Apa salahnya jika seseorang memilih jalan hidupnya sendiri? Mempercayai apa yang diyakininya? berjuan menjemput cita-citanya sendiri, walaupun ditolak oleh akal sehat kebanyakan orang.
Saya resah, dengan anggapan bahwa tindakan yang saya ambil beberapa bulan yang lalu (keluar dari tempat kerja saya dan melanjutkan hobi saya) dikatakan sebagai "tindakan ceroboh."
Padahal nyatanya, sebelum saya mengambil keputusan itu sudah saya pikirkan dengan matang. Meskipun yang saya dapati adalah rencana itu tidak sesuai dengan ekspektasi saya.
Mengenai rencana saya yang gagalpun sebenarnya sudah saya tulis dalam daftar resiko yang akan saya terima. Sesungguhnya apa yang saya lakukan hari ini adalah hasil perhitungan saya, bisa dibilang, yang sudah matang.
Oke, jika ada yang berkata bahwa, apa yang kamu yakini belum tentu benar, bisa jadi perkataan orang lain yang kamu cekal lah yang sebenar-benarnya jalan yang benar, menurut saya, itu semua adalah hasil doktrin dari ketakutan-ketakutan atas tekanan hidup yang makin hari makin berat.
Mungkin beberapa nasihat yang diberikan orang-orang di sekeliling saya ada benarnya juga, tapi apakah harus saya lakukan? Jawabannya, Tidak. Meskipun itu adalah orang tua saya sendiri.
Mengapa? Sebab saya pikir, kegagalan yang akan datang karena pilihan saya akan membuat saya semakin bertumbuh, semakin matang dan dewasa dalam berpikir dan bertindak.
Mungkin pernyataan saya terdengar sedikit mementingkan ego saya. Tetapi pertanyaan besarnya adalah apakah dengan mengikuti saran orang lain akan membawa saya pada kesuksesan? Belum tentu. Atau, apakah dengan percaya dan yakin dengan pilihan saya, akan membawa sayapada keberhasilan yang sudah direncanakan? Belum tentu juga.
Kemudian bisa disimpulkan bahwa saran orang lain sama halnya dengan pilihan saya, yang sama-sama memiliki jawaban "belum tentu berhasil."
Di sisi lain, kedua hal ini juga sama-sama berharap pada nasib baik yang akan menghapiri saya.Â
Entah itu saran orang lain ataupun pilihan saya yang saya yakini, keduanya mengacu pada keberhasilan saya di masa yang akan datang.
Orang lain yang memberi saran saya karena ia peduli dengan masa depan saya. Begitupun dengan saya, saya memilih ini karena saya peduli dengan nasib saya di masa yang akan datang.
Ini yang menarik. Ketika seseorang lebih mempedulikan pendapat orang lain, kemudian gagal, orang tersebut akan cenderung menyalahkan orang lain yang memberikan nasehat/saran tersebut.
Tapi dengan saya mengikuti pilihan saya sendiri, justru akan membuat saya lebih bertanggung jawab terhadap kemungkinan gagal yang ada di depan sana nanti.
Hal ini lah yang saya resahkan, kebanyakan orang justru membuat seseorang tidak percaya diri terhadap pilihannya dengan dalih memberikan nasihat atau saran agar ia tidak terjebak pada kegagalan.
Bukan sebaliknya, mendukung dengan penuh pilihan orang lain tanpa mementingkan ego bahwa saran yang ia berikan adalah jalan terbaik yang bisa diambil.
Sialnya, pada beberapa pengalaman pribadi saya, orang-orang yang memberikan nasihat ini, setelah saya mengikuti sarannya, justru malah meninggalkan saya. Persetan dengan pendapat orang lain!Â
Kemudian ketika saya mendapat masalah dari saran yang diberikan orang tersebut, saya tidak menemukan orang itu tidak ada di barisan orang-orang yang memberi nasihat atau saran untuk memecahkan masalah yang sedang saya hadapi saat itu. Memang, sudah seharusnya saya mampu menyelesaikan masalah saya sendiri.Â
Namun, setiap jalan atau setiap pilihan pasti terdapat masalah atau rintangan yang akan menghadang, dan hal itu tidak dapat dinafikan. Lihatlah! pada awalnya, ia memberikan saran yang baik layaknya orang yang peduli dengan nasib saya.Â
Tapi berengseknya, orang ini tidak menjelaskan secara detail resiko-resiko apa saja yang akan saya hadapi jika saya menempuh jalan yang ia rekomendasikan.
Sialnya lagi, kasus seperti itu tidak terjadi sekali dalam hidup saya. Sayapun masih sering membuka pikiran dan menerima saran orang lain, tapi saya sering lengah saat orang-orang ini coba menyetir kehidupan saya.
Bukan berarti dengan menafikan pendapat atau saran dari orang lain, kita menjadi pribadi yang mementingkan ego kita sendiri.
Tak bisa dipungkiri bahwa kita masih membutuhkan orang lain berdiri di samping kita, dengan catatan ia tidak menyetir tapi memberikan dukungan kepada apa yang sudah kita pilih.
Dukungan-dukungan semacam itulah yang terus mendorong kita untuk menjadi pribadi yang berani menghadapi masalah. Bukan menjadi pribadi yang pengecut dengan cara menghindari masalah dan mengambil jalan lain yang berlandaskan dengan pengalaman pribadi orang lain.
Semua orang tau, setiap insan pasti memiliki jalan takdirnya sendiri. Meskipun pada lingkaran yang sama, tidak melulu berarti orang itu akan mendapatkan masalah yang sama.
Di sebuah lintasan pacu, setiap pembalap yang ada di belakang kemudinya pasti memiliki tujuan yang sama, yaitu berhasil finish di urutan pertama.
Tapi, apakah setiap pembalap punya latar belakang pengalaman yang sama?Â
Untuk menghindari sebuah tikungan licin misalnya. Hanya pembalap-pembalap dengan latar belakang pengalaman yang banyak lah yang mampu mengatasi masalah tikungan itu dengan baik.
Namun jika pembalap dengan pengalaman yang banyak itu menyarankan keponakannya untuk terjun ke dunia balap juga, agar bisa meraih prestasi sebanayak yang bisa ia peroleh, adalah salah besar.Â
Sebab kemampuan dan potensi yang dimiliki setiap orang pasti berbeda-beda. Meskipun ia dilatih oleh orang dengan bakat yang luar biasa. Seberapa besar peluang keponakan pembalap ini bisa mengatasi tikungan licin itu?Â
Kemungkinannya sangat kecil. Ia pasti akan memiliki cara dan jalannya sendiri untuk mengatasi tikungan licin tersebut. Dengan catatan, orang yang memberikan rekomendasi kepadanya untuk terjun kedunia balap tetap berdiri disampingnya, bukan justru meninggalkannya.
Atau paling minimal, sebelum melepaskan keponakannya seorang diri di linatasan pacu, pembalap berpengalaman ini memberikan edukasi dan peta masalah yang akan keponakannya hadapi jika ia memang mau mengikuti sarannya.
Jadi saya berharap, agar mengurangi untuk mengarahkan kehidupan orang lain. karena setiap pribadi, setiap insan, setiap jiwa memiliki latar belakang yang berbeda. Tanpa pengecualian.
Orang tua dan anak yang tinggal di satu atap yang sama pun memiliki potensi perbedaan pilihan. Sebab, pengalaman yang orang tua dan anaknya peroleh pasti berbeda.
Yang harus dilakukan oleh orang tuanya adalah mendukung apapun pilihan anaknya, selama pilihan yang ia ambil sudah diperhitungkan dengan akal sehat.
Tulisan dan pemikiran ini banyak terinspirasi dari buku The Subtle Art of Giving a F*ck karangan Mark Ronson.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI