"Kau benar juga. Kita harus kembali sebelum tengah malam." jawab Maheswara.
Nyi Kulodarmaji yang menyimak pembicaraan keduanya akhirnya melontarkan isi pikirannya, "Kerajaan Tirtapura? Sebenarnya apa yang kau sedang cari? Maheswara Putra Ashura."
"Aku bersama Nyai Dyah Asih sedang dalam perjalanan untuk mencari Pedang Warugeni milik Raja Siluman Suratreta. Sayangnya bukan hanya aku yang mengincar pedang itu, tetapi penyihir kerajaan siluman Suratreta, Ajisana Mahardika, juga mengincar nya." jelas Maheswara.
"Lah... Kau mencari Warugeni? Kenapa kau tidak bilang sedari awal?" ucap Nyi Kulodarmaji menimbulkan pertanyaan.
"Maksudmu?" tanya Maheswara bingung.
"Pedang Warugeni itu tidak pernah ada. Maksudku tidak ada yang tahu bentuk aslinya, karena pedang itu adalah perwujudan dari sang pemilik jiwa. Pedang Warugeni adalah pedang yang terbentuk ketika kau sudah mengabdikan jiwa mu untuk menuju tingkat akhir Ilmu Putih. Kemungkinan Raja Siluman Suratreta itu sudah mencapai tingkat akhir dari Ilmu Putih. Siapapun yang mendedikasikan dirinya dalam Ilmu Putih hingga sampai ke tingkat akhir akan melahirkan Warugeni nya sendiri." jelas Nyi Kulodarmaji.
"Tunggu dulu, jadi kau berusaha mengatakan bahwa selama ini kami mencari hal yang tidak ada?" tanya Maheswara.
"Bukan tidak ada. Kau mencari sesuatu hal yang sebenarnya ada di tempat yang paling dekat, yaitu jiwa mu sendiri." jawab Maheswara.
"Hmm kalau begitu apa kau bisa menjelaskan kenapa Raja Siluman Suratreta menghilang dengan tiba-tiba?" tanya Maheswara.
"Itu sudah sangat jelas. Kematian. Karena ketika kau sudah mencapai tingkat akhir dari Ilmu Putih. Kematian adalah penantian panjang bagi para penganut ilmu putih. Dengan kematian, mereka menyempurnakan ilmu nya." jelas Nyi Kulodarmaji.
"Lalu apa kau bisa menjelaskan tentang orang yang dirasuki amarah dan tiba-tiba memiliki sebuah senjata yang diselimuti aura kegelapan?" tanya Maheswara.