Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cinta Gila

1 Agustus 2019   18:40 Diperbarui: 1 Agustus 2019   19:54 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya langsung memikirkan, mestilah ayah dari wanita ini tegas, dan orang tegas itu pada umumnya memiliki tampang yang ngeri. Tampang yang membuat saya ingin kabur saja. Saya membayangkan wajah dari ayahnya adalah memiliki kumis tebal, memiliki mata yang besar semacam hendak terlepas dari tempatnya, serta memiliki codet di pipinya yang berjerawat.

Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, apabila dia seorang bekas dokter, tentu penampilannya tidak seperti yang ada di bayangan saya itu. Dia tegas, namun rapi. Mungkin begitu. Tapi entahlah. Saya harus membuang bayang-bayang ini untuk sementara waktu agar perasaan saya membaik. Agar saya lebih berani.

Saya akhirnya tiba di rumahnya. Sekitar satu jam jika di hitung dari jarak sekolah kami dulu. Rumahnya agak berjauhan dari rumah orang-orang. Terpisah sekiranya 50 meter dari tetangga sekitar.

Saya melihat wanita ini sedang duduk di kursi depan, dekat pot-pot yang berisi bunga yang saya tidak tahu jenis-jenisnya. Saya melihat dia seperti sedang ragu. Tatapan matanya kosong. Namun ekspresinya berubah saat dia melihat saya datang. Dia langsung tersenyum dan menyambut saya dengan hangat. Sedikit kalimat penyemangat sebelum dia bersegera mengajak saya masuk dan bertemu ayahnya.

Di ruang tamu, dalam rumah yang tidak terlalu luas itu, saya melihat ayahnya telah duduk menunggu saya. Dan rupanya tidak semengerikan yang saya pikir. Tampang dia tidak jauh beda dari rupa-rupa dokter yang ada di film; putih, bersih, bergigi rata dan berpakaian rapi.

Ayahnya mempersilakan saya duduk dengan isyarat tangan. Sementara wanita ini, saya perhatikan sedari masuk tadi, dia tidak berbicara. Hanya diam saja. Bahkan menunduk saja.

Tak lama setelah saya duduk, ayahnya langsung menanyai saya sewaktu saya masih celingak-celinguk.

"Siapa nama engkau, anak muda?"

Agaknya saya terkejut dan berdiam sesaat. Setelah saya menyebutkan nama, dia terus mencecar saya dengan  berbagai macam hal yang ingin dia ketahui tentang awal perkenalan saya dengan anaknya, hingga bagaimana saya bisa menjalin hubungan dengan dia. Serta tentunya lama hubungan kami yang kini nyaris menginjak angka tujuh.

Setelah bercakap berbagai hal yang mendasar itu, dia meminta anaknya yang sejak awal tadi duduk tertunduk di sebelah saya untuk pergi masuk ke kamarnya.

"Ini pembicaraan yang hanya boleh didengarkan laki-laki," kata dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun