Akhirnya ibu pun menyetujui ide Bi Iyah untuk menancapkan sebatang korek api di atas bolu kukus cokelat itu.
Ibu mencoba menyalakan sebatang korek yang tertancap di sana dengan batangan korek lain, tetapi angin yang cukup kencang memadamkan apinya. Ibu mencoba hal yang sama sebanyak tiga kali.
"Udah! Mending kita nyalakan di dalam rumahmu saja. Angin hari ini cukup kencang. Apinya nggak bakalan bisa nyala, Fan."
"Iya, Bi."
Kami berempat masuk ke dalam rumahku yang kecil. Bi Iyah dan Rani bernyanyi. Ibu kembali menyalakan sebatang korek. Setelah korek yang tertancap menyala, ibu turut bernyanyi..
Tapi belum sempat lagu selesai, korek api itu padam. Kemudian ibu, Bi Iyah dan Rani pun memutuskan untuk menghabiskan lagu, baru kemudian menyalakan korek api yang melambangkan lilin ulang tahunku.
"Tiup koreknya, tiup koreknya, tiup koreknya sekarang juga. Sekarang juga, sekarang juga."
Ibu kembali menyalakan sebatang korek api baru yang ia tancap. "Buat permohonan, sayang."
"Pwuuhhhh." Korek kutiup. "Aku ingin bertemu ayah." Pinta hati kecilku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H