Sampai akhirnya di sore itu ia tersadar, bahwa impiannya pada masa kanak-kanak hanyalah ilusi belaka. Ya hanya ilusi. Tidak lebih dari sekedar mimpi dan khayalan yang tersangkut pada ruang pikirannya sendiri.
Langit sore selalu cantik dengan warnanya yang jingga, ditambah kicau burung camar yang setiap senja hari terbang melintasi atap rumahnya. Kala itu ia sedang berada di sebuah bangku selonjor yang ia buat sendiri dari puing-puing reruntuhan rumah bekas lokasi penggusuran.
Beranda rumah yang beralaskan tanah merah padat, dengan corak berbentuk percikan air, yang terbentuk alami dari kotoran ayam yang sudah mengering. Beragam warnanya, dari putih hingga hijau gelap. Ada juga yang kuning, atau cokelat sedikit merah.
Kotoran itu memang sengaja tak pernah ia bersihkan, karena ia berpikir bahwa alam pasti bisa melukiskan dirinya sendiri.
Anehnya, ketika seorang tetangga yang rumahnya berdekatan dengan rumah ia, berinisiatif untuk membersihkan kotoran ayam itu, ia justru malah memarahainya, bahkan tak jarang yang keluar dari mulutnya adalah makian.
"Goblok! Titipan tuhan, jangan dibersihkan." Katanya, bersungut-sungut. "bersihkan saja rumahmu, jangan mengurusi orang lain."
Ia memang dikenal seseorang yang sedikit gila. Karena perangainya yang aneh. Banyak tetangganya melihat ia tertawa sendiri. Bahkan, suatu hari ia pernah terlihat tertawa terpingkal-pingkal sampai terjengkang dari kursi selonjor yang ia buat dari reruntuhan bekas penggusuran itu.
"kasihan ia" ujar salah satu warga desa.
Di desa tempat tinggal ia, belakangan ini beredar gossip yang berkata bahwa ia kerasukan jin penunggu kawasan yang tergusur itu. ada juga yang berkata bahwa ia sengaja membiarkan kotoran ayam itu mengering, agar ia bisa mabuk setiap hari. Ada juga yang berkata bahwa ia terkena santet karena pernah mengawini salah satu kambing milik sesepuh di desa sebelah. Bahkan ada yang berkata bahwa, pesugihan yang ia lakukan tidak memenuhi syarat. Yang berakibat kekuatan gaib itu berbalik menguasai dirinya.
-
Keseharian ia adalah seorang pencari kayu bakar. Meskipun di desanya sudah mendapat penyuluhan kompor gas dari pemerintah, namun ia tetap bertahan dengan pekerjaannya.
Bukan karena ia adalah seseorang yang bodoh dan tak mampu bekerja ditempat umum seperti kebanyakan orang. Melainkan ia sangat yakin dengan nasihat salah seorang motivator yang pernah berkata di salah satu acara televisi "orang sukses adalah mereka yang tidak pernah menyerah terhadap beban hidupnya. Dan sangat yakin bahwa masalah pada hari ini adalah tempaan untuk hari esok yang lebih cerah."
Meskupun ia tidak mengetahui nama motivator tersebut, tapi ia sangat yakin dengan perkataannya itu. bahkan ia masih ingat betul ciri khas motivator itu adalah memiliki mahkota yang terbuat dari rambutnya sendiri yang melingkari kepalanya yang botak.
Pernah suatu ketika, pada saat ia masih duduk dibangku sekolah, diperingatkan oleh temannya. Bahwa para motivator itu hanya pandai berbicara, bukan beraksi seperti ucapannya.
Namun ia menafikan ucapan temannya itu. ia fikir temannya hanya iri terhadap dirinya yang akan menjadi sukses dengan berpegang teguh dengan apa yang diyakininya hari itu.
-
Suatu hari ada 4 orang berpakaian rapih mengendarai mobil mewah berwarna hita. Dilihat dari dandanan orang-orang itu, dicurigai mereka adalah politikus yang sering muncul di layar kaca, yang diminati wawancara untuk memberikan kritik pada lawan politiknya. Salah satu dari mereka turun dari mobilnya. Mengenakan jas merah yang kancingnya tidak dikaitkan, celana bahan yang memiliki warna sepadan. Mencari seorang lelaki berbadan kurus dan berjanggut lebat yang tak pernah dicukur.
"ndak salah lagi." Kata seorang tukang ojek, yang sering mangkal di perempatan dekat balai desa. "dari ciri fisiknya, orang seperti itu disini hanya ia."
Kemudian, tukang ojek itu menunjukan jalan menuju rumah ia. "dari sini sampeyan jalan lurus saja," katanya sambil mengacungkan jari telunjuknya kearah yang dimaksud. "sampai bertemu dengan sebuah sungai." Tuturnya.
Salah seorang yang menggunakan jas dengan warna yang sama, membuka kaca mobil bagian belakang. Mencermati setiap petunjuk yang diberikan oleh tukang ojek itu. mewanti-wanti, takut temannya yang menggunakan jas merah berkaca mata hitam itu lupa.
"nanti sampeyan parkir di bawah pohon itu saja," kata tukang ojek itu. "mobil ndak bisa lewat jembatan. Sudah rapuh." Ujarnya
Orang dengan jas merah berkaca mata hitam itu manggut-manggut.
"nah! Terus," lanjut tukang ojek itu. "sebrangi jembatan itu. ada pertigaan, belok kiri." Katanya, sambil membentuk sebuah tikungan menggunakan tangannya.
"oke, lalu?" kata orang berjas merah tersebut.
Di dalam mobil, tampak seorang perempuan setengah baya yang memiliki tahi lalat di wajahnya baru bangun dari tidurnya. Sepertinya ia kelelahan di perjalanan. Ia meregangkan tubuhnya. Meghentakkan kedua tangannya kedepan secara bergantian, kemudian diikuti gerakan kepala dengan sedikit sentakan ke arah kanan dan kiri.
"sudah sampai?" tanyanya kepada seorang temannya yang sedang menyimak petunjuk arah dari jendela.
"sudah bangun bu?" tanyanya, sebelum menjawab pertanyaan perempuan setengah baya tersebut. "sebentar lagi. Ibu persiapkan diri saja dulu."
Tanpa diminta dua kali, perempuan itu mengambil sebuah jas merah yang sudah ia siapkan di bangku belakang mobil yang kosong.
"pokoknya, rumahnya banyak kotoran ayam." Kata tukang ojek itu "nanti sampeyan juga tau kok. Banyak tumpukan kayu di rumah ia."
Setelah mendapat petunjuk, keempat orang itu langsung meluncur menuju tempat yang dimaksud.
-
Beberapa bulan berlalu. Ia nampak lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dengan kemeja putih dan celana bahan yang berwarna hitam, sedang duduk di sebuah ruangan, tempat orang-orang yang memberikannya pekerjaan, mengadakan rapat.
"pak, kenapa nggak pakai jas?" tanya salah seorang yang juga bekerja di perusahaan tempat ia bekerja.
"saya risih," katanya, "ndak biasa."
Acara rapat dimulai, ia menyimak dengan cermat pidato perempuan tua yang waktu itu turut berkunjung kerumahnya.
-
Di desa tempat tinggalnya dahulu. Warga masih sibuk meng-gossip-kan ia. Tapi kali ini dengan topik yang berbeda. Ada yang menganggap bahwa ia beruntung. Ada yang iri, kemudian menjelek-jelekkan citra ia. Ada juga yang menyanjung-nyanjungnya bak memuja seorang Nabi baru.
"kabarnya ia bakal memimpin kelurahan kita tahun depan." Ujar seorang ibu-ibu yang sedang ngerumpi sambil memilih sayuran di pasar.
"syukurlah kalau begitu." Kata pedagang sayur.
"kok syukur, pak?" protes salah seorang pembeli, yang turut nimbrung mengelilingi gerobak sayur.
"ya syukur to," kata pedagang sayur, menanggapi santai "ia kan dulunya rakyat kelas bawah. Dijamin, ia mengerti kebutuhan rakyat seperti kita ini." tuturnya.
-
Tahun-tahun berlalu. Perubahan di kelurahan yang dipimpin ia mengalami banyak perubahan, selama satu periode. Transportasi, peremajaan jalan, dan masih banyak lagi prestasi yang diraih oleh ia. Bahkan tahun ini adalah tahun keduanya menjabat sebagai lurah di desa ini.
Tapi kabar yang bertebaran di masyarakat setempat. Tahun depan ia akan dibawa ke kota besar, untuk memimpin kelurahan disana.
"disana lebih parah daripada desa kita." kata seorang petani, yang sedang makan siang di sebuah pondok kecil yang terletak di tenah sawah. "kita dukung saja. Toh, wakilnya masih ada."
"tidak bertanggung jawab itu namanya." Sangkal petani lain, yang sedang menunggu istrinya membawakan jatah makan siangnya.
Ketika semuanya selesai makan siang, bukannya meneruskan pekerjaannya. Kedua petani itu malah asik berdebat masalah ia.
"sudah pak," potong istri salah satu petani itu. "kita itu nggak ngerti apa-apa. Mending teruskan pekerjaannya, daripada buang-buang waktu." Tuturnya, mengingatkan suaminya.
"bukan begitu bu," ujar suaminya "saya itu kasihan melihat ia. Dia itu nggak ngerti apa-apa, kok malah disuruh pusing-pusing ngurusi daerah yang rusak." Katanya
"nah! Yang ini saya setuju." Seru salah satu petani, yang sejak tadi membela ia.
"nggak perlu dikasihani pak" kata istri petani itu, sambil membereskan peralatan makan. "wong bukan dia yang bekerja, dia kan hanya menerima perintah dari atasannya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H