Namun teh hangat yang biasanya dia sajikan telah berubah menjadi teh dingin. Untuk pertama kali aku mencoba mengecapnya. Dan rasanya seolah dia bangun lebih pagi untuk menyiapkan semuanya lebih dini.
Aku tidak melihat dia seharian. Di meja makan saat kami melakukan santap malam wanita itu juga tidak terlihat. Sementara ayah dan ibu tidak bicara sepatah kata pun. Mereka hanya menatapku dengan tajam.
Hari-hari lainnya juga berlangsung sama. Gorden disingkap lebih pagi dari jadwal aku terbangun. Meja telah rapi. Teh hangat dan catatan itu masih kutemukan. Namun sudah beberapa hari aku tidak melihat wanita itu.
***
Delapan Januari 2020, begitulah penanggalan pada catatan yang kutemukan di samping cangkir teh pagi ini. Dengan tambahan: "Semuanya tak akan berlangsung lama. Aku mencintaimu. Sudahkah kamu bisa mencintaiku hari ini? Semoga harimu menyenangkan."
Salju di luar jendela berguguran. Kota Nottingham seperti diselimuti gumpalan kapas raksasa. Sejenak aku merasa ada satu bagian utuh di dalam diriku yang kehilangan suatu kepingan yang aku tidak tahu bagaimana bentuknya.
Aku pulang dari tempat kerja pukul dua siang. Aku melihat anakku yang masih menggendong tas sekolahnya sedang duduk di kamar dan menulis sesuatu pada selembar kertas. Aku mendekatinya namun ia segera menyembunyikan kertas tersebut dariku.
"Ada apa?" tanyaku.
Dia hanya berdiam diri dan menggeleng.
"Apa yang sedang kamu tulis?"
"Tidak ada."