Kehidupan kami mungkin terlihat sederhana di mata orang lain. Rumah kecil ini tidak memiliki perabotan mewah, dan kendaraan kami hanyalah motor tua yang sering mogok. Tapi kami memiliki sesuatu yang lebih berharga: ketenangan hati.
Aisyah pandai mengatur keuangan. Dari hasil kerja kerasku, ia mampu mencukupi kebutuhan keluarga tanpa pernah mengeluh. Bahkan, ia selalu menyisihkan sebagian untuk membantu tetangga yang membutuhkan.
"Abi, jangan lupa, ada tetangga yang sakit. Aku sudah menyiapkan makanan untuk mereka," kata Aisyah suatu pagi.
Aku tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang berhati mulia. "Terima kasih, Ummi. Semoga kebaikanmu menjadi amal jariyah yang tak terputus."
Pesan untuk Masa Depan
Waktu berlalu, dan anak-anak kami semakin besar. Aku selalu berusaha menanamkan nilai-nilai kebaikan pada mereka.
"Ingat, Nak," kataku suatu malam saat kami duduk bersama di ruang keluarga, "Abi mungkin tidak bisa memberi kalian harta yang melimpah, tapi Abi ingin kalian tahu bahwa hidup ini harus selalu berpegang pada kejujuran dan keberkahan."
"Abi, kenapa kita tidak seperti teman-temanku yang lain? Mereka punya mainan mahal," tanya anak sulungku suatu ketika.
Aku menarik napas panjang. "Karena Abi memilih untuk memberi kalian sesuatu yang lebih berharga daripada mainan mahal: keberkahan. Kelak, kalian akan memahami bahwa keberkahan itu lebih penting daripada sekadar kesenangan sementara."
Penutup
Malam itu, setelah anak-anak tidur, aku kembali duduk di beranda bersama Aisyah. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma tanah basah setelah hujan.