaduan warna kuning terang dan sedikit hijau sebagai aksennya membuat bangunan mesjid ini tampak menonjol dibandingkan bangunan lain di Penyengat.

Mesjid peninggalan kerajaan Riau ini tak seberapa besar ukurannya. Luasnya hanya sekitar 54,4 x 32,2 meter. Di kiri kanan halaman terdapat dua rumah sotoh yang digunakan untuk beristirahat bagi pengunjung serta tempat bermusyawarah. Sedangkan di bagian tengah ada dua balai yang biasa digunakan untuk menaruh makanan saat ada kenduri atau berbuka puasa.

[caption caption="Tempat Wudhu yang Unik (foto dokpri)"]

[/caption]

Bagian dalam mesjid menjadi area terlarang untuk difoto. Di mesjid ini ada dua mushaf Al-Qur'an yang ditulis tangan. Satu mushaf yang ditulis oleh Abdurahman Stambul diletakkan dalam lemari kaca. Sementara satu mushaf lainnya tidak dipertunjukkan kepada umum lantaran dimakan usia sehingga kondisinya tak memungkinkan untuk dipajang.

Oiya, di mesjid ini saya dan beberapa Kompasianer menyempatkan diri untuk shalat sunnah dua rakaat maupun shalat wajib.

Mengagumi Kemegahan Vihara Avalokitesvara Graha  

Dari Pulau Penyengat kami bergegas ke daratan Tanjung Pinang. Jam yang sudah menunjukkan jam 4 sore membuat kami harus terburu-buru menuju lokasi Vihara Avalokitesvara, sebab menurut informasi Vihara tutup pukul 4 sore.

[caption caption="Patung Dewi Kuan Tin Terbesar di Dalam Vihara (foto dokpri)"]

[/caption]

 

Vihara ini adalah tempat beribadahnya umat Budha di Tanjung Pinang. Namun selain sebagai tempat beribadah, Vihara ini kerap dijadikan destinasi wisata oleh pelancong dari berbagai belahan dunia.

Ukurannya yang luas membuat tempat ini disebut sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. Vihara ini dibangun oleh komunitas warga Tionghoa di Tanjung Pinang yang digunakan untuk memperdalam agama bagi para bhiksu, sangha dan guru dari Indonesia, Tiongkok , Malaysia dan Singapura.

Begitu masuk pelataran, pengunjung akan disambut dengan taman luas dengan aneka tanaman seperti pohon buah naga.  

Di pelataran ini terdapat patung-patung prajurit kerajaan Tiongkok yang berbaris dengan rapi.

Sebelum masuk ke bagian dalam, saya tertarik dengan sejumlah pilar yang menyangga gedung ini. Tidak seperti pilar pada umumnya yang polos, di Vihara ini pilarnya dibuat berukir. Indah nian.   

Masuk ke bagian dalam Vihara, selain altar tempat berdoa, di sini pandangan saya langsung mengarah pada patung Dewi Kuan Yin Pu Sha berukuran besar yang diletakkan di bagian tengah belakang. Patung bersepuh emas 22 karat ini mempunyai tinggi 16,8 meter dan dibuat dari tembaga seberat 40 ton. Patung ini meraih rekor MURI sebagai patung Dewi Kuan Yi terbesar di dalam ruangan. 

[caption caption="Berfoto bersama Suhu Shukong (foto dokpri)"]

[/caption]

Kami juga sempat bertemu dengan seorang suhu berusia 98 tahun, bernama Shukong. Suhu yang tak lancar berbahasa Indonesia ini, terlihat senang dengan kehadiran para blogger. Bahkan beliau yang menawarkan untuk berfoto bersama.

Dari Vihara kami menuju Nirwana Garden Hotel untuk beristirahat sejenak. Penjelajahan Bintan hari pertama ini kami tutup dengan makan malam serba seafood di The Kelong. Sebuah tempat makan di atas air laut yang tempatnya super cozy. Soal Nirwana Garden dan The Kelong akan saya tulis terpisah.

Bagaimana keseruan Blogtrip hari kedua, ikuti terus postingan saya berikutnya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun