Mohon tunggu...
Syahriza Azizan Sayid
Syahriza Azizan Sayid Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia merdeka yang sedang mencari keridhoan-Nya

Alhamdulillah sae

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama, Jalan Menuju Tuhan

29 Maret 2020   12:09 Diperbarui: 30 April 2020   19:04 1916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Bapak Suwanto (paling kanan) sedang menjelaskan mengenai Sapta Darma.Sumber : Doc. Pribadi

 Agama, Jalan Mnuju Tuhan

Oleh: Syahriza Azizan Sayid


Manusia lahir di dunia yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan menciptakan dunia dan seisinya agar dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karenaya, sudah selayaknya manusia berterima kasih kepada Tuhan dengan cara menyembah-Nya.

Berbicara tentang menyembah Tuhan (ibadah), manusia memiliki cara yang berbeda-beda dalam beribadah kepada Tuhan yang mereka yakini. Ajaran ibadah kepada Tuhan yang mereka yakini ini diajarkan oleh agama yang manusia yakini kebenarannya.

Sebelum menuju pembahasan yang lebih lanjut, mari kita mengenal terlebih dahulu apa itu agama?.

Agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu a dan gama. A berarti 'tidak' dan gama berarti'kacau', jadi agama diartikan tidak kacau, tidak semrawut, hidup menjadi lurus dan benar. Pengertian agama menunjuk kepada jalan atau cara yang di tempuh untuk mencari keridhoan tuhan. Dalam agama itu ada sesuatu yang di sebut Tuhan yaitu zat yang memiliki sagala yang ada, yang berkuasa, yang mengatur seluruh alam beserta isinya. Karena segala kekuasaan-Nya tersebut, manusia menyembah-Nya.

Manusia memeluk agama yang memiliki ajaran untuk menyembah Tuhan yang mereka yakini kebenarannya. Di Dunia sendiripun ada berbagai macam agama dan di Indonesia sendiri ada 6 agama dan beberapa aliran kepercayaan yang diakui oleh undang-undang. Agama-agama tersebut antara lain adalah Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Khonghucu, dan beberapa aliran kepercayaan. Agama yang berbeda-beda ini harus dihormati oleh manusia memiliki sebuah kesamaan, yakni mengajarkan kebaikan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

Pluralisme dalam beragama harus dijunjung tinggi agar tercipta toleransi antar umat beragama. Dengan begitu, ibadah akan khusu' kita lakukan tanpa adanya rasa was-was dan rasa takut sehingga terciptanya kerukunan antar umat beragama.

Di dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 256 telah dijelaskan " ", yang artinya "tidak ada paksaan dalam memeluk agama (islam)". Hal ini menegaskan bahwa sebagai umat muslim kita tidak diperkenankan untuk memaksa umat agama lain memeluk agama islam melainkan kita harus menghormatinya sebagai sesama umat beragama.


"Pengeran kuwi ibarat pasar. La agomo kuwi dalan seng digawe nyang pasar kuwi. Kulo liwat etan, sampean liwat kulon,wong liyane liwat kidul lan elor. Mosok adewe arep nyalahne wong kang bedo dalan karo awak dewe. Toh kan tujuane tujuane podo-podo nyang pasar e", (Tuhan itu ibarat pasar. Agama adalah jalan menuju pasar itu sendiri. Saya lewat timur, kamu lewat barat, orang lain lewat selatan dan utara. Masa anda mau menyalahkan orang-orang yang berbeda jalan denganmu. Toh kan tujuannya sama-sama untuk ke pasar). Kata Bapak Suwanto, Seorag tokoh penghayat aliran kepercayaan Sapta Darma di desa Sukorejo, Wates, Blitar.

Saya berkunjung ke sebuah sanggar, tempat peribadatan penghayat Sapta Darma, Senin (24/2/2020), di desa Sukorejo, kecamatan Wates, kabupaten Blitar. Saya silaturahmi kesana guna melaksanakan tugas yang diberikan Bapak Edi, Dosen Pendidikan Kewarganegaraan UIN Malang. Selain untuk mengerjakan tugas, tujuan saya bersilaturahmi kesana adalah untuk mengenal kepercayaan Sapta Darma dengan tujuan agar bisa menumbuhkan rasa toleransi dalam diri saya.


Saya bertemu dengan bapak Suwanto dan Alhamdulillah diterima dengan baik oleh beliau, bahkan saya dibuatkan jamuan berupa teh sebagai tanda selamat datang. Beliau begitu ramah dan baik. Saya mulai bertanya mengenai apa itu Sapta Darma, sejarah, ajaran, hari besar, dan hal-hal lain seputar Sapta Darma.

Sambil duduk beliau menjelaskan bahwa aliran kepercayaan Sapta Darma merupakan aliran kebatinan dan sebuah organisasi penghayat kepercayaan. Menurut beliau, aliran ini pada mulanya ada dengan ditandai diterimanya wahyu dari Tuhan oleh Beliau Hardjosapoero (Bapa Panuntun Agung Sri Gautama), pada Jumat Wage tanggal 27 Desember 1952 di kediamannya, di Kampung Koplakan, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

"Biyen kuwi kawitane ajaran iki neng pare, Kediri. Seng nompo wahyu kawitan bapak Hardjosapoero, nek neng ajaran Bapa Panutan Agung Sri Gautama"  ( Awal mula ajaran ini bermula di Pare, Kediri. Yang menerima wahyu pertama itu bernama bapak Hardjosapoero, kalau di ajaran disebut Bapa Panutan Agung Sri Gutama" ujar beliau.

Pada suatu malam, Bapa Panuntun Agung Sri Gautama ini tiba-tiba dihadapkan ke wetan (timur), dalam keadaan sujud mulai sekitar jam 01.00 sampai sekitar jam 05.00. Kejadian ini lah yang mendasari sembahyang penghayat Sapta Darma deng sujud menghadap ke timur. Mengapa sujudnya menghadap ke timur. Karena timur dalam bahasa jawa adalah wetan, yang berasal dari kata wiwitan (awalan). Jadi menurut penghayat Sapta Darma, awal dari semuanya adalah timur. Oleh karenanya penghayat Sapta Darma bersujud menghadap ke timur.

"Kawitane, kanti ora sengojo, bapak Hardjosapoero kuwi moro-moro diadepne ngetan kanthi keadaan sujud, sembahyang. Awet jam siji wengi nganti jam limo isuk. Tapi lek pengikut e ngeneki yo sak kuwat e", ( Awalnya, tanpa ada unsur kesengajaan, tiba-tiba bapak Hardjosopoero dihadapkan ke timur dalam keadaan sujud, sembahyang. Mulai dari jam satu malam hingga jam 5 pagi. Tapi kalau pengikutnya ya sekuatnya saja), penjelasan beliau.

Setelah itu, pada waktu yang berangsur-angsur, Bapa Sri Panuntun Agung Gautama mendapat wahyu melalui tulisan tak kasap manta di tembok, dan di media lain. Tulisan-tulisan ini yang dijadikan sebagai weweruh pitu, undang-undang ajaran Sapta Darma. Weweruh Pitu tersebut berisi Kewajiban Warga Kerokhanian Sapta Darma yang berisi :

Setiap Warga harus melaksanakan wajib :
1. Setia tuhu kepada Allah Hyang Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa, Maha Langgeng.
2. Dengan jujur dan suci hati, harus setia menjalankan perundang-undangan negaranya.
3. Turut serta menyingsingkan lengan baju, menegakkan berdirinya nusa dan bangsanya.
4. Menolong kepada siapa saja bila perlu, tanpa mengharapkan sesuatu balasan, melainkan berdasarkan rasa cinta dan kasih.
5. Berani hidup berdasarkan kepercayaan atas kekuatan diri sendiri.
6. Sikapnya dalam hidup bermasyarakat, kekeluargaan, harus susila beserta halusnya budi pekerti, selalu merupakan petunjuk jalan mengandung jasa serta memuaskan.
7. Yakin bahwa keadaan dunia itu tiada abadi, melainkan selalu berubah-ubah (anyakra manggilingan).


Foto : Weweruh Pitu (undang-undang Sapta Darma) Sumber : Doc. Pribadi Penulis.
Foto : Weweruh Pitu (undang-undang Sapta Darma) Sumber : Doc. Pribadi Penulis.
   
Di dalam ajaran ini juga terdapat Sesanti. Sesanti atau semboyan warga Sapta Darma dalam bahasa Jawa berbunyi "Ing ngendi bae, marang sapa bae, warga Sapta Darma kudu suminar pindha baskara." (Bahasa Indonesia: "Di mana saja, kepada siapa saja, warga Sapta Darma harus senantiasa bersinar laksana surya". Sesanti ini bermakna bahwa setiap warga Sapta Darma berkewajiban untuk selalu siap membantu siapa saja yang memerlukan bantuan, dengan landasan rasa ikhlas.

Warga Sapta Darma menganggap segala sesuatu yang dilakukannya sebagai ibadah. Akan tetapi, ibadah utama yang wajib dilakukan adalah sujud, racut, ening, dan olah rasa. Sujud adalah ibadah paling utama yang dilakukan minimal sekali sehari, sedangkan racut adalah ibadah Hyang Maha Suci (roh manusia) menghadap Allah Hyang Maha Kuasa terlepas dari raganya sebagai bekal perjalanan roh setelah kematian. 

Sementara itu, ening adalah ritual semadi dengan memasrahkan diri kepada Sang Pencipta. Adapun olah rasa adalah proses relaksasi untuk mendapatkan kesegaran jasmani setelah bekerja keras atau olahraga. Karena ibadahnya seperti yang tersebut kan diatas, maka kebanyakan pengikut dari ajaran ini adalah orang-orang yang sudah lanjut usia.

Hari besar ajaran Sapta Darma adalah 1 Syuro. Pada setiap malam 1 Syuro para penghayat berkumpul di sanggar dengan membawa hasil bumi dan sesaji untuk di makan bersama guna merayakan hari besar tersebut. Mereka juga mengundang kepala desa dan perangkat desa untuk ikut bersilaturahmi di perayaan hari besar mereka.

Menurut bapak Suwanto, ibadah Sapta Darma bertujuan untuk mengetahui asal manusia dari apa. Apakah tanah, sinar, api, air, ataukah angin. Sehingga kalau berasal dari api, maka nanti meninggalnya akan dibakar, kalau dari tanah akan dikubur, dan lain sebagainya. Selain itu, tujuan ibadah Sapta Darma menurut beliau adalah agar ketika pulang mudah. Maksudnya adalah agar ketika mau meninggal tidak ada hal-hal yang menghalanginya menuju Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dalam urusan dokumen, bapak Suwanto mencantumkan salah satu dari 6 agama yang diakui di Indonesia karena beliau tidak mau ribet dalam urusan dokumen-dokumen penting nya.


Kini penghayat aliran kepercayaan Sapta Darma sudah sangat banyak. Bahkan, bapak Suwanto mengklaim bahwa Sapta Darma adalah aliran kepercayaan terbesar yang ada di Indonesia.


     "Aku nyang Lampung lo yo iseh cetuk wong Sapta Darma. Nang ngendi-ngendi ono senajanto sitik", ( Saya di Lampung pun masih ketemu dengan penghayat Sapta Darma. Dimanapun ada, meskipun sedikit), tegasnya.


     Masalah penyebarannya sendiri, rata-rata berkembangnya aliran ini adalah melalui keturunan. Bapak suwanto pun juga meneruskan kepercayaan dari ayahnya. Namun dalam hal mengajak anak, beliau tidak pernah memaksa anaknya untuk mengikuti aliran ini. Karena menurut beliau untuk meyakini aliran ini adalah murni dari ketulusan hati. Jika hatinya tulus ingin mengikuti aliran ini, ya silahkan. Jika tidak pun tidak ada masalah.


"Anakku ae lo mas tak kon ngaji nyang langgar. Kan yo mesakne nang sekolah e enek pelajaran agama islam terus bocah e ora paham. Masio mbesok lek gede wong e arep melu ajaran iki, to monggo kerso. Lek ora yo ora enek masalah", (Anak saya pun saya suruh ngaji, kan kasihan nanti di sekolah ada pelajaran agama Islam tidak bisa. Meskipun nanti kalau sudah besar, kalau dia mau ikut ajaran ini ya silahkan. Kalau tidak pun juga tidak ada masalah), penjelasan dari bapak Suwanto.


     Di desa Sukorejo sendiri aliran kepercayaan Sapta Darma dapat diterima dengan baik oleh para penganut agama lain. Hal ini dibuktikan di area sanggar tersebut ada beberapa tempat ibadah seperti Musholla, Pure, dan Gereja yang berdampingan dan tidak pernah ada masalah satu sama lainnya.


     Di akhir penghujung silaturahmi saya, saya meminta saran beliau yang ditujukan kepada seluruh umat beragama di Indonesia, khususnya anak muda. Beliau memberi saran "Pengeran kuwi ibarat pasar. La agomo kuwi dalan seng digawe nyang pasar kuwi. Kulo liwat etan, sampean liwat kulon,wong liyane liwat kidul lan elor. Mosok adewe arep nyalahne wong kang bedo dalan karo awak dewe. Toh kan tujuane tujuane podo-podo nyang pasar e" artinya, Tuhan itu ibarat pasar. Agama adalah jalan menuju pasar itu sendiri. Saya lewat timur, kamu lewat barat, orang lain lewat selatan dan utara. Masa anda mau nyalahkan orang-orang yang berbeda jalan denganmu. Toh kan tujuannya sama-sama untuk ke pasar.


     Hal yang patut kita sadari adalah manusia lahir di dunia ini tidak bisa memilih untuk menjadi umat agama apa. Apakah itu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Khonghucu, atau beraliran kepercayaan seperti Sapta Darma. Manusia tidak bisa meminta untuk beragama apa. Itu semua sudah paket dari Tuhan yang wajib kita syukuri dengan cara saling menghargai dan saling menghormati.


     NKRI terbentuk bukan hanya dari satu umat saja, bukan hanya dari satu etnis saja, melainkan dari macam-macam umat dan etnik sehingga bisa membentuk NKRI. Mari jaga NKRI dengan cara saling menghargai dan menghormati antar umat beragama di Indonesia.
 

img-20200224-220107-5e80292f097f361c7a02d9e2.jpg
img-20200224-220107-5e80292f097f361c7a02d9e2.jpg
  Foto Bersama saya dengan para penghayat Sapta Darma
Sumber : Doc. Pribadi Penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun