Peserta upacara yang terdiri dari banyak golongan orang itu jadi berdiam penuh. Masih agak terkaget dengan ucapan Camat barusan.
"Kakek saya memang selalu begitu apabila memasuki bulan Agustus. Apalagi kalau sudah tanggal tujuh belas. Beliau selalu merengek-rengek untuk di bawa ke tempat orang-orang melakukan upacara. Kalau tidak dituruti, beliau bisa menangis dan mengamuk," jelasnya lagi.
"Sudah bertahun-tahun saya mengajak beliau melihat prosesi upacara bendera di tempat-tempat saya dahulu ditugaskan. Tapi hanya dari balik kaca dalam mobil saja. Dan rupanya, hari ini, kebetulan sopir dan pengawal kakek saya agak lengah hingga beliau bisa kabur dan menjajah keberlagsungan upacara kita ini." Camat tersenyum.
Beberapa orang yang mendengar ucapan Camat tersebut juga ikut tersenyum bahkan ada pula yang ketawa.
"Adakah dari kalian yang mengenal atau tahi tentang kakek saya?" tanya camat kepada seluruh peserta upacara. Membuat sebagian besar dari mereka semakin berdiam. Semakin hening. Hanya saling memandang.
Ada beberapa anggota polisi atau pun tentara yang nampaknya tahu, namun mereka memilih tetap diam saja sambil menyimpan jawaban dalam senyuman yang menyimpulkan tanda tanya di mata orang-orang.
Kebanyakan dari peserta upacara menggeleng. Camat nampak masih menunjukkan senyum sambil menunjuk kepada seorang peserta wanita yang sedang membetulkan posisi jilbabnya. Wanita itu kelabakan.
“Saya?” Barangkali begitu yang ingin diperjelas oleh wanita itu. Namun ia tidak mampu bersuara hingga yang ada hanya isyarat jari telunjuknya yang dihadapkannya ke arah dirinya sendiri. Membuat Camat serta beberapa orang di sana tertawa.
“Ada yang mau angkat tangan? Ada yang bisa menjawab?” Camat memberikan tantangan.
Beberapa peserta upacara masih menggeleng. Beberapa yang lain ada yang tersenyum, tertawa, bahkan tersipu malu akibat didorong oleh teman atau rekan mereka untuk menjawab pertanyaan tersebut.
“Kamu saja.” Suara yang pelan dan samar sedikit terdengar di antara kerumunan orang banyak yang kelimpungan.