Mohon tunggu...
Syahtila Rajabi
Syahtila Rajabi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Biasa.

Tak Akan Ada Rasa Cukup Dalam Menulis. Terus Berusaha Membuat Tulisan Yang Bagus Dan Enak Dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | SOCA: Masa Depan Anastasia

18 Juni 2020   12:05 Diperbarui: 25 Juni 2020   17:56 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dok Pribadi

23/7/2007 22:56
Lantai 2 Rumah Sakit Mitra Utama

Di lorong yang gelap dan lembab di sebuah Rumah Sakit yang sudah lama ditinggalkan ini aku berdiri, menghadapi kegelapan yang tak berujung. Melangkahkan kakiku masuk kedalam kegelapan itu, kaki ku melangkah tanpa ragu, kegelapan itu menyambutku dengan seringainya seolah aku adalah mangsanya.

Aku menelusuri tempat ini bukan tanpa alasan, seseorang yang menyebalkan yang meminta ku kesini dan dia juga yang menyebabkan aku harus masuk sendirian ke tempat yang sama menyebalkannya ini. "Hmm jadi dimana kamar 147? Banyak sekali pintu disini dan aku tak bisa membuang buang waktu ku disini." Gumamku.

Semakin ku telusuri lorong itu semakin aku jatuh kedalam kegelapan tempat ini. Dan ada satu hal yang tak kusangka dari sebuah rumah sakit terbengkalai ini---dari luar tempat ini terlihat sepi dan gelap namun di dalamnya sangat ramai. Aku tak pernah ragu dengan apa yang aku lihat, karena mataku dapat melihat semuanya.

Semakin lama udara disini semakin menyesakkan, akupun mulai mempercepat langkah kakiku dan harus segera menemukan kamar nomor 147 itu. Dengan langkah cepat kutelusuri kegelapan itu, sejauh ini sudah ada 100 pintu yang kulewati. Aku tahu itu karena aku menghitungnya. Berarti tinggal 47 pintu lagi untuk sampai kesana.

"101...102...103...104...105...106...107...108...109...110...111?"  Hitunganku berhenti di pintu ke 111.  Memang benar pintu itu adalah pintu ke 111 tapi ada satu hal yang aneh, kenapa papan nomornya bertuliskan 147? Aku tidak mau memikirkan itu, karena aku sudah sampai di tempat tujuanku.

Segera saja ku buka pintunya, karena aku mau ini selesai dengan cepat. 'Cklek...krieet' Pintu itu terbuka. Mataku kembali menjelajah isi kamar, nampak seorang gadis kesepian terduduk diatas kasur rumah sakit dengan mata dililit perban. Wanita yang tak kuketahui siapa, tapi mungkin ini adalah tujuanku.

"Permisi, Selamat Pagi." Aku coba menyapanya. "Selamat Malam." Dia menjawabnya.
Aku pun berjalan mendekati kursi di dekatnya untuk duduk. Aku mulai mengambil memo kecil dan sebuah pulpen dari dalam jaket ku. "Namamu adalah Grise Anastasia bukan?" Tanyaku dan dia hanya mengangguk. Tanganku mulai mencatat, "Baiklah, langsung saja ke intinya. Aku dengar kau bisa melihat masa depan," Kata kataku barusan berhasil membuat nya sedikit terkejut. "Kalau itu benar aku akan membawa mu keluar dari sini dan kalau itu tidak benar, aku akan tetap membawa mu keluar dari sini."

Ia terlihat kebingungan dengan apa yang aku katakan barusan. Aku ingin sekali menyelesaikan misi kali ini dengan cepat. "Aku akan menggendong mu." Kataku dengan nada datar. Kuangkat tubuhnya dari kasur itu, wajahnya yang penuh kebingungan itu terlihat jelas di mata ku. Dengan cepat aku keluar dari kamar itu, dan sialnya ada satu hal yang aku lupakan.

Ketika aku keluar, tepat di depan ku, kegelapan itu telah memiliki wujud. "Baiklah, aku rasa aku telah melewati jam besuk.  Kumpulan makhluk halus penghuni rumah sakit menatap ku dengan tatapan rasa lapar. "Hmmph... Aku tidak ada urusan dengan kalian, aku akan segera pergi. Tenang saja." Tak ada tanggapan, aku pun segera melangkahkan kaki ku menuju lobi rumah sakit.

Berjalan melewati lorong yang penuh dengan mahkluk menjijikan. "Mau kau bawa kemana aku?" Sebuah pertanyaan tanpa jawaban. Aku hanya berjalan tanpa memperdulikan pertanyaannya. Berjalan menuruni anak tangga karena rumah sakit ini adalah bangunan tua tanpa lift, sungguh merepotkan.

Ketika aku sampai di lobi, aku langsung keluar dari bangunan tua ini. Sebuah mobil sedan tua berwarna hitam terparkir di depan rumah sakit, nampak seorang laki laki berpakaian setelan hitam menungguku.

"Hei sudah selesai ternyata? Aku hampir saja melupakan mu hahaha."

"Berisik, cepat buka pintu mobilnya." Kataku kesal.

Aku pun menurunkan tubuh wanita ini dan memasukkannya kedalam mobil. "Aku mau dibawa kemana? Siapa kalian sebenarnya? Kenapa kalian membawa ku?" Mulut gadis ini tak bisa berhenti untuk melontarkan pertanyaan. "Hei Arya, tenangkanlah dia." Aku menyuruh Arya---Sebenarnya dia adalah bossku---untuk menenangkan gadis itu.

"Tuan putri tolong tenanglah, kami tak akan melukai mu.Aku akan membawa mu ketempat yang lebih aman. Jadi tenanglah." Seperti biasa Arya sangat pandai membujuk orang, dan itulah yang membuat ku kesal dengannya.

"Ketempat yang aman? Apa kau bercanda?!"

 Aku hanya diam karena aku sudah terlalu bosan. "Hei Arya, cepatlah jalankan mobilnya."
Arya hanya menghela nafas pelan dan langsung menyalakan mobil.

Malam itu adalah malam yang membosankan seperti hari hari yang sebelumnya, tak ada yang berbeda. Aku menatap keluar jendela mobil, memperhatikan sepinya malam dan gelapnya kota di malam hari. Keheningan ini membuatku sedikit mengantuk, mungkin aku bisa memejamkan mataku sebentar. Sebelum aku memejamkan mata, aku sempat memerhatikan gadis itu, tubuhnya yang mungil dibalut piyama putih dan balutan perban yang menutup matanya. Apa yang sebenarnya sudah terjadi?

'Ngiiit'

Arya yang menyebalkan tiba tiba memberhtikan mobilnya. "Oi Arya, apa apaan ini?!" Tanyaku kesal. "Soca, sepertinya ada yang menghalangi kita." Kata Arya sambil menggerakkan kepalanya kedepan.

Aku alihkan pandangan ku ke arah yang ditunjuk Arya. "Hmm...?" Aku mengangkat alis ku. Tepat di depan mobil. Disorot lampu mobil yang terang. Jelas sekali. Satu lagi orang yang menyebalkan. "Dia lagi, mau apa dia, sungguh merepotkan." Aku mendengus sebal.

"Soca, aku rasa kau harus menyelesaikan ini, aku tak mau kita sampai terlambat." Suruh Arya.
"Alah, sudahlah. Tanpa kau suruh aku juga akan menyelesaikan ini. Aku sudah terlalu malas."

Aku segera membuka pintu mobil dan berjalan menuju orang itu. "Hmm jadi apa mau mu? Aku tak ada waktu untuk melayani mu disini, jadi pergilah."

Orang itu hanya diam, seperti biasa. "Heh sudahlah." Aku berbalik untuk kembali masuk ke mobil.

"Aku harap kau tidak melupakan apa yang sudah aku lakukan dan kau pasti sudah tahu apa yang akan aku lakukan selanjutnya, seperti biasa. Mungkin kali ini kau tidak akan berhasil, aku tahu kau tidak akan pernah berhasil, kau hanya beruntung." Kata kata membuatku menoleh kembali.

"Owh begitu? Ayo kita buktikan perkataan mu itu, Tuan Hendrik."

Aku membuka pintu mobil dan kembali duduk,"Sudah selesai, ayo pulang." Kata ku datar. Arya hanya diam sambil kembali menjalankan mobilnya. "Jadi apa yang kau katakan padanya?" Tanya Arya. "Aku hanya menyuruhnya untuk pergi."

"Heh kau memang cuek seperti biasanya, itulah yang membuat aku tertarik padamu waktu itu."

"Heh terserah."

Malam itu tepat pukul 00:10 seorang gadis bernama Grise Anastasia kembali memulai hidupnya lagi. Mata yang telah melihat semuanya, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Semuanya terlihat serupa, jalan yang sudah terlihat jelas, hidup yang sudah terduga, kematian yang tak lagi menakutkan, karena mata itu sudah melihat semuanya.

[Bersambung...]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun