Mohon tunggu...
Syahtila Rajabi
Syahtila Rajabi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Biasa.

Tak Akan Ada Rasa Cukup Dalam Menulis. Terus Berusaha Membuat Tulisan Yang Bagus Dan Enak Dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | SOCA: Masa Depan Anastasia (Part 2)

23 Juni 2020   09:30 Diperbarui: 25 Juni 2020   18:01 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

24/7/2007 10:00
Di Toko Souvenir no.64 Jl. Serikat

“Jadi bagaimana selanjutnya?”

“Aku sudah memikirkan ini jauh jauh hari, tapi kemunculan Hendrik benar benar diluar dugaan ku. Aku tak mengira dia masih mengumpulkan anomali.”

“Jadi?”

“Aku harus bermeditasi.”

“Haah terserah kau saja.”

Arya berjalan ke ruangannya, namun belum sampai masuk ke ruangannya langkahnya terhenti.”Aku punya firasat buruk.” Gumamku. Arya memutar badannya dan menoleh ke arah ku. “Oh iya Soca, karena aku akan pergi bermeditasi, bisakah kau menggantikan tugas ku mengurus gadis itu. Aku juga sudah menyiapkan makanan di meja untuknya. Tolong ya.” Kata Arya dengan senyum menyebalkannya.

“Kau harus menggajiku lebih setelah ini.” Jawabku ketus sembari bangun dari kursi.

Seharusnya hari ini aku bisa bersantai dengan segelas kopi dan sekaleng biskuit, setelah yang kulalui kemarin malam. Aku rasa aku bisa bersantai setelah menyelesaikan tugas dari Arya. Aku pun berjalan menuju dapur dan mengambil makanan diatas meja makan dan membawanya menuju kamar gadis itu.”

Sesampainya di depan pintu kamar, aku langsung saja membuka pintu. “Hei aku membawa makanan, makanlah dan biarkan aku bersantai.”

“Apa yang akan kalian lakukan padaku? Apa aku akan mati?” Tanya gadis itu penuh kegelisahan. Aku hanya diam dan menaruh nampan itu dimeja dekat kasur. “Tolong, siapapun jawab aku, apakah ada orang?” Tanyanya lagi. Aku hanya cuek dan mulai mencari tempat duduk dan mulai duduk untuk bersantai.

“Jadi, yang mana dulu yang aku jawab? Pertanyaan yang kemarin atau yang sekarang? Kalau pertanyaan yang kemarin aku sudah lupa dan kalau yang sekarang aku tidak peduli.” Kata ku datar. Ia hanya diam seribu kata, “Apa aku terlalu kasar padanya?” Gumam ku sambil memerhatikan gadis didepan ku.

“Ke-Kenapa kau membawa ku keluar dari rumah sakit itu?” Akhirnya dia bicara lagi.

“Hmm? Kenapa? Aku juga tidak tahu. Aku hanya menjalankan tugas.” Jawabku singkat. Lagi lagi hening. Aku terus memperhatikannya.

 Kemudian ia berkata lagi “Lalu apa yang akan kau laku—“

“Aku rasa hanya itu saja. Makanlah itu lalu mandilah, setelah itu kau baru boleh bertanya lagi. Dan jika kau tidak melakukan apa yang sudah aku bilang, aku tak akan mengurus mu lagi dan mengembalikanmu kembali kesana.” Jawab ku sambil bangun dari kursi.

Aku terlalu malas untuk menjawab banyak pertanyaan. Aku ingin sekali bersantai kali ini. Aku mulai melangkahkan kaki ku untuk meninggalkan kamar ini dan berencana untuk menyeduh segelas teh. Namun, baru saja aku memegang gagang pintu.

‘Prank!’

Nampan yang kutaruh dimeja terjatuh.”Ada ada saja.” Gumamku kesal.
Aku pun memutar badan ku dan langsung membereskan pecahan piring dan gelas yang berserakan.

“Ma-Maafkan aku tuan. Aku tidak sengaja.” Katanya sedikit terisak.

“Hmm.” Gumamku kasar.

Aku sedikit melirik dan kulihat ia terkejut dan hampir menangis. Setelah kubereskan kekacauan yang barusan terjadi, aku langsung duduk dikursi yang tadi. “Aku lupa kau tidak bisa melihat.”

“Maafkan aku tuan, aku sungguh tidak sengaja.” Ia kembali meminta maaf.

“Apa kau tidak mau membuka perban itu? Kau akan merepotkan bila perban itu belum dibuka.”

“Ja-Jangan...”

“Kenapa? Bukankah itu lebih baik.”

“Aku…Aku tak bisa melihat semua itu, aku sudah tak tahan melihat semuanya.”

“Hmm? Melihat apa?” Aku langsung mengeluarkan memo kecil dan pulpen dari jaket ku.

“Aku tak mau lagi melihat mimpi mimpi itu, sungguh mimpi itu sangat menyeramkan. Aku…Aku selalu melihat hal hal aneh, dan hal hal aneh itu kemudian menjadi hal yang nyata. Aku tak kuat melihat hal hal mengerikan yang harus menimpa orang orang didekat ku, bayang bayang akan masa depan sungguh membuatku tersiksa.”

“Hmm…” Aku berusaha menjadi pendengar yang baik disini.

“Bukan hanya itu…kadang aku juga melihat bayang bayang masa lalu, suatu hal yang aku tahu itu pernah terjadi. Hal hal menyedihkan yang selalu hadir di kepala ku, kenangan kenangan pahit itu selalu mengganggu ku. Aku sudah tak tahan dengan semua itu. Aku…Aku ingin mati saja!!”

“Cukup.” Kata ku sedikit menggertak.

“…Hah?”

“Beristirahatlah, nanti malam kau akan ikut kami untuk melakukan penyelidikan. Aku harap kau tidak kurang tidur. Soal makanan, nanti aku sampaikan ke Arya. Selamat Beristirahat.” Kata ku sambil meninggalkan dirinya yang kebingungan.

“Aku harus menemui Arya, mungkin saat ini ia masih bermeditasi. Biarlah.” Gumamku.
Aku segera berjalan menuju ruang kerja Arya di bawah bangunan ini. Menuruni anak tangga bawah tanah dan berjalan menuju ruangan lembab dan gelap. Sebenarnya Aku sangat tidak suka tempat ini dan juga kenapa ia memilih tempat ini sebagai ruang kerjanya.

“Hei Arya! Apa kau sudah selesai bermeditasi? Ada hal penting yang harus aku sampaikan, cepatlah.” Teriak ku.

Arya hanya diam dan fokus dengan meditasinya, “Aku rasa ia sudah tenggelam terlalu dalam.” Pikir ku melihat tingkah Arya. Mataku mulai menjelajah, mencari kursi untuk duduk. Aku lalu menemukan sofa yang bagus dan langsung mendudukinya. Sofa yang sangat empuk, kenapa ia taruh ini disini?

Aku mulai memeriksa memo kecil yang kusimpan, mencoba menyambungkan semua hal yang terjadi dalam penyelidikan kali ini. Pertama adalah letak kamar nomor 147 dideretan ke 111, aku tak tahu apa yang dipikir sang arsitek ketika membangun rumah sakit itu. Lalu seorang gadis pemilik mata yang dapat melihat masa lalu, masa kini, dan masa depan. Aku rasa gadis itu adalah hal utama dan kunci dari penyelidikan kali ini. Setelah itu ada kemunculan Hendrik, ia tak akan muncul jika tak ada anomali yang terjadi. Apa sebenarnya yang telah menyimpang saat ini?

Dan satu lagi, sampai saat ini, Arya belum memberitahu ku tentang gadis itu. Siapa sebenarnya gadis itu? Dan juga, bagaimana ia bisa memiliki mata itu? Aku rasa aku harus mencari informasi lebih banyak tentang gadis itu. Mungkin aku harus mendatangi rumah sakit itu lagi untuk mendapatkan informasi mengenasi gadis ini.

24/7/2007 18:00
Lantai 1 Rumah Sakit Mitra Utama

“A…B…C…D…E…F…G, baiklah dimana data itu disimpan sekarang.” Saat ini aku sedang dirumah sakit untuk mencari data tentang gadis itu. Aku berpikir jika aku bisa mendapatkan data tentang gadis itu, pekerjaan ku akan lebih mudah dan tentu saja Arya bisa berhenti dari kegiatan meditasinya.

“Grise…Anastasia, ini dia,” Akhirnya aku menemukan map berisi datanya. “Jadi…dia masuk rumah sakit ini baru tahun lalu, tapi setahu ku rumah sakit ini sudah ditutup dari 10 tahun lalu. Apa yang sebenarnya terjadi disini? Lebih baik aku berikan map ini ke Arya.” Aku pun segera bergegas kembali ke took untuk memberi tahu Arya.

Aku rasa penyelidikan kali ini telah menemukan titik terangnya, walaupun banyak hal diluar pengetahuanku yang harus aku selidiki lebih lanjut lagi. Terutama, tentang rumah sakit ini yang cukup membingunganku. Grise Anastasia, seorang pemilik Mata Takdir. Akan ku buktikan padamu, Hendrik.

Bersambung…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun