"Apa ada sesuatu yang membuatmu ragu pada saya?"
Pertanyaannya membuat saya bungkam sejenak. Saya pandangi aliran air sungai yang ada di bawah kami. Tapi saya tak menemukan kalimat yang tepat untuk pergi tanpa menyakiti perasaannya.
"Tidak. Tidak ada yang salah dengan air yang mengalir," jawab saya.
"Apa maksud kamu?" Dia bingung.
"Bukan apa-apa. Saya cinta kamu. Tapi saya harus pergi ke warung untuk membeli rokok."
"Sekarang?"
"Iya."
"Saya ikut kamu."
"Jangan. Kamu di sini saja. Saya cuma sebentar," ucap saya.
Sejak siang hari di jembatan itu saya sudah tidak pernah berjumpa dia lagi. Sehabis membeli rokok saya langsung berangkat ke tempat yang jauh di bagian utara, meninggalkan perempuan itu, meninggalkan kampung.Â
Berbekal pakaian yang kumal dan persedian berbungkus-bungkus mi instan yang siap saya santap kapan pun saya lapar. Saya meninggalkannya di sana. Dengan perasaan sedikit bersalah. Tapi saya pikir, jika tanpa uang saya tidak mungkin bisa membahagiakannya. Saya akan mencari uang yang banyak. Membelikannya kalung. Membelikannya cincin. Membelikannya masa depan.