"Makasih Rani."
"Lita udah tambah besar dan pintar," sahut Bi Iyah.
"Hehehe." Aku tertawa seraya memeluk boneka kelinci yang lembut dan empuknya melebihi kasur di kamar kami.
Ibu membungkuk hingga wajahnya berada tepat di depan wajahku. Mata sayunya seolah menyimpan banyak rahasia yang tak pernah bisa kupahami sebagai anak kecil. "Selamat ulang tahun, sayang." Ibu memegang kedua belah pipiku yang memerah dengan kedua tangannya yang masih lembut meski hari-harinya dipenuhi kerja serabut. Hari itu aku merasa bahwa ibu cantik sekali.
"Ibu cuma bisa belikan kamu boneka sama kue ini. Ibu cuma bisa berikan kamu perayaan kecil semacam ini." Ibu mendekatkan bolu kukus itu ke arahku.
"Loh, lilinnya mana Fan." Tanya Bi Iyah kebingungan.
"Astaga. Fany lupa beli Bi!"
"Aduh gimana sih kamu ini. Terus Lita niup apa dong?"
"Atau, kamu ada korek?" Tambah Bi Iyah.
"Ada Bi. Buat apa?" Respon ibu yang tambah bingung.
"Batang koreknya tancapin di kue," jelas Bi Iyah.