Menurut bapak Suwanto, ibadah Sapta Darma bertujuan untuk mengetahui asal manusia dari apa. Apakah tanah, sinar, api, air, ataukah angin. Sehingga kalau berasal dari api, maka nanti meninggalnya akan dibakar, kalau dari tanah akan dikubur, dan lain sebagainya. Selain itu, tujuan ibadah Sapta Darma menurut beliau adalah agar ketika pulang mudah. Maksudnya adalah agar ketika mau meninggal tidak ada hal-hal yang menghalanginya menuju Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dalam urusan dokumen, bapak Suwanto mencantumkan salah satu dari 6 agama yang diakui di Indonesia karena beliau tidak mau ribet dalam urusan dokumen-dokumen penting nya.
Kini penghayat aliran kepercayaan Sapta Darma sudah sangat banyak. Bahkan, bapak Suwanto mengklaim bahwa Sapta Darma adalah aliran kepercayaan terbesar yang ada di Indonesia.
   "Aku nyang Lampung lo yo iseh cetuk wong Sapta Darma. Nang ngendi-ngendi ono senajanto sitik", ( Saya di Lampung pun masih ketemu dengan penghayat Sapta Darma. Dimanapun ada, meskipun sedikit), tegasnya.
   Masalah penyebarannya sendiri, rata-rata berkembangnya aliran ini adalah melalui keturunan. Bapak suwanto pun juga meneruskan kepercayaan dari ayahnya. Namun dalam hal mengajak anak, beliau tidak pernah memaksa anaknya untuk mengikuti aliran ini. Karena menurut beliau untuk meyakini aliran ini adalah murni dari ketulusan hati. Jika hatinya tulus ingin mengikuti aliran ini, ya silahkan. Jika tidak pun tidak ada masalah.
"Anakku ae lo mas tak kon ngaji nyang langgar. Kan yo mesakne nang sekolah e enek pelajaran agama islam terus bocah e ora paham. Masio mbesok lek gede wong e arep melu ajaran iki, to monggo kerso. Lek ora yo ora enek masalah", (Anak saya pun saya suruh ngaji, kan kasihan nanti di sekolah ada pelajaran agama Islam tidak bisa. Meskipun nanti kalau sudah besar, kalau dia mau ikut ajaran ini ya silahkan. Kalau tidak pun juga tidak ada masalah), penjelasan dari bapak Suwanto.
   Di desa Sukorejo sendiri aliran kepercayaan Sapta Darma dapat diterima dengan baik oleh para penganut agama lain. Hal ini dibuktikan di area sanggar tersebut ada beberapa tempat ibadah seperti Musholla, Pure, dan Gereja yang berdampingan dan tidak pernah ada masalah satu sama lainnya.
   Di akhir penghujung silaturahmi saya, saya meminta saran beliau yang ditujukan kepada seluruh umat beragama di Indonesia, khususnya anak muda. Beliau memberi saran "Pengeran kuwi ibarat pasar. La agomo kuwi dalan seng digawe nyang pasar kuwi. Kulo liwat etan, sampean liwat kulon,wong liyane liwat kidul lan elor. Mosok adewe arep nyalahne wong kang bedo dalan karo awak dewe. Toh kan tujuane tujuane podo-podo nyang pasar e" artinya, Tuhan itu ibarat pasar. Agama adalah jalan menuju pasar itu sendiri. Saya lewat timur, kamu lewat barat, orang lain lewat selatan dan utara. Masa anda mau nyalahkan orang-orang yang berbeda jalan denganmu. Toh kan tujuannya sama-sama untuk ke pasar.
   Hal yang patut kita sadari adalah manusia lahir di dunia ini tidak bisa memilih untuk menjadi umat agama apa. Apakah itu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Khonghucu, atau beraliran kepercayaan seperti Sapta Darma. Manusia tidak bisa meminta untuk beragama apa. Itu semua sudah paket dari Tuhan yang wajib kita syukuri dengan cara saling menghargai dan saling menghormati.
   NKRI terbentuk bukan hanya dari satu umat saja, bukan hanya dari satu etnis saja, melainkan dari macam-macam umat dan etnik sehingga bisa membentuk NKRI. Mari jaga NKRI dengan cara saling menghargai dan menghormati antar umat beragama di Indonesia.
Â
Sumber : Doc. Pribadi Penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H