Dalam konteks pendidikan Islam, teori ini relevan untuk memahami dinamika di lembaga pendidikan. Ketegangan sering muncul akibat perbedaan pandangan tentang kurikulum, peran guru, dan distribusi sumber daya pendidikan. Misalnya, sekolah Islam di perkotaan biasanya memiliki fasilitas dan kualitas pengajaran yang lebih baik dibandingkan dengan di pedesaan, sehingga menciptakan ketidaksetaraan yang dapat menimbulkan konflik internal maupun eksternal, termasuk dengan pemerintah atau masyarakat.
C. Faktor penyebab adanya konflikÂ
Menurut Thomas Santoso (2001:65), konflik dapat terjadi karena beberapa faktor berikut:
1. Struktur Kelompok
Struktur kelompok mencakup ukuran kelompok, tingkat spesialisasi anggota, kejelasan pembagian tugas, kesesuaian antara tujuan anggota dan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem penghargaan, serta tingkat ketergantungan antaranggota. Penelitian menunjukkan bahwa semakin besar ukuran kelompok dan semakin terspesialisasi tugas-tugasnya, semakin besar kemungkinan konflik muncul.
Misalnya Dalam organisasi yang memiliki banyak divisi, konflik dapat timbul ketika divisi-divisi tersebut saling bergantung namun memiliki tujuan yang tidak sejalan, atau ketika pembagian tugas tidak terdefinisi dengan baik, sehingga memicu saling menyalahkan ketika pekerjaan tidak selesai sesuai jadwal.
2. Faktor Pribadi
Setiap individu memiliki sistem nilai dan karakteristik kepribadian yang unik. Perbedaan ini dapat memunculkan persepsi adanya konflik dalam kelompok, yang disebut perceived conflict. Jika individu merasa terlibat secara emosional hingga timbul perasaan cemas, tegang, atau frustrasi,Â
konflik ini berkembang menjadi felt conflict, yaitu konflik yang dirasakan secara emosional.
3. Komunikasi yang Buruk
Komunikasi yang tidak efektif, seperti kesalahpahaman, informasi yang tidak lengkap, atau gangguan dalam proses komunikasi, dapat menjadi sumber konflik.