Mohon tunggu...
Syahtila Rajabi
Syahtila Rajabi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Biasa.

Tak Akan Ada Rasa Cukup Dalam Menulis. Terus Berusaha Membuat Tulisan Yang Bagus Dan Enak Dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | SOCA: Masa Depan Anastasia (Part 3)

25 Juni 2020   19:05 Diperbarui: 25 Juni 2020   19:10 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Hendrik, dimana kau? Muncullah!”

“Aku di Kamar 147. Temukanlah aku walaupun itu tidak mudah. Berhati-hatilah. Aku tak akan menahan diriku lebih lama lagi.”

“Dasar kau, Hendrik.”

Kamar 147, lagi lagi disitu. Aku segera berlari menuju lantai dua menggunakan tangga. Saat ingin menuju lantai 2, tangga itu dipenuhi makhluk makhluk yang marah. “Sial, kemarin tidak begini,” Gumam ku sambil mengeluarkan keris pusaka ku. “Hanguslah kalian semua!” Seketika semua makhluk-makhluk itu terbakar menjadi abu dan menghilang.

“Aku harus cepat!” Aku menaiki tangga dengan berlari dan tibalah aku dilorong yang gelap bahkan lebih gelap dari sebelumnya. “Wahai keris terangilah jalan atas kegelapan ini!” Keris pusaka menyala terang dan menghilangkan aura kegelapan yang ada dilorong itu. Sekarang aku harus menuju kamar 147 yang ada dideretan ke 111.

“101…102…103…104…105…106…107…108…109…110…111?” Hitunganku berhenti di angka 111 dan ada satu hal yang mengejutkan ku. “Nomor ruangannya bukan 147 tapi 111? Apa yang sebenarnya terjadi?” Tanpa berpikir lagi aku segera membuka kamar nomer 111 itu dan ternyata hanya berisi satu kursi kosong di tengah.

‘Ddrrt…’ Telpon ku lagi lagi berbunyi dan dengan segera aku angkat. “Hendrik apa yang telah kau lakukan? Aku tahu ini adalah salah satu dari akal busuk mu bukan. Akan kuhabisi kau!” Tak ada balasan kata-kata yang kudapat, hanya ada suara tertawa Hendrik yang menyebalkan. “Dasar kau Hendrik!”

“Jika kau ingin dia selama, cepatlah ke kamar 147 di lantai 3”

Untuk sementara aku terkejut, “Lantai 3?” Tanyaku. Tanpa pikir panjang aku langsung berjalan lurus menelusuri lorong gelap itu dan ternyata ada sebuah lift di ujung lorong. Dengan segera aku memasuki lift itu untuk pergi ke lantai 3. “Kenapa ada lift dilantai 2? Kenapa tidak langsung dilantai 1 saja? Apa jangan jangan ini adalah jebakan dari Hendrik?”

Dan benar saja, semuanya telah aku perkirakan. Tiba-tiba lift itu berhenti dan aku mendengar geraman dari atas kepalaku. “Akan aku habisi kau Hendrik, akan ku akhiri semuanya disini.”
Dan tiba-tiba saja ada sesuatu yang besar menimpa lift.

Bersambung…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun