b. Islam membolehkan akad-akad yang mengandung sedikit gharar seperti akad salam sebagai rikhsah (keringanan) sehingga harta bisa berpindah kepemilikan dengan akad-akad ini.
c. Islam mensyariatkan akad-akad yang bersifat luzum tanpa pilihan kecuali jika disepakati ada syarat dalam akad.
d. Islam melarang penimbunan uang karena jika uang tidak beredar, maka akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan keuangan, perdagangan dan sosial.
e. Islam melarang setiap bentuk praktik riba karena menghilangkan sikap simpati pada pelaku riba terhadap sesama dan karena seluruh tujuanya adalah mendapatkan harta dari sekian banyak orang, termasuk dari harta orang yang membutuhkan.
f. Islam melarang perjudian karena merugikan produksi dalam umat ini, melumpuhkan sumber daya insani sehingga tujuan investasi tidak tercapai karena dengan terkonsentrasinya harta ditangan pelaku judi itu sesungguhnya distribusi yang berbahaya dan tidak melahirkan produksi, termasuk implikasi moral yang timbul seperti permusuhan dan dengki.
g. Memenuhi hajat akan harta diantaranya dengan memudahkan ketentuan hukum terkait praktik muamalat, diantaranya dengan menegaskan al-ashlu fiil muamalat al- ibahah (pada prinsipnya setiap praktik muamalat itu hukumnya boleh).
7. Kewajiban Bekerja dan Memproduksi
Di antara maqasid syariah adalah kewajiban bekerja dan memproduksi. Kewajiban ini berdasarkan istiqra’ terhadap dalil-dalil yang memberikan dilalah qati’ah (makna yang pasti) bahwa bekerja dan produksi itu hukumnya wajib sesuai dengan firman Allah Swt yang artinya:
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezekinya dan hanya kepadanyalah kamu (kembalu setelah) dibangkitkan.” (QS Al- Mulk [67] : 15)
Dalam ayat ini Allah Swt. Memerintahkan untuk berjalan di muka bumi ini untuk mencari rezeki Allah Swt. Dalam konteks maqasid, mencari rezeki menjadi wajib untuk menyediakan kebutuhan harta dari aspek wujud karena tanpa bekerja, tidak mungkin ada harta dan uang.
a). Hukum Bekerja