Mohon tunggu...
Syahroni Nur Wachid
Syahroni Nur Wachid Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Jakarta

My Name Is Syahroni Nur Wachid. Mewujudkan generasi unggul yang berakhlaq

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya dari Kehalalan

29 November 2024   00:46 Diperbarui: 29 November 2024   00:54 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pria berdoa di depan masjid (sumber : pixlr.com)

Kehidupan kami mungkin terlihat sederhana di mata orang lain. Rumah kecil ini tidak memiliki perabotan mewah, dan kendaraan kami hanyalah motor tua yang sering mogok. Tapi kami memiliki sesuatu yang lebih berharga: ketenangan hati.

Aisyah pandai mengatur keuangan. Dari hasil kerja kerasku, ia mampu mencukupi kebutuhan keluarga tanpa pernah mengeluh. Bahkan, ia selalu menyisihkan sebagian untuk membantu tetangga yang membutuhkan.

"Abi, jangan lupa, ada tetangga yang sakit. Aku sudah menyiapkan makanan untuk mereka," kata Aisyah suatu pagi.

Aku tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang berhati mulia. "Terima kasih, Ummi. Semoga kebaikanmu menjadi amal jariyah yang tak terputus."

Pesan untuk Masa Depan

Waktu berlalu, dan anak-anak kami semakin besar. Aku selalu berusaha menanamkan nilai-nilai kebaikan pada mereka.

"Ingat, Nak," kataku suatu malam saat kami duduk bersama di ruang keluarga, "Abi mungkin tidak bisa memberi kalian harta yang melimpah, tapi Abi ingin kalian tahu bahwa hidup ini harus selalu berpegang pada kejujuran dan keberkahan."

"Abi, kenapa kita tidak seperti teman-temanku yang lain? Mereka punya mainan mahal," tanya anak sulungku suatu ketika.

Aku menarik napas panjang. "Karena Abi memilih untuk memberi kalian sesuatu yang lebih berharga daripada mainan mahal: keberkahan. Kelak, kalian akan memahami bahwa keberkahan itu lebih penting daripada sekadar kesenangan sementara."

Penutup

Malam itu, setelah anak-anak tidur, aku kembali duduk di beranda bersama Aisyah. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma tanah basah setelah hujan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun