Pertanyaannya membuat saya kembali bungkam sejenak. Saya pandangi lagi aliran air sungai yang ada di bawah kami.
"Karena air di sungai ini tidak pernah surut," jawab saya.
"Apa maksud kamu?" Dia masih bingung.
"Bukan apa-apa. Saya masih cinta kamu. Tapi saya harus pergi ke warung lagi untuk membeli rokok."
"Sekarang?"
"Iya. Kamu mau ikut saya?"
"Tidak. Saya akan di sini saja."
"Kenapa?"
"Saya sedang menunggu calon suami saya. Dia pergi ke warung untuk membeli rokok."
Sejak mengetahui dia sudah punya calon suami pada sore hari yang mendung di jembatan itu, saya tidak pernah berjumpa dia lagi. Sehabis membeli rokok di warung, saya kembali berangkat meninggalkan kampung. Saya tinggalkan sepucuk surat untuknya  yang saya serahkan pada ibu saya yang sudah pikun. Saya tidak banyak permohonan. Harapan saya masih sama; saya hanya berharap dia mengerti. Mungkin saya tidak akan kembali
***